Chapter 01

25.9K 1.7K 126
                                    

"Siapa yang suruh kamu berhenti? Cepat lari lagi, masih ada 3 kali putaran!"

Amora membungkuk, menumpukkan tangannya pada lutut berusaha menetralkan deru nafasnya yang semakin tak terkendali.

Kesialan baru saja menimpa Amora. Ia terlambat masuk kelas 10 menit setelah bel dibunyikan. Harusnya itu masih ditoleransi, tapi tidak ketika jam pelajaran pertama adalah guru berwatak keras seperti pak Sabri. Amora sudah memohon untuk dilepaskan, tapi sayangnya guru terkenal killer itu bersikeras menghukum Amora.

Amora lelah, pak Sabri memang guru yang kejam. Rambut yang sudah Amora catok dari jam 5 tadi harus rusak akibat terkena keringat dan aroma matahari.

"Amora Nafisya!" seru pak Sabri geram. Dari pinggir lapangan, guru berbadan tambun itu menatap Amora penuh kemarahan.

Amora menyengir kaku, ia masih mencari cara agar pak Sabri meninggalkannya sendiri di lapangan. Dengan cara seperti itu Amora bisa kabur dari hukuman.

"Pak, kan saya udah lari 5 putaran. Diskon kali pak, saya capek. Nanti kalau saya pingsan emang bapak mau bawa saya ke UKS?" Amora mulai berakting dramatis.

"Jangan banyak alasan. Diskon-diskon, emang kamu pikir baju obral. Jangan coba merayu saya."

"Idih siapa juga yang mau ngerayu bapak. Sekali putaran?"

"Gak!"

"Setengah putaran?"

"Gak Mor-"

"Bersihkan sel kulit mati dan kotoran. Tar putar di wajah, bilas! Multivitamin!" Amora bernyanyi sembari menirukan gaya iklan yang ia lihat di telivisi.

"Amoraaaaa!"

"Siap pak!" Amora memberi hormat lantas melanjutkan hukumannya.

Cuaca semakin panas, Amora melihat jam yang melingkar di pergelangan tangan kirinya menunjukkan pukul 07.45.

Masih ada 3 putaran. Rasanya Amora sudah tidak sanggup lagi. Tapi ia berusaha memaksakan diri. Apalagi melihat tatapan tajam pak Sabri membuat nyali Amora semakin menciut.

"Aduh pusing," keluh Amora meremas kepalanya. "Gak boleh pingsan!"

"Ayo semangat, Mora. Jodohnya Jaehyun nggak boleh lemah!" ujar Amora menyemangati dirinya sendiri.

Amora menambah kecepatan larinya. Ia bisa merasakan seragamnya basah karena keringat. Langkah kaki Aurora semakin melambat, kepalanya menengadah menahan sesuatu yang akan keluar dari hidungnya.

"Pake mimisan lagi, nggak tau tempat banget," gerutu Amora meringis sakit. "Haduh, pingsan nih gue pingsan."

Badan Amora terasa limbung, namun seseorang menahannya dari belakang.

"Ale!" pekik Amora.

Alegra hanya menatap Amora datar, tanpa meminta persetujuan Amora ia langsung mengangkat Amora kemudian meninggalkan lapangan.

Amora memberontak, rasa pusing yang semula ia rasakan seketika menghilang. Pak Sabri terus meneriaki Alegra untuk tidak membawa pergi Amora tetapi Alegra mengacuhkannya.

GamonWhere stories live. Discover now