After Fall

839 24 4
                                    

Hari ini Voldore sedang berkabung. Semua orang menghentikan aktivitas mereka dan berkumpul di halaman istana untuk memberikan penghormatan terakhir untuk raja mereka.

Elizabeth dan Pier tidak terlihat bersama di acara pemakaman itu. Mereka tidak berbicara kepada satu sama lain sejak kemarin. Baik Elizabeth maupun Pier tidak ingin memulai perbincangan.

“Bicaralah padanya,” desak Jasper yang berdiri di samping Pier. “Dia sepertinya tipe orang yang akan melakukan apapun untuk sesuatu yang diinginkannya. Dia bisa saja membunuh dirinya sendiri. Bicaralah padanya,”

Pier menatap Jasper sejenak lalu kembali fokus ke pemakaman. “Apa peduliku. Dia yang menginginkannya sendiri,”

“Kau menyukainyakan?”

Pertanyaan Jasper membuat Pier terbelalak.

“Akuilah kau mencintainya. Kau orang yang mudah ditebak,”

“Aku tidak mencintai orang asing,”

Elizabeth merasa berbeda ketika dia berdiri diantara orang-orang tanpa kehadiran Pier. Dia merasa bebas melakukan apapun. Dia bisa saja berlari ke tengah lalu meneriakkan sumpah serapah sambil mengacungkan jari tengah ke semua orang. Saat ini dia merasa jantungnya berdetak lebih cepat. Udara dingin yang menyapu kulitnya membuat adrenalinnya semakin terpacu. Dia benar-benar merasa berbeda.

Seperti biasa, Marcus terlihat begitu berwibawa di hadapan orang-orang yang sebentar lagi akan dipimpinnya. Dia tidak akan membiarkan perasaannya mempengaruhi kewibawaannya. Begitu pula dengan kedua adikknya. Mereka bertiga berhasil menyembunyikan perasaan masing-masing, seperti sudah terbiasa.

Di samping Marcus, Fiona, anak Fredel juga terlihat begitu tegar melihat peti mati ayahnya yang sekarang berada di hadapannya.

“Aku akan membawa ayahku ke rumah. Terima kasih atas tumpangannya,” kata Fiona dengan tegas.

Marcus mengangguk.

“Kita akan bicarakan bisnis kita sesegera mungkin. Kita mempunyai tujuan yang sama, aku akan mempertimbangkannya,” Fiona terlihat begitu berapi-api. Kejadian yang menimpa ayahnya membuatnya menjadi gadis yang kuat. Siapa sangka gadis yang terlihat kekanak-kanakan itu bisa menjadi seseorang yang bijaksana.

“Terima kasih,” kata Marcus sambil menjabat tangan Fiona. Gadis itu lalu masuk ke kereta kuda yang telah siap untuk membawa dirinya dan ayahnya pulang.

Elizabeth tidak dapat berdiri disitu berlama-lama. Dia memperhatikan sekelilingnya. Mengamati para penjaga yang seharusnya mengawasi istana, mereka terpaku menatap peti jenazah raja mereka. Kesempatan itu dimanfaatkan dengan baik oleh Elizabeth dengan menyelinap, membaur diantara kerumunan bangsawan lalu menuju ke dalam istana. Jubahnya yang besar dan cara berjalannya yang santai namun arogan membuatnya semakin mudah untuk masuk lebih jauh ke dalam istana. Tidak ada yang memperhatikannya saat ini.

“Aku ingin tidur. Kau urusi mereka,” bisik Alex kepada Marcus lalu pergi meninggalkan kedua saudaranya. Alex memang terlihat kelelahan dan dia memang berhak untuk beristirahat setelah kejadian-kejadian yang tak terduga kemarin.

Tidak ada gangguan yang berarti sejauh ini. Elizabeth sudah mempersiapkan misi ini matang-matang sejak kemarin. Dia meraba-raba belati yang disimpan di dalam jubah. Jari-jarinya mengusap besi tajam yang dingin itu. Dia tidak pernah melakukan ini bahkan memikirkannya. Dia melihat mayat Lecter kemarin dan kerajaanlah yang dianggapnya bertanggung jawab.

Setiap lorong dan ruangan di istana ini membuatnya gila. Elizabeth harus memutar otaknya untuk menemukan targetnya. Istana ini seolah-olah menelannya, sulit untuk menentukan keempat arah mata angin yang selama ini diandalkannya.

The Book [COMPLETED]Where stories live. Discover now