4' Duty

23 2 0
                                    

Menjadi tukang bersih-bersih rasanya aneh untuk diakui. Maksudnya, ketika orang bertanya "Hei, sudah lama tak jumpa. Apa kerjamu sekarang?" Kau lebih memilih menjawab pengangguran daripada 'tukang bersih-bersih'

Itulah si anak muda yang sering bersih-bersih di koridor Apartemen Sandhill. Sepanjang harinya tak banyak bicara. Sepanjang harinya mengenakan masker, berharap tak seorang pun mengenalinya.

Tentu saja ia tak menikmati pekerjaannya. Lantai 7 sampai rooftop merupakan tanggung jawabnya. Baru 3 bulan ia bekerja dengan gaji pas-pasan, rasanya ia mulai malas.

Tapi ada juga yang menyenangkan dari pekerjaannya. Ia bisa mengamati.

Di kamar 709, seorang janda dengan anaknya tinggal. Mereka pergi tiap pagi, dan pulang sampai malam hari. Tanpa diketahui siapapun (kecuali si tukang bersih-bersih), mereka sebenarnya pengemis di daerah Jalan Baru. Setiap pulang membawa sekantong uang receh.

Di kamar 802, seorang mahasiswa pra-kedokteran yang orang tuanya kaya raya. Yah, meskipun ia belum pulang-pulang seminggu terakhir ini. Terjerat kasus mungkin? Ah, si pemuda bersih-bersih tak mau bergosip.

Di kamar 915, mahasiswi yang selalu ramah padanya. Selalu mengajaknya bicara. Mungkin karena mahasiswi inilah ia bisa tetap waras dalam pekerjaannya karena tidak ada siapapun yang mau berkelakar dengannya.

Ternyata ia mahasiswi jurusan psikologi semester akhir. Sering kali ia berkeluh-kesah dengan pemuda ini tentang tesisnya yang sering ditolak.

Namun kali ini berbeda.

" Hei, hei, tebak siapa yang kali ini berhasil?! ," serunya girang saat si pemuda kebetulan lewat.

" Wah, selamat kalau begitu ," kata si pemuda.

Lalu di lantai 10, itu apartemen pribadi yang dijaga satpam galak bak mafia. Pemuda bersih-bersih itu sendiri tak berani masuk, dan ia memang tak dibolehkan masuk.

Tanggung jawabnya berakhir di rooftop. Cukup mudah sebenarnya, tinggal setiap pagi membuka gembok pintu dan menjelang malam hari menutupnya.

Pada bulan-bulan pertama tentu ia rajin setiap hari naik lift menuju rooftop, melangkahi lantai 10. Namun pada bulan ketiga ia mulai malas. Apa sih tujuan harus dibuka dan dikunci? Kenapa tidak dibiarkan saja terbuka terus atau terkunci terus?

Pemilik gedung tentu saja memberinya alasan. Yang agak tidak masuk akal sekiranya.

" Untuk apa ada rooftop kalau tidak digunakan? Apartemen ini ditempati para mahasiswa kaya, mereka butuh refreshing sekali-sekali "

Dan

" Apa? Kenapa harus dikunci lagi? Tentu saja akan mengganggu kalau ada kucing masuk. Di rumahku sering terjadi! Aku tidak mau ada makhluk asing berkeliaran di apartemenku! "

Kucing apa yang bisa memanjat gedung setinggi 20 meter?

Dan begitulah kisah mengapa ia tidak lagi mengunci pintu rooftop malam hari.

-///-

Pemuda ini dikejutkan oleh seseorang yang sudah tak pernah dilihatnya lagi. Ya, itu si mahasiswa pra-kedokteran.

Saat ini jam 12 kurang 15. Sedang apa dia? Sedang apa dia di kamar 915 pada jam segini?

Panik menyelimuti pemuda itu. Ia sudah hendak kembali ke biliknya. Bilik yang disediakan pemilik gedung sebagai kamarnya karena ia tidak punya tempat tinggal.

Mahasiswa itu masih berdiri di depan pintu. Mengetuk beberapa kali dan bolak-balik memandang arlojinya.

Pemuda bersih-bersih bersembunyi di balik lorong. Ia tak seharusnya mencampuri urusan orang lain, tapi ia mahasiswi itu gadis baik-baik. Ia tak akan mengizinkan siapapun mencelakakannya.

Tak lama kemudian pintu dibuka dan mahasiswa itu masuk. Haruskah ia melapor? Tapi apa yang harus dikatakannya? Bisa saja mereka kerabat yang berkunjung. Bisa saja mahasiswa itu adiknya. Kemungkinan-kemungkinan lain berputar di pikiran tak ada habisnya. Pada akhirnya, ia memutuskan beristirahat di biliknya.

-///-

Wajar saja si mahasiswa pra-kedokteran tersebut jarang pulang ke apartemen. Ternyata, ia sedang mengalami masa-masa berat dalam bidang akademisnya. Tertulis dalam surat bunuh dirinya.

Tubuhnya ditemukan di lapangan parkir pagi ini. Jatuh dari atas. Perkiraan kematian pukul 12.

Para penghuni apartemen mulai bergosip dan pemuda ini hanya ikut mendengarkan sambil pura-pura menyapu lobi yang bukan tanggung jawabnya.

" ... stress karena ... "

" .. keluarganya membuangnya .."

" .. dia juga jarang pulang, kemarin .. "

Tidak. Mereka tidak tahu apa yang terjadi semalam.

Mahasiswi psikologi itu baru keluar dari kamarnya ketika pemuda itu lewat. Ia tampak stress. Terlihat dari kantung matanya yang hitam.

" Hai.. ," sapanya seraya menguap.

" Hai ," jawab pemuda itu datar ," Sudah dengar beritanya?"

" Berita apa? Belum tuh ," sahutnya cuek.

Lalu tiba-tiba ia bersemangat mengaduk-aduk isi tasnya ," Oh ya, akhirnya setelah kiranya seabad lamanya, aku menyelesaikan skripsi akhirku! "

Ia mengeluarkan seberkas kertas HVS dengan tulisan-tulisan kecil. Ia menyodorkannya pada si pemuda. Memegangnya seakan membacakan Undang-Undang Dasar, tapi bagian depan halaman menghadap si pemuda.

" Aku merasa harus menunjukkannya pada seseorang karena kuakui ini cukup mengesankan! ," ucapnya memuji diri sendiri.

" Ya ya, aku bisa lihat dari kantong matamu ," gumam pemuda bersih-bersih.

Tapi ia menangkap sekilas judul yang tercetak besar di halaman pertama.

" Baiklah aku tak sabar menunjukkannya pada dosenku, sampai nanti, " ia kembali menjejalkan dokumen tadi ke tasnya dan berlalu.

HUBUNGAN ANTARA STRES AKADEMIS DAN IDE BUNUH DIRI PADA PELAJAR

Aih sial, kenapa ia tidak mengunci rooftop?

-///-

Huhu sini yang ketebak endingnya kupeluk🤗🤗

Eunoia (KumpulanCerpen)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang