Heart Breaking

1K 48 2
                                    

"Shani!" Viny mengejar Shani yang berlari dibelakang panggung. Setelah mengumumkan kelulusan dan pamit ke fans, ia menyusul Shani yang sebelumnya memeluknya.

"Terus aja ngambil keputusan tanpa bicara sama aku." Bisikan Shani dipanggung itu terngiang dikepalanya.

"Nin, liat Shani?" Viny bertanya pada Anin yang berpas pasan dengannya.

"Kayanya langsung ganti baju Ka." Viny mengangguk lalu segera melangkahkan kakinya ke ruang ganti.

"Gre, Shani masih di dalam?" tanya Viny.

"Iya Ka, Cici masih di dalam. Aku duluan ya Ka. Kebetulan udah selesai." Gracia membiarkan Viny menunggu Shani, dan memberi ruang pada mereka berdua. Gracia tau Shani kecewa dengan keputusan Viny terlihat dari sejak di panggung dan dibelakang panggung pun masih menangis.

Sepeninggal Gracia, Viny lebih memilih diam. Menunggu Shani keluar.

Shani keluar dia berusaha tidak kaget saat penglihatannya menangkap visual Viny.

"Shan.." panggil Viny pelan.

"Ada apa?" jawab Shani dingin.

"Dengerin aku." Mohon Viny.

"Ga ada yang perlu didengerin Ka, toh kamu selalu seperti itu kan? Ngambil keputusan tanpa diskusi sama aku." Ucapan Shani mampu membuat Viny terbungkam.

"Oh iya, apa aku masih kamu anggap penting? Ga ya? Mending lepasin aku Ka, aku ga mau nambah sakit."

Viny menggeleng, baginya Shani begitu berharga. Ia selalu berusaha membahagiakan gadis itu, dengan apapun caranya. Meskipun ia tau ada beberapa hal yang membuat Shani kecewa padanya.

"Shan, jangan gini. Kamu sangat berarti untuk aku. Please jangan minta aku buat lepasin kamu."

"Milik kamu atau tidak pun, aku selalu jadi orang terakhir yang tau keadaan kamu. Apa bedanya ha?" Shani membentak Viny. Viny bungkam.

Shani membereskan kostum dan peralatannya. Ia meninggalkan Viny yang tercenung.

Viny kembali ke hotel, kebetulan ia sekamar dengan Tasya. Tidak ada percakapan yang terjadi. Tasya hanya merasa bukan sekarang ia mengajak Viny mengobrol. Tasya hanya memainkan handphonenya dan Viny sibuk dengan pikiran dam musik yang mengalun. Viny memilih untuk memejamkan matanya, ia sangat lelah hari ini.

Sementara dilain tempat, Shani masih terjaga padahal tubuhnya sangat lelah, tidak menyangka hari ini akan tiba. Ia sangat kecewa Viny tidak memberi tau sama sekali. Sesekali air matanya mengalir, ia segera menghapusnya. Gracia dapat melihat dengan jelas air mata Shani yang coba ia sembunyikan.

"Ci.." Gracia mengusap bahu Shani berempati.

"Belum tidur?" tanya Shani berusaha baik-baik saja.

"Cici ga usah pura-pura sama aku. Kalau mau nangis, nangis aja Ci. Aku disini."

Gracia melingkarkan tangannya pada bahu Shani. Rusak sudah topengnya. Shani menangis sesegukan.

"Kenapa Ka Viny terus begitu Ge? Dia nganggep aku apa?" Wajahnya ia tenggelamkan pada bahu Gracia.

Gracia hanya diam mengusap punggung perempuan yang ia anggap kakaknya itu.

"Kenapa dia ga mau ngelepas aku? Aku sakit Gre diginiin terus."

Gracia melepas paksa pelukannya.

"Ci.. jangan gitu, Ka Viny pasti punya alasan tersendiri. Nanti kalau udah tenang, coba dengerin Ka Viny ngomong apa."

"Lebih baik aku ngelepasin Ka Viny biar ga sakit gini." Ucap Shani.

"Jangan ngambil keputusan saat Cici lagi emosi, keputusan yang diambil saat emosi belum tentu jalan terbaik Ci." Sebisa mungkin Gracia menjadi penasehat yang baik untuk Kakaknya itu.

"Tidur sekarang ya Ci. Hari ini kan cape banget." Shani mengambil tissue yang disodorkan Gracia menghapus jejak air matanya.

**

Paginya, Members K3 dan staff pulang menggunakan transportasi pesawat. Tidak ada perubahan yang berarti Shani yang selalu bersama Gracia, setiap Viny mendekati Shani selalu menunjukan gestur tidak nyaman dan menghindar. Perlakuan itu membuat Viny sadar diri, ia tidak bisa memaksa Shani untuk segera membaik.

Dua jam kemudian rombongan K3 sudah sampai di Jakarta. Member berpencar ada yang pulang bareng, atau dijemput. Gracia sudah dijemput keluarganya, Shani sendiri. Jemputannya tidak kunjung datang, ia tak tau ini rencana Viny. Viny sudah meminta izin pada Heni untuk mengantar anaknya saat mau take off dari Surabaya.

Shani berdecak, saat menerima pesan dari Mamanya. Ia pulang bareng Viny? Lebih baik ia segera mencari taksi.

"Kamu mau kemana?" Viny menggenggam tangannya.

"Lepasin."

"Kamu pulang bareng Aku, Tante Heni udah ngizinin kamu pulang bareng aku. Pulang bareng aku ya??" pinta Viny. Viny menggenggam lembut tangan Shani menuntun kopernya ke mobil online yang sudah menunggu mereka.

**

"Kenapa malah ke rumah kamu?" tanya Shani dingin.

"Aku mau naruh koper dulu, gapapa ya?" Tanyanya. Shani hanya diam. Viny terus memupukan sabarnya, untuk selalu tebal dan tidak lelah menghadapi Shani.

Setelah membayar dan mengambil kopernya Viny mengajak Shani masuk ke rumahnya terlebih dahulu. Shani hanya menanggapi dingin.

"Maafin aku Shani." Ucap Viny memulai percakapan. Shani tau pada akhirnya ia kembali ke situasi seperti ini.

"Aku cape Ka, selalu jadi yang terakhir tentang kamu. Apa aku berharga dimata kamu?"

"Kamu berharga Indira, serius. Maaf untuk kesekian kalinya aku ngecewain kamu."

"Kamu sakit aku jadi orang yang terakhir yang tau, waktu kamu mau naik gunung aku yang terakhir tau, skandal itu, juga kelulusan kamu. Nanti apa lagi? Kamu ga ngasih tau kapan tepatnya kamu lulus?"

"Shan aku minta maaf, aku ga mau kamu khawatir, itu aja."

"Ka, aku juga pingin mau jadi yang pertama ngehibur kamu saat sedih, bukan kamu aja yang selalu ada buat aku." Shani kembali menangis.

"Aku selalu jadiin kamu tempat cerita pertamaku, sedangkan Kakak? Kakak ga nganggep perasaan aku?"

Viny menundukan kepalanya.

"Aku sayang Kakak,aku cinta Kakak."

"Izinin aku memperbaiki hati kamu yang retak karena sikapku, izinkan aku buat selalu menjadi pendengar serta pendongeng ceritaku nanti, izinin aku buat dapet kesempatan kedua dari kamu, kamu bersedia memberikannya?"

Shani gamang.

"Aku ga pengen ngelepas kamu Shan, kamu terlalu berharga untuk aku, cuma akunya aja yang kurang ajar mainin perasaan kamu. Kali ini izinin aku untuk menjaga kamu, bukan hanya dari orang lain, tapi bagian dari diriku yang selalu nyakitin kamu. Aku janji akan berusaha terbuka ke kamu, kamu akan tau apapun tentang aku dari mulut aku sendiri."

Sejak kapan air mata Viny luruh, membuat Shani tidak tega untuk membiarkan Viny menangis.

"Selalu bersamaku sampe aku lulus nanti ya? Aku kerja dan dateng ke keluarga kamu. Doain aku."

Shani mengangguk, membawa tubuh Viny kedalam pelukannya.











Ga percaya aku tu:((( tpi emang saatnya generasi satu dan dua lulus.  Semoga Shani ga cepat cepat lulusnya,  takut akutu :((
Maaf kalo ceritanya absurd, emang penulisnya absurd :((

One Shoot Story ShipperWhere stories live. Discover now