Chapter 03

12.3K 1.4K 601
                                    

Jejaknya jangan lupa...

Happy reading ❤️

Amora menghembuskan nafas pelan, ia menutup bukunya lalu menggaruk rambutnya, bingung.

Fokus Amora benar-benar terpecah. Ia bahkan tidak bisa mengerjakan satu soal pun karena terus memikirkan Alegra. Tidak, ini tidak seperti yang dipikirkan. Amora memikirkan Alegra bukan karena hal lain. Tidak ada sesuatu yang penting mengenai Alegra, yang notabenenya saat ini statusnya hanya sebagai mantan kekasih. Mungkin penting, tapi itu dulu.

Sudah hampir setahun setelah Amora dan Alegra memilih berpisah. Dan itu semua karena keinginan Alegra. Dulu, cowok itu selalu bersikap dingin dan cuek kepada Amora. Lebih sibuk dengan urusannya sendiri, meskipun begitu Amora masih sabar menghadapi sifat Alegra, menganggap semua sikap Alegra kepadanya adalah hal yang lumrah dan biasa.

Tapi nyatanya, seiring berjalannya waktu rasa sakit itu mulai hadir. Amora mulai merasa apa yang ia lakukan untuk terus berada di samping Alegra adalah hal yang sangat percuma. Dan benar saja, Alegra yang memutuskan hubungan disaat Amora tidak melakukan kesalahan apapun.

Kecewa? Tentu saja. Bahkan rasa sakit itu masih membekas jelas diingatan dan hati Amora. Amora tidak bisa berbohong, jika saat ini dia membenci Alegra.

"Mora."

Amora berbalik badan, melihat Vina-mamanya memasuki kamar membawa satu paper bag berwarna pink.

Tanpa Amora tanya pun tahu pasti paper bag itu pemberian dari Alegra.

"Ini ada donat sama cookies kesukaan kamu," ujar Vina meletakan paper bag di atas meja belajar Amora.

Amora menatap malas barang di depannya. Berkali-kali Amora sudah memperingati Alegra agar tak mengirimkan barang apapun kepadanya, tetapi cowok itu begitu keras kepala.

"Kok kayak nggak suka gitu?" Vina tersenyum, merangkul bahu Amora. "Kalau dikasih sesuatu itu harusnya senang. Bilang terimakasih dong sama Ale."

"Nggak," sahut Amora cepat.

"Nggak boleh gitu, niat Ale udah bagus. Masa kamu tolak kayak gitu."

Amora berdecak, ia membuang muka seraya melipat tangan di depan dada. "Mora bakalan bilang terimakasih asalkan orang itu bukan Ale."

Vina mengusap bahu putri semata wayangnya itu lembut. Sebagai ibu, Vina memahami betul isi perasaan Amora. Bahkan Vina tahu bagaimana rasa ketidak sukaan Amora kepada Alegra. Tapi sebisa mungkin Vina mengajarkan Amora agar tidak menaruh rasa benci terhadap seseorang. Apalagi dengan Alegra.

"Kenapa mama suka terima barang dari Ale? Mama udah tau kalau Mora nggak suka."

"Mora," panggil Vina dengan nada menegur. "Kamu boleh nggak suka sama Ale, tapi jangan ditunjukkan secara terang-terangan."

"Mama nggak tau gimana tengilnya dia. Mora sering dibully sama pacar Ale, gara-gara Ale sering deketin Mora di sekolah," ujar Amora menggebu-gebu.

Vina tertawa "iya tau, tapi Ale juga sering nolongin kamu, kan?"

Amora tercengang, bisa-bisanya mama-nya menanggapi dengan santai. Bahkan menganggap Alegra seperti seorang pahlawan.

GamonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang