Retak?

490 77 6
                                    


.

Ceklek.
Suara pintu terbuka.

"Lino sayang? Papa pulang nih." Minho berjalan menuju ruang tengah, ke kamar, dapur, balkon, semua tempat, tapi tak menemukan anak kesayangannya.

Minho pun panik dan bergegas mencari hp nya. Dan. Naas. Hp nya nggak ada. Biasanya juga Minho masukan saku celananya. Tapi kali ini benar-benar nihil.

"Anjir hp gue mana lagi. Telfon rumah ajalah. Telfon Felix."

Minho mendekatkan dirinya ke gagang telfon. Tapi sebelum selesai memencet tombol, suara pintu terdengar lagi. Ada rasa lega di hati Minho.

"Felix. Lino mana?"

PLAK!

"Kok lo nampar gue? Gue salah apa? Gue kan nanya baik-baik?" Minho memegangi pipinya yang lumayan nyeri, karna bagaimanapun, Felix juga seorang lelaki.

"Nggak ngerasa? Lino dimana juga bukan urusan lo. Mana jalang lo itu?" Felix udah mulai emosi.

"Jalang yang mana? Apasih maksudnya?" Masih heran dengan yang dipertanyakan Felix, Minho mencoba menggenggam tangan Felix namun ditepisnya.

"Gue tadi telfon lo dan yang ngangkat jalang bilang lo lagi tidur. Sekarang lo dengan muka watados lo megang-megang tangan gue?" Felix masih menepis tangan Minho.

"Telfon?"

Minho tiba-tiba teringat sesuatu bahwa telfonnya hilang. Atau mungkin..

"Coba sekarang lo telfon ulang. Biar lo percaya sama gue. Gue nggak mungkin main-main sama lo. Percaya sama gue."

Felix sempat berfikir sejenak.

"Ngapain juga nggak penting." Tetep kekeh Felix mah :-(

"Hp gue ilang. Gue cuma pengen tau siapa yang bawa hp gue."

Denger itu, Felix langsung membalikkan badannya. Menatap suaminya yang sudah sendu. Pipi merahnya juga masih tertera jelas.

"Oke. Gue telfonin."

"Speaker" titah Minho

.
.
.

"Haloo...." masih suara wanita itu.

"Minho mana? Gue mau ngomong penting." suara Felix mulai memberat.

"Minho masih tidur daritadi ih. Kenapa sih ganggu-ganggu?"

"Gue cuma mau ngomong sama Minho. Buruan bangunin."

"Dia nggak mau diganggu. Yaudah ya gue mau ikutan tidur. Bye!"

Tut tut tut.

Felix mengedarkan pandangannya ke Minho yang udah nundukin kepala.

"Maaf. Aku salah paham." Kata Felix lembut sembari membelai rambut Minho.

"Hhmm.. Wajar kok kalo kamu marah." Minho mengangkat wajahnya dan tersenyum.

Felix beranjak dari duduknya mengambil kompres untuk meredakan memar dipipi Minho.

Selama acara kompres mengompres, Mereka masih berdiam tanpa bicara. Felix yang kikuk, Minho juga canggung.

Tiba-tiba Felix buka suara lagi.

"Tadi aku sempet chat Bangchan, nanyain siapa wanita itu tadi. Maaf karna aku nggak percaya sama kamu. Aku cuma takut kamu bosen sama aku karna aku jarang dirumah.."

"Ssst. Udah nggak papa. Yang penting sekarang aku bisa buktiin kan kalo aku nggak main dibelakang kamu? Aku sayang sama kamu Yongbokiiee.." Manja Minho yang secara tiba-tiba mencium bibir manis Felix dan kabur ke kamar mandi.

"Anjir emang si idiot. Hah. Hampir aja gue kemakan emosi."
Monolog Felix pada dirinya.

Karna malam ini tidak jadi ada perang dunia, maka mereka menikmati suasana berdua dibalkon sambil mikir masadepan Lino. Ah dasar orangtua.

.
.
.
.
.
.

.








Yongbokk 🤧🤧

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Yongbokk 🤧🤧


Sudah ah masih mentok. Belum kepikiran lagi 🙂

I AM WHO? ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang