Modus

909 54 2
                                    

Aku mengikuti langkah Ari ke parkiran. Beberapa siswa masih sibuk dengan kegiatan eskulnya. Duran dengan tim paskibrakanya. Fahri dengan tim karatenya serta Adit dengan klub majalah sekolah. Juga masih banyak siswa lain dengan kegiatannya masing-masing. Atau yang asyik sendiri main gitar di pojokan sekolah juga ada. Yang menebar bunga-bunga cinta di taman sekolah, di kantin. Di bawah pohon. Di dalam kelas, di teras.

Indahnya masa putih abu-abu.

Ah aku sampai lupa, namu Diah Pratiwi. Aku siswi kelas 3 Sma. Anak Ipa. Udah pasti kalo aku ini pinter nggak ketulungan soalnya aku rutin ikut olympiade sains walo cuma sampek tingkat kota.

Hiks ngebanggain diri sendiri. Istiqfar dong, Dee. Sadar!! Sadar!!!

"Muka kok dilipet aja, Dee?" suara Ari membuyarkan lamunanku.
"Eh.. iyah..."
"Tadi nasi buat siapa? Kok aku liat kamu makan lagi di mushola???"
"Eh. Itu... itu... bu..--at pak Danis," jawabku terbata.
"Pak Danis? Oh... guru fisika yang baru itu yah?"
"Iyah.."

Ari menyodorkan helm kepadaku. Aku segera naik ke motornya. Wajahnya tampak datar-datar saja.
"Pegangan, biar nggak jatuh,"
"Nggak .. tenang ajah," jawabku takut-takut.

Saat kami keluar gerbang sekolah, aku melihat pak Danis berkancak pingang di pinggir jalan. Aku segera bersembunyi di belakang Ari. Mendekatkan kepalaku ke bahunya. Kulihat, sekilas di kaca spion, seutas senyum ada di wajahnya.
Yah salah sangka deh dia.

Ari sedari dulu selalu memaksaku untuk mau diantar pulang. Segala cara dicobanya, hatiku bergeming. Tak pernah sekalipun mau dia mengantarkanku pulang. Tapi kali ini, aku kepepet. Ah biarlah... lagi pula perutku sakit karena telat makan.

Kuperbaiki dudukku agar Ari tak salah sangka. Dia sebenarnya sih cukup tampan. Namun, ada seorang gadis yang tergila-gila padanya. Aku tak mau disebut tukang tikung. Walau, sebenarnya aku ini ....

Kami sampai di rumah. Aku segera turun dan mengembalikan helm Ari.

"Besok aku jemput yah?"
"Eh nggak usah besok aku naik sepeda ajah."
"Yah.. Diah, kebiasaan suka banget nolak kebaikanku," protesnya.
"Maaf, Ri!"
"Ya udah, deh,"

Ari segera memacu motornya.
"Eh tunggu!!!"
"Kamu berubah pikiran?" Ari sangat antusias melihat ke arahku.
"Eh bukan. Besok ngumpul di perpus ya? Disuruh Pak Danis."
"Oh.. OsN ya?" jawabnya tampak kecewa.
"Iyah...,"
"baeklah besok aku bawa Dira."
"Ok."
"Assalammualaikum..."
"Wa'alaikum salam warohmatullohi wabarakatuhuu..."

...

Aku memasuki halaman rumahku. Sebuah rumah besar bergaya kuno. Rumah ini punya 3 kamar dan 2 lantai. Aku memilih tidur di lantai atas. Alasannya sih karena ada balkon, jadi kalau mau lihat cantiknya langit malam cuma tinggal buka horden saja.

Aku tinggal sendirian, sementara Papa dan Mama tinggal di rumahnya yang lain. Mama dan Papa tentu tidak mau membiarkan aku tinggal sendirian. Sudah entah berapa banyak satpam yang ditugaskan untuk menjagaku.

Namun, baru juga seminggu mereka sudah lari kocar kacir. Katanya rumahku berhantu. Bodo amat. Pokoknya aku tenang dan tentram tinggal sendirian.

Setiap seminggu sekali Kak Wita datang, menjengukku. Rumahnya tak jauh dari sini. Dia sudah berkeluarga dan memiliki 2 orang anak laki-laki. Sementara Mama kadang 3 hari sekali mampir. Kadang dia mengirimkan makanan. Kadang dia ikut nginap.

Apa nggak sepi tinggal sendiri?

Buatku sih... aku merasa tenang dan nyaman. Aku bisa melakukan apa pun yang aku mau.

Susu kotak rasa strowberryOù les histoires vivent. Découvrez maintenant