00.1 || Mengeluhkan

4.7K 508 116
                                    

- ▫️▫️▫️▫️ -

Orang bilang, Park Jimin harus bersyukur atas hidup yang ia miliki bersama hingar bingar kemewahannya. Jimin harus bersyukur karna terlahir sebagai anak salah satu aktris papan atas Korea Selatan. Jimin harus bersyukur memiliki ibu sesempurna Park Min Young. Jimin harus tahu di mana posisinya yang sebenarnya, Jimin harus menjaga sikapnya agar tidak mengotori nama baik sang ibu.

Hanya Jimin yang harus bersyukur dan di tuntut untuk tahu diri.

Sebab hampir seluruh pasang mata hanya menatap kagum pada ibunya, pun dengan segala sifat peri yang ibunya tunjukan di depan kamera. Yang orang tahu, ibunya lah yang paling malang karna memiliki anak seperti Jimin.

Karna yang mereka tahu, Jimin hanyalah anak yang di pungut atas belas kasihan Park Minyoung. Tanpa tahu kebenaran yang tersimpan dan di tutupi rapat-rapat.

"Aku ingin kau datang di press conference besok."

Jimin menghentikan pergerakan tangannya, genggaman pada sendok ia lepas begitu saja. Lalu beralih menatap jengah ibunya. Jimin menghela napas, masih menatap ibunya yang tak terganggu dan tetap melanjutkan makan malamnya dengan anggun. Ada beberapa pelayan juga yang setia di belakang mereka.

"Besok aku akan mengikuti lomba, Bu."

Minyoung menaikan satu alisnya, menatap remah pada sang anak, "Lomba apa? Lomba jalanan itu lagi?"

"Ibu,"

"Aku benar, kan?" Minyoung kembali bersuara, selera makannya sudah hilang saat Jimin kembali menolak ajakannya. "Apa lomba rendahanmu itu lebih penting dari press conferenceku?"

Jimin memejam, tangannya terkepal saat Minyoung kembali merendahkan dirinya. Dia mendongkak, menatap manik kelam ibunya yang selalu beku untuknya. Tidak ada hangat yang terpancar untuknya.

"Aku tidak mau tahu, kau harus datang besok. Yoojung akan mengirimkan teks yang harus kau baca besok. Jangan sampai membuat kesalahan sekecil apapun. Besok adalah hari penting untukku." Minyoung berujar sambil meraih tisu dan membersihkan tangannya. Meminta pelayan di belakangnya membereskan makan malamnya.

Minyoung mendorong kursinya, beranjak dari tempat duduknya. Lalu kembali menatap Jimin yang kini menunduk sambil memainkan jemarinya.

"Aku harap kali ini kau tidak kabur lagi, atau Aku akan benar-benar membuat hidup teman-teman jalananmu itu menderita," ujar Minyoung sebelum benar-benar beranjak dari tempatnya. Meninggalkan Jimin dengan segala gemuruh menyakitkan di dadanya.

"Apa aku tidak boleh memilih hal yang kusukai sekali saja? Apa aku harus selalu menjadi boneka yang mengharumkan nama Ibu?"

Minyoung menghentikan langkahnya saat suara bergetar Jimin tiba-tiba menyeruak. Ia berbalik anggun, menatap Jimin yang juga berdiri dengan tangan saling mengepal. Lalu kata-katanya setelahnya menjadi batu yang mampu menghacurkan Jimin untuk kali kesekian.

"Harus berapa kali kau mengulang pertanyaan yang sama dan aku harus menjawab dengan jawaban yang sama setiap harinya? Tugasmu hanya perlu menikmati  fasilitas dariku dan menjadi anak yang baik di depan publik." Minyoung menatap angkuh Jimin, tidak seciulpun hangat ia tunjukan dalam kelam tatapnya.

"Kau lebih sering mempermalukanku daripada membanggakanku kalau kau lupa."

"Tidak bisakah kau lebih tahu diri sedikit?"

SADDEN [Winter Painful] ON HOLDWhere stories live. Discover now