#4 Gangguan

3.7K 580 49
                                    

-Vio-

🍓🍈🍏

Dalam dua minggu ini perempuan muda bernama Frannie yang katanya istri komandan peletonnya Agus sering beli sop buah atau jusku. Kadang sendiri, kadang bersama orang lain. Tapi seringnya bersama Agus atau malah Agus sendirian.

Memang tidak setiap hari sih. Tapi cukup sering. Dan entah kenapa aku merasa sedikit aneh.

Saat kuceritakan pada Mas Taufan yang kebetulan beli jus untuk istrinya sepulang dinas, ia malah tertawa.

"Enak dong. Dagangannya laris." Katanya.

Aku mengangguk pelan. "Alhamdulillah iya sih. Cuma aneh aja."

"Apanya?"

"Kayak tiba-tiba gitu..." sejujurnya aku curiga ada sesuatu.

Mas Taufan tertawa lagi. "Dantonku dan istrinya memang gitu kok. Mereka orang ramah. Mereka juga ada bakso langganan. Kalau kata Danton sih istrinya itu memang suka ngemil."

Aku melotot kaget. "Tapi nggak gemuk?"

Mas Taufan tertawa. "Khas perempuan ya?"

Setelah bayar, tentara muda itu pulang masih sambil tertawa. Awalnya aku bisa dibilang tidak suka melihatnya saat diperkenalkan. Aku cukup punya trauma juga dengan orang berseragam doreng terutama hijau.

Bangkrutnya Papi betul-betul menghancurkan semuanya. Tapi mungkin dasarnya Mas Taufan orang baik sehingga mampu menepikan rasa tak sukaku.

Tapi kenapa harus bertemu lagi dengan Agus?

"Ngelamun aje, Neng? Kesambet loh."

Aku menoleh dengan cepat mendengar logat Betawi yang khas. Agus.

"Apa?" Tanyaku datar.

Agus tersenyum. Manis. Apaan coba? "Jus apel ya satu."

Aku mengernyit. Tumben satu?

"Itu saya sendiri. Ibu Francesca lagi nggak nitip." Terangnya seperti bisa membaca pikiranku sendiri. "Dan ini bakso buat kamu. Maunya saya sih makan bareng tapi kamu mau tutup istirahat kan ya?" Ia meletakkan sekresek bakso di atas gerobak.

"Makasih." Jawabku lirih sambil membuat jus pesanannya.

"Vi, kamu ada liburnya nggak?" Tanya Agus.

Ini lagi. Setiap memanggil selalu "Vi" bukan Vio.

"Nggak ada. Kalau libur aku nggak makan." Tidak sepenuhnya bohong juga.

Agus tampak kaget dengan ekspresi prihatin.

"Nggak usah pasang tampang gitu! Aku memang menyedihkan! Masalah buat kamu?" Ketusku. "Sekarang aku memang miskin itu kenyataan!"

Agus terperangah dan tampak merasa bersalah. "Maaf. Saya tidak bermaksud begitu..."

"Sudahlah." Kataku lelah. Setelah jusnya jadi segera kuberikan padanya. "Nggak usah bayar. Anggap gantinya bakso." Ketusku.

Agus terperangah dan tampak terluka. "Saya ikhlas kok." Ia meletakkan selembar uang dua puluhan lalu berlalu begitu saja.

Melihat gurat terluka di wajahnya membuatku tertegun sampai lupa memberinya kembalian. Mengejarnya pun tak sempat karena motornya terlanjur menjauh. Membuatku hanya mampu memandangi uang dua puluh ribuan itu.

Entah kenapa perasaanku tak enak. Segera kukantongi uang tersebut di tempat yang berbeda dari uang dagangan. Setelah itu kubereskan semuanya dan pulang.

💕💕💕

Sejak hari itu aku terus menunggu Agus untuk mengembalikan uangnya tapi nihil. Jangankan Agus, para tentara yang tak kukenal yang biasa diminta Mbak Frannie atau bahkan Mbak Frannie sendiri pun tak tampak batang hidungnya.

Agustus CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang