Part 6

1.4K 130 178
                                    

"Naya punya temen?, orang dingin gitu kok!" Kata sofia dengan rasa tak percaya.

"Iya, gue gak bercanda. Baru aja kemarin dia temenan sama Rivan ganteng, terus sama si Yani yang so baik ituloh" Balas Nida yang melihat Naya dikantin saat itu.

Naya yang berada dikelas, tentu saja mendengar desas desus obrolan mereka. Dan dengan tanpa ragu menghampirinya.

"Lo ngomong apaan? Ngomongin gue?" Tanya Naya tanpa ragu.

"Apasih Nay, geer amat kita gak lagi ngomongin lo kok." Elak Sofia dengan wajah tak berdosa.

"Gue gak budeg." Kata Naya membalas ucapan Sofia tanpa ragu.

Sofia tampak emosi, dan ingin membalas ucapan Naya lebih banyak. Tapi teman-temannya menahannya.
Sehingga Sofia hanya bisa terdiam.

"Lo kaya gak tau Naya aja. Si Naya kan kesayangan guru. Jangan cari masalah sama dia." Ujar Nida sambil menarik tangan Sofia.

Naya yang melihat Sofia digusur keluar oleh teman-temannya sedikit mengernyitkan kening, lalu kembali lagi duduk dibangkunya.

"Bener juga, kesel gua lama-lama. Gue juga pengen disayang Guru." Kata Sofia seraya melangkahkan kakinya penuh emosi.

"Lo harus pinter dulu." Kata Nida.

"Ngarti gue juga, jajan yuklah? Jam pertama masih 10menittan lagi." Jawab Sofia.

"Yukk!." Saut teman-temannya yang lain.

Naya duduk dibangkunya ditemani Yani. Kebetulan Bayu dan Rivan belum datang, jadi Yani bisa duduk disebelah Naya. Biasanya laki-laki memang selalu datang mepet, dan yang perempuan datang lebih awal.

"Kengapa?" Tanya Yani seraya menyuap roti kemulutnya dan tetap berbicara dengan mulut penuh.

"Ngomongin kita." Jawab Naya seraya membuka buku pelajaran.

"Gibah teros ya mereka?" Ucap Yani dengan senyum miring.

"Iya, tapi gak tau kemana tuh sekarang." Kata Naya dengan pandangan kearah buku yang ia baca.

"Mana berani mereka sama kamu, apalagi udah terciduk langsung." Ucap Yani, seraya menyuap lagi roti kemulutnya.

Naya tersenyum tipis dan tetap serius membaca.

"Mau roti keju gak?" Yani menawari Naya dengan menyodorkan misting makanannya kearah Naya.

"Makasih, tapi gue gak suka keju." Jawab Naya seraya melihat kearah Yani sejenak.

"Terus lo sukanya apa?" Tanya Yani.

"Naya suka cokelat." Jawab Bayu yang tiba-tiba berjalan kebangku mereka.

"Aih ngagetin, kapan dateng?" Ucap Yani dengan menutup misting makanannya. Lalu memperhatikan Bayu yang sedang menatap Naya.

"Barusan." Jawab Bayu.

"Btw, kok lo bisa tau Naya suka cokelat?" Tanya Yani penasaran.

"Gue tau banyak tentang dia." Kata Bayu.

Yani terdiam mendengarnya.
"Apa lo tau sedikitnya tentang gue Bay?" Pikir Yani.

"Lo kebelakang! Gue mau duduk disebelah Naya." Suruh Bayu ke Yani yang dibalas senyum olehnya.

Yani beranjak dari bangku dengan membawa mistingnya. Naya memasang wajah kesal, tak suka Yani diperintah begitu. Ia menahan tangan Yani agar tetap bisa duduk.

"Lo disini aja." Kata Naya sedikit memohon.

"Gue mau beresin bangku gue, banyak kertas berserakan soalnya." Kata Yani seraya melepaskan tangan Naya. Ia lebih mengerti perasaan Bayu, jadi lebih baik baginya membiarkan mereka bahagia.

"Yaudah." Lirih Naya menghembus nafas pasrah.

"Nay?" Sapa Bayu seraya menatap Naya.

Naya hanya melihatnya dengan ekspresi datar, lalu tetap fokus membaca.

"Lo tau gak hari ini hari apa?" Tanya Bayu seraya menatap Naya.

"Rabu" Jawab Naya dengan nada sinis.

"Kok Rabu? Yang bener hari ini kamu cantik!" Kata Bayu dengan sedikit tertawa.

"Ckck, ekhem." Goda teman-teman sekelas yang lain.

Naya tersenyum sinis, Sedangkan Bayu menunggu Naya bicara. Berharap Naya baper lalu merespon dengan ekspresi senang, tapi yang didapatkan Bayu sebagai jawaban justru ekspresi datar.

"Ppffttt" Teman-teman Bayu tampak menahan tawa. Kasian karena Bayu terbiasa terabaikan.

"Tau gak Nay si Bayu kemarin megang tangan cewek? Deket banget sumpah. Pacarnya keknya." Kata Rendi dengan tertawa kecil.

Naya memasang ekspresi heran, karena yang ia tau Bayu jarang dekat dengan cewek lain. Kalaupun diluaran, ia hanya melihat dia dengan teman-teman club basketnya.

"Ish Fitnah lo bro, jangan ngomong gitulah depan Naya gue. Gue mana punya pacar, sedangkan yang ada dihati gue cuma Naya." Kata Bayu dengan nada bicara serius.

"Terus ngapain lo pegang tangan cewek pas mau pulang kemarin?" Ucap Rendi yang diakhiri dengan gelak tawa teman-teman Bayu yang lain.

"Beneran dah, gue kira itu Naya. Makanya gue tarik tangannya supaya noleh, ternyata bukan jir." Kata Bayu memelankan notasi bicaranya, sehingga terkesan sabar.

Naya hanya tersenyum tipis, lalu sibuk lagi membaca bukunya.

"Emang ada oranglain yang mirip gue disekolah ini?" Tanya Naya penasaran. Pertanyaan Naya tiba-tiba spontan membuat suasana menjadi hening.

"Keknya enggak deh, face lo tuh limitid edition kata gua." Kata Rendi dengan memecah keheningan sesaat.

"Emang." Saut Bayu.

"Terus kenapa lo bisa ngira itu gue?" Tanya Naya dengan serius. Bayu hanya menatap Naya. Dia diam memperhatikan, menimbulkan kepenasaran Naya.

"Kenapa?" Tanya Naya tak sabar.

"Kenapa?" Tanya Bayu lagi, ia mencoba menggodanya.

"Ish jawablah." Kata Naya sebal. Ia malu ditatap begitu.

"Haha, ya karena gue kepikiran lo terus... jadi gak sadar, gue pikir cewek yang gue liat itu lo." Jawab Bayu.

Naya menggeleng kecil kepalanya sambil tersenyum.

"Gak tau kenapa lo selalu ada dipikiran gue, jadi suka gak fokus aja ngebedain..." Kata Bayu.

"Ngebedain?" Tanya Naya.

"Ngebedain lo itu kenyataan atau sekedar angan-angan." Jawab Bayu.

"Ekhem" Goda teman-teman sekelasnya.

"Berisik kalian." Ketus Bayu, sehingga mengundang tawa mereka.

"Assalamualaikum." Kata pak satpam sambil mengetuk pintu kelas. Spontan semua murid dikelas mengalihkan perhatiannya.

"Waalaikumsalam." Saut semua orang dikelas bersamaan.

"Ada surat dari Rivan. Anak kelas ini kan?" Tanyanya.

"Iya pak, benar." Jawab Rendi.

Pak satpam itu memberikan surat yang beramplop itu ke Rendi lalu berlalu pergi.

"Rivan kenapa gak masuk?" Tanya Ardi.

"Gue gak tau, gue buka dulu." Jawab Rendi seraya membuka amplop suratnya.

"Rivan kenapa?" Tanya Naya.

"Disini sih tertera sakit." Jawab Rendi.

Naya terdiam dan berusaha terlihat biasa saja. Padahal sebenarnya ia cemas dan khawatir. Ia memang terbiasa sendiri, tapi saat Rivan tak ada rasanya ada yang hilang.

"Rivan sakit? Kirain udah baikkan kemarin." Ujar Yani.

***

Hallo semua, Mau dinext gak?

Makasiih buat kalian yang udah baca cerita aku, jangan lupa Vote dan komen yaa♡

Ratu DinginWhere stories live. Discover now