Surat Kedelapan Belas

64 11 9
                                    

Teruntuk Marc Márquez, yang saat ini tidak lagi sendiri.

Marc, jujur aku terkejut mendengar akhirnya kau menemukan seseorang yang bisa mengisi hatimu yang lapang itu. Aku tidak marah. Untuk apa? Toh aku bukan siapa-siapa. Hidupmu juga bukan tergantung bagaimana mauku. Juga, aku tidak akan berhenti mendukungmu hanya karena kau sudah memiliki kekasih.

Kau manusia, Marc, kau memiliki hak untuk hatimu, hidupmu. Aku mengerti, dan kau juga tidak bisa pura-pura tidak tahu, kalau banyak di antara penggemarmu yang tidak menyukai perubahan statusmu yang sekarang. Apa pendapat mereka penting? Iya, tapi bukan berarti mereka juga bisa mengatur hidupmu.

Aku senang bagaimana kau bertindak tentang hal itu, Marc. Kau meminta mereka tetap yakin padamu, terus mendukungmu, dan juga tidak khawatir soal performa balapmu. Yang tidak aku suka adalah mereka. Penggemarmu, yang merasa seperti manusia paling sempurna, dan dengan mudahnya menghina kekasihmu. Seolah-olah mereka yang jauh lebih baik, seperti mereka paling cantik bahkan bidadari tidak mampu melampauinya. Aku tahu, mereka hanya sedang cemburu. Aku sadar, mereka hanya sedang tidak terima, kenapa harus Lucia yang berada di posisi itu, bukannya mereka. Mereka terlalu keterlaluan.
Aku pun demikian, keterlaluan menilai mereka. Aku sama seperti mereka. Sama-sama menggemarimu. Hanya saja, aku dan mereka berada di fase yang berbeda. Aku menyadari, bahwa aku pun pernah di fase seperti mereka. Menggemarimu begitu dalam, sampai sulit membedakan apa itu hanya kekaguman atau sudah menjadi perasaan cinta yang terlalu dalam.

Aku pernah mengalaminya. Namun, kini aku telah sadar, Marc. Tahu siapa aku, dan siapa dirimu. Terlalu banyak perbedaan yang membuat Tuhan tidak ingin mempersatukan kita. Belum lagi Tuhan yang kita yakini berbeda. Lihat, kan, perbedaan kita sudah tidak terukur seperti itu. Karena itulah aku sadar diri. Perasaanku cukup sampai di sini. Pada batas menjadi penggemarmu, tidak perlu lebih, agar sakit hati yang kurasakan juga tidak terlalu dalam dan mudah disembuhkan.

Ah iya, aku juga ingin menyampaikan beberapa hal tentang Lucia. Marc, aku sungguh tidak tahu banyak tentang dia. Tentu saja, pasti kau yang lebih memahami soal itu. Aku hanya ingin menyampaikan apa yang aku lihat tentang sosoknya.

Lucia cantik. Tentu saja. Dia juga begitu manis. Nilai lebihnya, dia terlihat nyaman ketika bersamamu. Dia menerimamu, walaupun aku yakin dia juga merasa terganggu dengan komentar jahat tentang dirinya yang dikatakan penggemarmu. Itu memang sudah risiko. Bahkan menjadi penggemarmu juga mengandung efek samping, apalagi menjadi kekasihmu. Lahir dan batin harus memiliki kekuatan tak terbatas.

Aku berharap Lucia tidak menyerah denganmu. Aku ingin kau dan dia menikmati waktu yang kalian habiskan, dan kau juga tetap memberikan yang terbaik untuk karier balapmu.

Yang aku inginkan adalah kebahagiaan untuk kita. Iya, kita. Kita dalam artian aku dan kau yang tidak menjadi satu. Kita yang bahagia dalam garis hidup kita sendiri. Aku yakin, kelak aku juga akan menemukan sosok yang juga akan mengisi hatiku. Mungkin yang sekarang memang giliranmu lebih dulu, Marc. Aku tidak apa-apa. Jomlo sudah biasa sendiri. Kau tahu itulah, Marc, kau juga pernah berada di posisi itu.

Marc, walaupun kau tidak lagi sendiri, aku akan tetap menulis surat-surat ini. Surat yang hanya aku tulis, tidak pernah benar-benar aku kirimkan. Aku hanya berharap Tuhan-ku tahu, dan Dia dengan penuh kasih sayang mau mengabulkan doa-doa yang aku selipkan di dalamnya.

Teruslah berbahagia untuk kita, Marc.

Lagi-lagi, kita. Kita yang artinya sama dengan aku dan kau yang bersama menjalani hidup masing-masing.

Dari yang menyayangimu


Nisa F

Surat-surat Untuk Marc MárquezTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang