Malam ini hujan begitu lebat, aku diam merenung disebuah kafe hotel sambil menatap jendela besar disampingku. Pikiranku menguras seluruh atensi otakku hingga kini yang ku lihat hanyalah bayangan-bayangan yang membuatku sesak.
Aku masih begitu ingat ketika dia masuk ke dalam kamar hotel bersama pria lain. Tak terasa rahangku mengeras dengan tangan terkepal kuat. Lalu keesokan harinya aku malah harus melihat dia kencan di restauran mewah bersama laki-laki itu kembali.
Pikiranku langsung menemukan titik terang. Ya, pasti mereka punya hubungan.
Aku segera berdecih lalu memalingkan wajahku ke arah meja dan menyeruput kopiku. Kini aku malah dibuat merenung kembali.
Memangnya apa? Apa yang harus ku lakukan sekarang? Menangis meraung-raung? Sial, tidak mungkin aku melakukannya.
Aku berdecak lalu menaruh kembali gelas ditanganku ke atas meja sambil hatiku diam-diam memutuskan hal penting. Ikuti alurnya, sampai kau menemukan titik terang di depan sana.
Aku kembali menyeruput kopiku sampai habis lalu berdiri setelah itu membayar dikasir.
Bersikap tidak tahu apa-apa, itu lebih baik untuk sekarang. Aku tak mungkin menyakiti siapapun lagi dengan sikap kasar sialan yang ku punya.
Kakiku terus berjalan menuju lift, sedikit terperanjat saat menemukan orang asing didalam yang kini tengah menatapku. Mataku memicing menatapnya dari atas ke bawah lalu berdecih, laki-laki itu... ck, sialan.
Dengan aura dingin yang ku keluarkan aku segera melangkah masuk menuju lift lalu menerima telpon saat handphoneku bergetar.
"Halo Jim?"
"Kau ada dimana?"
"Di lift, aku hendak menuju kamarku sekarang. Ada apa?"
"Perjalanan bisnismu sudah selesai, jadi malam ini aku akan mengurus kepulangan kita ke Korea. Bagaimana? Apa boleh?"
Aku terdiam sejenak lalu melirik laki-laki disampingku dengan sorot mata tajam, sekarang nada suaraku berubah menakutkan. "Jangan dulu.. aku harus memata-matai sesuatu disini, ada hal busuk yang perlu ku perhatikan"
"Mata-mata? Hal busuk? Maksudmu?"
Aku mengabaikan pertanyaan Jimin lalu memutuskan sambungan telpon dan menyimpan handphoneku ke dalam saku celana. Aku segera berkata dengan nada pongah. "Apa masalahmu?"
Laki-laki itu menaikan sebelah alisnya dengan raut wajah bingung. Aku berdecih melihatnya setelah itu segera menjaga jarak. "Lakukan apapun sesukamu, kau tak akan selamat jika macam-macam"
"Seharusnya aku yang bertanya, apa masalahmu?" sekarang dia balik bertanya dengan nada luar bisa menjengkelkan.
"Ya... aku punya kelebihan membaca seseorang, jadi tak usah mencoba menutupi sesuatu" aku terkekeh sarkas "kebusukanmu sudah terbaca saat pertama kali mataku menatap wajah sialanmu itu. Kelakuan dan wajahmu sama-sama busuknya"
"Ku tanya sekali lagi, apa masalahmu huh? Bajingan?" aku merasa puas saat kini dia berhasil terpancing emosi. Aku segera keluar dari lift lalu tiba-tiba dibuat mematung saat mataku terkunci pada kilat emerald yang membuat dadaku berdegup kencang. "Sayang..." dan aku harus dibuat panik saat ia hendak melengos pergi namun aku segera menahan tangannya. "Jangan pergi dulu, Jeon"
Mataku memicing tajam saat laki-laki yang ada dalam lift tadi kini berdiri disamping Jungkook, dadaku bergemuruh tak suka saat ia menatapku rendah lalu memandang Jungkook dengan tatapan penuh afeksi. Sialan, sepertinya memang punya hubungan.
"Ayo.. ini bukan lantai tempat perjanjian kita, baby"
Alisku menukik tak suka saat mendengar laki-laki itu berkata sedemikian bajingannya pada Jungkook-ku. Rahangku mengeras lalu hendak menyumpahi laki-laki itu namun aku harus dibuat terkejut saat Jungkook melepaskan peganganku, setelah itu ia masuk ke dalam lift bersama laki-laki itu.
Aku mendesah stress lalu menyugar rambutku, tanganku berkacak pinggang sambil gigiku menggigit bibir bawah. Aku kelewat khawatir dengan apa yang akan mereka lakukan nanti. Sialan.. aku harus melakukan sesuatu. Dia Jungkook-ku. Dia adalah Jeon Jungkook-ku. Tak boleh ada yang memilikinya selain aku.
Aku segera masuk ke dalam lift kembali lalu mengumpat kasar saat laju lift ini terasa begitu lelet seperti keong sialan. Bibir ku berdecak beberapa kali karena hatiku sungguh tak tenang memikirkan akan kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi. Aku bersumpah akan menghancurkan siapapun yang berani menyentuh Jeon Jungkook-ku. Aku akan membuat hidupnya tak tenang jika ia berani memiliki Jungkook kesayanganku. Jungkook milikku, hanya milikku seorang.
Kakiku segera melangkah cepat keluar lift lalu berlari-lari dengan kepala celingukan. Dan mataku harus menajam saat melihat laki-laki sialan itu mempersilahkan Jungkook masuk ke dalam kamar yang aku yakini telah dipesan bersamaan rencana asusila yang akan ia lakukan. Bedebah, ini benar-benar tak bisa dibiarkan.
Aku segera mendobrak pintu lalu langsung menyerang laki-laki itu dan memukulnya brutal. Aku harus membuatnya kapok hingga otak kecilnya sadar untuk tidak macam-macam dengan milikku.
Kini aku mencengkram kerah kemejanya dengan tangan gemetar karena gejolak emosi yang ku rasakan. "Apa yang akan kau lakukan pada milikku huh? Bermimpi ingin menyentuhnya? Mati saja kau sialan!"
Bugh!
Aku menghajar perutnya hingga ia terbatuk lalu segera membantingnya ke lantai. Disaat aku akan menghajarnya kembali tiba-tiba saja tubuhku ditahan lalu dijauhkan dari laki-laki sialan itu. Dahiku mengernyit bingung saat merasakan hal aneh, kenapa bisa ada banyak tangan yang menahan tubuhku?
Dan aku harus tersentak kaget saat melihat ada beberapa orang berpakaian formal, juga dibuat kebingungan saat mataku menatap ke sekeliling. Ini... Ruang meeting.
Hingga kemudian mataku memokus pada sosok Jeon Jungkook yang berdiri tak jauh dariku, alisku menukik tak suka saat kini ia menatapku seolah-olah aku adalah narapidana yang kabur dari tahanan.
"Maafkan saya atas kekacauan ini, saya benar-benar tidak menduga akan ada si gila bar-bar yang akan menghancurkan rapat kita kali ini. Sekali lagi, mohon maafkan saya atas kekacauan ini..."
Apa-apaan ucapan Jungkook barusan? Si gila bar-bar? Yang benar saja...
Namun belum sempat aku melayangkan protes tubuhku sudah diseret keluar oleh Jungkook, dan aku merasa marah saat kini Jungkook menatapku dengan tatapan cemooh. Ia mendesah kasar sambil mengeleng-gelengkan kepalanya dengan ekspresi tak minat setelah itu ia segera masuk ke dalam ruangan kembali.
Aku terpaku, hingga tak lama kemudian tanganku mengepal dengan rahang mengeras. Sialan! Apa-apaan itu tadi?! Aku benar-benar merasa terhina diperlakukan seperti itu olehnya!
Namun akhirnya wajahku berubah menyendu.
"Kau telah berubah, Jungkook"
-To Be Continued-
KAMU SEDANG MEMBACA
My Husband and His Girlfriend 2 [BXB]
FanfictionBerputar, lalu berkesinambungan menjadi satu. Inilah kisah cintaku. Warning! Boyslove Story!