29. Menunggu Kabar Baik

1.7K 168 33
                                    

Jihan melangkahkan kaki masuk ke dalam kamarnya, lantas langsung menjatuhkan tubuhnya di atas ranjang. Selama seminggu ini ia benar-benar disibukkan dengan pekerjaannya, membuatnya selalu pulang malam seperti saat ini. Saat hendak memejamkan matanya, terdengar suara pintu terbuka dan langsung membuatnya mendengus sebal.

"Nadya, Kakak capek baru pulang. Tolong jangan ajak Kakak berantem dulu, kalo mau besok aja setelah Kakak tidur biar ada tenaga buat ngelawan kamu," celoteh Jihan, menatap langit-langit kamarnya.

Nadya langsung menutup pintu, lantas berlari kecil dan melompat begitu saja ke atas ranjang. Mengganggu sang kakak merupakan hobinya sedari kecil, hingga jika sehari saja tak bertemu dan tak ada perdebatan kecil di antara mereka membuatnya kesepian. Tiba-tiba saja ia merasa sedih karena bagaimanapun suatu saat nanti sang kakak akan menikah, dan mungkin tidak akan tinggal di rumah ini lagi.

"Kakak tau gak, sebenarnya aku tuh sayang banget sama Kakak," ucap Nadya lirih, ikut berbaring di samping sang kakak.

Jihan mengernyitkan dahinya heran mendengar kalimat yang sangat langka keluar dari bibir adik nakalnya itu. Pasti lagi ada maunya, batin Jihan. "Ada apa? Kamu mau minta dibeliin album lagi atau tiket konser. Langsung ke intinya aja, gak usah ngebaikin aku kayak gitu."

Nadya hanya mendengus sebal, melirik sang kakak sekilas. "Hah, sebentar lagi rumah ini akan sepi deh. Aku jadi gak punya temen berantem lagi."

"Maksud kamu apa? Kamu pengen aku cepet-cepet pergi dari rumah ini?"

"Ya kan kalo Kakak udah nikah nanti Kakak gak tinggal di sini lagi."

"Bisa gak jangan bahas itu? Nikah dari mana coba? Calonnya aja belum ada. Kamu tuh sama nyebelinnya kayak Ibu sama Bapak yang nanyain aku kapan nikah terus. Sampe bosen rasanya."

"Oh... calonnya belum ada ya? Udah ada sih, Kakak aja yang gak tau," ucap Nadya, lantas bangkit dan langsung keluar begitu saja meninggalkan sang kakak yang kebingungan.

Udah ada calonnya? Siapa? Jangan-jangan Bapak emang mau jodohin aku lagi? batin Jihan bertanya-tanya. "Gak mau... gak mau... aku gak mau dijodohin!" gumam Jihan, menenggelamkan wajahnya di bantal. Akhir-akhir ini ia merasa khawatir, takut jika hal itu benar-benar terjadi. Terlebih setelah Seohyun menikah sang ibu selalu bertanya kapan ia akan segera menyusul Seohyun, membuatnya semakin frustasi saja.

Tok tok tok!

"Jihan, ini Ibu," panggil sang ibu dari luar.

Jihan pun langsung bangkit dan membukakan pintu, "Ada apa, Bu?"

"Kamu baru pulang? Udah makan belum?"

"Tadi sebelum pulang ke rumah aku udah makan sama yang lain."

"Ya udah, ke bawah dulu yuk sebentar, ada yang mau diomongin sama Bapak."

Jihan menatap curiga sang ibu yang langsung berlalu pergi, perasaannya benar-benar tidak enak. Ia yakin jika hal yang akan dibicaran sang ayah merupakan hal serius, tidak biasanya ayahnya memintanya untuk membicarakan sesuatu. Tak mau memforsir sisa tenaganya untuk memikirkan semua itu, akhirnya ia pun memilih untuk segera menemui sang ayah yang sudah menunggunya di ruang keluarga, di sana juga terdapat sang ibu dan adiknya.

"Pak," ucap Jihan, duduk di samping sang ibu.

"Maaf ya, Bapak ganggu waktu istirahat kamu. Tapi Bapak harus segera memberitahu kamu soal ini," ucap sang ayah dengan raut serius.

Jihan menelan ludahnya yang terasa serat, belum lagi ibu dan adiknya kini tersenyum mencurigakan ke arahnya, membuatnya semakin berpikir yang tidak-tidak.

Teman Masa Lalu (SELESAI)Where stories live. Discover now