Part 17
‘Ada yang lain dirimu. Atau, apakah aku sudah ... ah, tidak! Aku saja yang berlebihan. Mataku benar-benar sialan. Mengikuti kemana saja kamu melangkah tanpa diperintah. Mulai sekarang, sepertinya aku membutuhkan kacamata.” (Garin Nugraha)
***
“Ada saran nggak, Rey? Apa yang bisa aku berikan untuk gadis itu sebagai ucapan terima kasih?”
Kami duduk berhadapan di sofa ruang kerjaku sore ini. Keadaan kami sebenarnya sedang tidak begitu baik. Saham perusahaan semakin hari semakin menurun. Satu dua perusahaan yang awalnya setuju bekerja sama, tiba-tiba memutuskan kesepakatan sepihak. Kami hampir kehabisan cara untuk mencegah semua menjadi lebih buruk. Seluruh karyawan kuperintahkan bekerja lebih keras dan teliti. Namun, tak memberikan efek baik sama sekali. Meski sebenarnya sudah tahu tangan siapa dibalik semua ini, tetapi aku masih enggan untuk menemuinya. Dan entah kenapa, di saat-saat seperti sekarang ini, mengingat gadis itu justru membuatku sedikit lebih tenang. Setidaknya, ada hal lain yang mengalihkan pikiranku dari urusan perusahaan.
Pria yang hobi memakai jas warna navy di depanku tersenyum tipis. “Nggak salah, nih. Don Juan meminta saran sama yang amatir? Garin itu biasa meluluhkan hati banyak wanita. Ngapain nanya orang lain gimana caranya.” Kata-katanya seperti sindiran. Sialan ini orang.
“Tapi Azalea berbeda,” jawabku pelan sambil menatap ke depan, ke arah pintu warna cokelat tua yang tertutup.
“Betul sekali," jawabnya cepat. Kemudian menyugar rambutnya yang tidak gondrong sama sekali. Rey memang hampir selalu berambut rapi dan pendek dari pertama kali kami kenal di bangku SMA dulu. Bukan sepertiku yang sempat memanjangkan rambut saat kuliah. “Azalea adalah cerminan kesederhanaan dan keistimewaan. Layaknya sebuah intan,” lanjutnya lagi. Tak sadar siapa yang diam-diam dipuji di dalam kalimatnya. Dia ... istriku. Bagaimana pun dia adalah perempuanku. Sial! Apa-apaan ini. Kenapa tiba-tiba melihat Rey diam layaknya orang yang sedang membayangkan sesuatu, aku jadi kesal. Diamnya itu kutebak bisa saja sedang mengimajinasikan Azalea dalam pikirannya. Shit! Aku harus pandai menahan emosi kalau tidak ingin perseteruan seperti tempo hari terulang lagi.
“Jadi apa pendapatmu?” tanyaku lagi, menyadarkan lamunannya. Dia terkesiap sebentar, tetapi juga dengan cepat menormalkan kembali dirinya.
“Untuk perempuan sederhana seperti dia, yang disenanginya juga tentu hal sederhana. Ajak saja dia nonton.”
Aku terdiam, memikirkan ide Rey. Nonton? Kedengarannya cukup menyenangkan dan tentunya mudah dilakukan. Baiklah, aku tak takut untuk memulainya duluan.
***
Suasana bioskop penuh. Hampir semua kursi penonton terisi. Katanya, film yang akan diputar adalah kisah paling romantis yang diangkat dari novel best seller. Aku sengaja memilihkan film ini karena pasti gadis seperti Azalea akan menyukainya. Meski ragu aku sendiri apakah akan menikmati filmnya. Kami duduk di barisan dua dari belakang setelah membeli sekotak popcorn dan dua minuman ringan.
Tak lama setelah kami duduk, layar lebar mulai memainkan gambar. Saat baru masuk sampai awal film diputar, tidak ada satupun obrolan yang keluar dari mulut kami. Jujur saja aku masih canggung. Tidak pernah sedekat ini dengan gadis ini sebelumnya. Begitu juga dengan Azalea. Dia terlihat membetulkan posisi duduknya berkali-kali. Bahkan duduknya mirip orang tegang yang sedang menunggu giliran masuk ruangan dokter. Kemudian, sampai di saat pertengahan film yang menyuguhkan adegan menyedihkan, aku mendengar isak tangis kecil dari samping kananku. Astaga ... semelankolis ini kah perempuan di sampingku ini? Padahal menurutku, adegan yang kami saksikan barusan, tidak ada sedih-sedihnya sama sekali. Perempuan kadang memang aneh.
“Kamu baik-baik saja?” tanyaku memandangnya.
Dia mengangguk.
“Apa kita mau keluar saja?” tanyaku lagi. Memastikan agar keadaannya baik-baik saja.

YOU ARE READING
Cinta Azalea (Bukan) Suami Impian
RomanceKisah perjuangan gadis yang hidup sebatang kara, menemukan kebahagiaan.