2. the twins

75 17 3
                                    

"Juni."

"Iya," sahut Juni dengan suara datar dan tenang. Atensinya beralih, menoleh pada bunda yang memanggilnya dari ruang keluarga. Ia mengangkat alis, bertanya ada apa dengan bahasa isyarat.

Namun bunda beralih pada sosok lain yang sedang berusaha memasukkan bola basket ke dalam ring.
"Juna," panggilnya.

"Iya! Kenapa Bun?" jawab Juna dengan nada suara keras, ciri khasnya yang selalu bersemangat setiap saat.

Bunda sedikit membuang napas, menyadari perbedaan yang sangat kontras pada kedua anaknya itu.

Juni dan Juna sedang berada di area lapangan basket, yang dibatasi dinding kaca sepenuhnya dengan ruang keluarga. Terdapat pintu sebagai akses keluar masuk, ukurannya lumayan besar dan selalu dibiarkan terbuka untuk membuat rumah terasa lebih alami.

Juni hanya sedang berdiam diri di pinggir lapangan basket berukuran kecil tersebut, duduk diatas rerumputan yang hijau —yang kadang suka ia cabuti daunnya saat bosan. Sedangkan Juna asik bermain basket sendirian, entah sudah berapa puluh kali ia melempar bola itu ke dalam ring tapi tetap saja tidak pernah masuk sampai sekarang.

"Lo pendek," celetuk Juni yang sejak tadi memperhatikan.

Juna berhenti mendribel bola, lalu melemparnya pada Juni. Sayang sekali tidak kena, Juni malah dengan mudah menangkapnya.

"Bodo amat," balasnya kemudian berjalan masuk menghampiri bunda yang sedang duduk di sofa.

"Kenapa bundaaa?" tanya cowok mungil itu karena tadi bunda hanya memanggil tanpa sebab.

"Nggak apa-apa, cuma manggil aja," jawab bunda seadanya.

Juna mulai mepet pada bunda dengan keadaan tubuh yang basah karena keringat berniat untuk menyender-nyender manja, namun tentu bunda langsung manjauh.

"Jangan deket-deket ah, bau."

"Mana buuun?? Keringet Injun wangi kayak bayi, mana ada bau-bau segala," protesnya tidak terima.

Juni sejak tadi hanya memperhatikan, menyimak saja tanpa suara. Namun perhatiannya beralih saat ponsel Juna yang bersebelahan dengan ponselnya di rerumputan menyala menampilkan notifikasi pesan, getarnya tidak mau berhenti, sepertinya spam chat yang datang dari orang yang sama.

Akhirnya Juni beranjak membawa kedua ponsel tersebut, menghampiri bunda dan Juna.

"Hp lo," Juni melempar benda tersebut ke pangkuan kembarannya sebelum ikut duduk bersama.

Jam menunjukkan pukul sembilan pagi, hari ini weekend makanya si kembar ada di rumah.

"Ayah ke kantor?" tanya Juna setelah menaruh kembali ponsel yang sempat jadi pusat perhatiannya tadi.

Bunda hanya mengangguk, matanya fokus melihat acara siaran televisi di hadapan mereka.

"Kok masih kerja aja sih, ini kan weekend. Kayak orang susah aja nyari duit sampe segitunya."

Bunda menoleh pada Juna yang baru saja berkata-kata pedas itu lalu menyentil jidatnya.

"Kalo ngomong," tegur bunda.

Juna hanya meringis, namun tetap menggerutu tanpa suara. Juni santai-santai saja, terlalu malas banyak berkomentar untuk mendapat jawaban kenapa ayah sering bekerja di waktu libur.

Rasanya diam lebih baik. Toh, bertanya pun tidak akan dapat jawaban.

  

  
"Hari Selasa bunda sama ayah mau ke China," ucap bunda tiba-tiba.

April and JuneWhere stories live. Discover now