TWO (Safira POV)

5 2 0
                                    

     Kenapa sih gue harus sekelas sama Safira? Hal buruk apalagi yang bakal gue alami? Setelah kepergian adek gue, dan sekarang siapa lagi yang bakal pergi dari hidup gue. Batinku.

     Dengan langkah malas, aku kembali ke kelas setelah upacara penyambutan. Di kelas, ada seorang anak yang membuatku penasaran. Seorang cewek tinggi, berkacamata dan juga ia pendiam. Bahkan tadi, saat perkenalan satu kelas, ia tidak banyak bicara, atau mungkin juga efek anak baru.

"Hai, boleh gabung,"

"Hai juga. Iya boleh, silahkan aja," Senyumannya hangat.

"Nama lo siapa? Gue Ayra,"

"Gue Zafa," Singkat, padat.

"Oia, lo anak baru ya? Gue belum pernah liat lo sebelumnya," Ia sepertinya agak sedikit malu. Apa mungkin aku orang pertama yang menyapanya.

"Iya gue anak baru. Sorry kalo gue suka malu-malu,"

"Pantes aja gue baru pertama kali liat lo,"

"Thanks ya," Ia kembali tersenyum.

"Thanks? Buat apa?"

"Lo orang pertama yang nyapa gue di sekolah ini. Atau lebih tepatnya, di kota ini,"

"Kota ini? Emang lo pindahan darimana?"

"Gue dari Bandung. Papa gue pindah dinas kesini,"

"Owh gitu. Salam kenal ya Za. Kita bakal satu kelas selama setahun ke depan. Ya semoga aja bisa tetep sekelas sampai lulus nanti,"

"Iya, Ra. Salam kenal juga. Gue harap gue bisa baik-baik aja disini,"

"Kalo lo butuh apa-apa, bilang aja sama gue. Oke?"

"Makasih, Ra,"

"Gue cabut dulu ya. Daaah..."

     Perkenalan singkat, namun berarti bagi gue. Zafa, orang pertama yang gue sapa di kelas ini. Gue berharap bisa deket dan kenal baik sama dia. Batinku.

     Tak ada yang berarti hari ini. Aku hanya menjalani aktifitasku seperti biasa. Hanya saja, hari ini aku lebih sering mengobrol dengan Zafa. Ia memang dingin dan agak cuek jika berbicara dengan orang lain. Namun jika kita telah mengenalnya, ia adalah orang yang paling asik untuk di ajak berbicara bahkan bertukar cerita.

     Ini sudah satu bulan aku menjalani kehidupanku di kelas 8. Aku juga sekelas dengan musuhku : Safira. Tapi entah kenapa, akhir-akhir ini aku tidak terlalu terganggu dengan kehadirannya. Mungkin karena aku lebih sering bercanda dan mengobrol dengan Zafa. Sampai aku tidak merasakan hawa kehadiran Safira di sekitarku.

     Sejak awal kelas 8 juga, kondisi Mama jadi lebih memburuk. Papa juga jadi jarang di rumah. Akhirnya, tugas menjaga dan mengantar Mama ke rumah sakit adalah tugasku. Ya, Mamaku divonis terkena penyakit jantung. Kondisinya sudah makin memburuk. Dokter bilang, hidup Mama tidak kurang dari 3 bulan lagi. Tapi aku percaya bahwa kematian ada di tangan tuhan.



     Hari ini aku sekolah seperti biasa. Sebenarnya, harusnya aku menjaga Mama di rumah sakit. Tapi hari ini aku ada janji dengan Amar. Amar adalah pacarku sejak kelas 7. Entah ia benar-benar cinta, atau hanya memanfaatkan kekayaan keluargaku saja.

     Ada perasaan bersalah sekaligus perasaan tidak tenang saat aku meninggalkan Mama.

     Perasaan apa ini? Batinku.

"Ra. Kamu kenapa ngga disini sama Mama? Kamu mau kemana?"

"Aku juga tadinya mau nemenin Mama. Tapi hari ini ada ujian IPA dan Matematika. Jadinya aku gabisa nemenin Mama. Mama sama Bi Sari aja. Nanti kalau ada apa-apa, Bi Sari bisa langsung telfon aku,"

WHY ME?Where stories live. Discover now