Part 10

6 6 2
                                    

   Hidup itu perlu tujuan, bukan cuma haha hihi dan cringg langsung mendapatkan kebahagiaan. Emangnya siapa kamu? Cinderella aja harus melewati berbagai perlakuan tidak adil dari ibu tirinya sebelum akhirnya ada peri yang datang dan ia bisa hidup bahagia bersama pangeran.

===

   Aura menatap anak gadisnya didepan pintu sambil menyilangkan tangannya di depan dada  dan dengan tatapan yang tidak bisa diartikan dengan kata-kata. Yang jelas tatapan itu mampu membuat Syasa merinding.

   "Dari mana aja kamu?" Tanya Aura mengintrogasi.

   "Gak disuruh masuk nih?" Bukannya menjawab Syasa malah balik bertanya dengan nada yang dibuat sesantai mungkin.

   "Jawab dulu pertanyaan mama!" Suara aura terdengar sedikit lebih tinggi. Sontak, Bryan yang berada di samping Syasa menjadi gemetar ketakutan.

   "Emm, Syasa tadi be-" Bryan mencoba angkat bicara saat Syasa tak kunjung menjawab. Namun belum selesai berbicara, Aura sudah menyelanya dengan tatapan tajam sehingga dengan cepat Bryan menundukkan kepalanya.

   "Saya tidak tanya kamu!!" Tegur Aura sembari menunggu Syasa menjawabnya.

   "Syasa habis belajar bareng, ma." Jelas Syasa santai dan suaranya terdengar lembut.

   Aura menghela nafasnya panjang sebelum kemudian melontarkan pertanyaan lagi kepada anak kesayangannya itu.

   "Kenapa nggak kabarin mama? Tadi belajar dimana? Sama siapa saja? Ada ceweknya nggak? Truss tadi bahas apa saja? Selesainya tadi jam berapa? Dan satu lagi kamu tadi nggak belok-belok dulu kan?" Tanya Aura mengintrogasi dengan pertanyaan yang beruntun membuat Syasa mendengus kesal.

    "Yang pasti Syasa minta maaf karena nggak ngabarin mama, tadi hp Syasa lowbat, dan mama tenang aja, Syasa tadi belajarnya ada  Icha trus Naila juga. Oh yaa, tadi Syasa langsung pulang dan nggak kemana-mana." Jawab Syasa tegas tapi masih terdengar lembut dan tidak membentak.

    "Oh yaudah, lain kali jangan gitu lagi ya sayang, mama khawatir." Kini tatapan Aura melembut dan mulai tersenyum.

    "Ma, udah boleh masuk? Syasa capek." Tanya Syasa memelas.

    Aura mengangguk mengiyakan, dan Syasa langsung bergegas masuk karena merasa badannya sudah lengket. Kini menyisakan Bryan yang ditatap menyelidik oleh Aura.

   "Hmm, karena kamu sudah mengantar anak saya sampai selamat, saya berterima kasih. Tapi, saya marah sama kamu karena tidak mengabari saya kalau Syasa pulang telat padahal kamu punya ponsel!" Ucap Aura sarkasme.

   "Ehh, anu.. tante maaf, saya tidak punya nomor tante, jadi saya nggak bisa ngabarin tante." Ucap Bryan ragu-ragu.

   "Kenapa nggak minta sama Syasa, huhh." Aura merasa sedikit dongkol. Kenapa anak muda jaman sekarang tidak berfikir lebih panjang, sedangkan emak-emak sepertinya saja bisa.

    "Lupa tan, hehe."

    "Okee, gapapa saya maafkan. Oh iyaa, karena ini sudah mau Maghrib, dan kamu sudah baik mau mengantar anak saya pulang. Saya tidak akan marah, jadi saya akan mengusir kamu dengan cara halus saja. Silahkan pulang." Ucap Aura sedik menekan pada 2 kata terakhir.

    "I..i..iyaa tante, permisi." Setelah berpamitan dan mencium punggung tangan Aura, dengan seribu langkah Bryan segera bergegas meninggalkan rumah bernuansa putih tapi tetap elegan itu.

                                       ===

    Hujan rintik-rintik yang turun membasahi bumi membuat malam hari terasa sedikit mencekam. Apalagi saat tiba-tiba mati lampu satu kota. Pencahayaan yang samar-samar dari lilin ataupun senter yang ada di rumah orang-orang menambah kesan horor yang membuat bulu kuduk Syasa berdiri.

Bukan Untukku #wattys2019Donde viven las historias. Descúbrelo ahora