21. Can You Stay?

3.1K 345 24
                                    

Seokjin ganteng bingbing😭😭😭

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Seokjin ganteng bingbing😭😭😭

❤️❤️❤️

        
"Aku menahannya, Jin. Aku menahannya hingga ulang tahunmu tiba waktu itu." Ucap wanita yang masih sesenggukan, di tangannya ada sebuah koper besar kosong dan beberapa helai baju yang berserakan di atas ranjang. Tekadnya sudah bulat, bahwa dia akan pulang dan berpisah dengan Seokjin saat ini juga.
        
"Kenapa? Apa aku sebegitu tidak pentingnya untukmu, hingga kau tidak memberitahuku tentang hal itu?" Seokjin tampak menahan kilat amarah dengan amat kuat— terlihat dari matanya yang memerah dan rahangnya yang menegang, dirinya merasa telah dikecewakan dengan amat hebat, merasa menjadi lelaki tak berguna yang tak bisa dipercaya untuk mengetahui tentang hal penting yang seharusnya menjadi haknya. "Kehamilan-mu bukan hal sepele, Hyera. Aku berhak untuk mengetahuinya."
        
Air mata wanita di depannya semakin deras, namun tak ada satupun jemari yang bergerak untuk mengusapnya. Wanita itu semakin keras menangis karena semua ini tidak seperti harapannya, Seokjin benar-benar berbeda dari apa yang diharapkan. Hyera pikir, lelaki itu akan bersikap lebih lembut setelah mengetahui bahwa dirinya tengah mengandung, namun tidak, Seokjin hanya mengguncang tubuhnya dengan cukup keras; meminta penjelasan.

"Aku..hiks.. hanya ingin memberimu sebuah kejutan manis, aku belum pernah memberimu sesuatu yang berharga, sedangkan kau selalu memberikan apapun yang ku mau. Aku tidak ingin menjadi istri yang tak berguna." Lirih—nyaris menggumam— wanita itu mendongak dan menemukan bahwa Seokjin tengah menatap ke arahnya dengan mata yang berkaca-kaca. "Aku minta maaf karena belum bisa memberikan sesuatu yang bisa membuatmu bahagia."
      
"Hyera-ya."
      
"Maaf aku selalu merepotkanmu."
      
"Tidak."
      
"Maaf aku selalu membuatmu khawatir."
      
"Hyera, hentikan. Aku akan benar-benar menciummu jika kau membuka mulutmu kembali."
     
"Maaf, aku belum bisa membuatmu merasa terlengkapi."
     
"Hyera, sudah cukup!" Seokjin mendadak menarik lengan wanita yang hanya memiliki tinggi sebatas dadanya, kemudian menarik wajah Hyera yang awalnya menunduk hingga wanita itu terkejut setengah mati, bibirnya ditubrukkan tepat pada bibir milik sang lawan kemudian melumatnya agresif— kaget tentu saja, Hyera berusaha sebisa mungkin mendorong lelaki yang tengah mengungkungnya hebat, namun apa daya tenaganya terlalu lemah untuk dapat melawan, terlebih saat Seokjin semakin memeluknya erat dan tak memberikan kekuasaan bagi Hyera untuk bergerak—Jadi, prinsipnya memang begini, semakin Hyera melawan, maka Seokjin akan semakin membuatnya kewalahan.
       
"Jika kau mengatakan hal-hal tak masuk akal lagi, aku akan benar-benar menarikmu ke atas ranjang." Kim Seok Jin melepas tautannya, berusaha mengatur napas lalu mengusap dengan lembut bibir ranum basah milik sang lawan yang terlihat sedikit membengkak.
      
Hyera meraup oksigen dengan sangat serius—masih dalam keadaan terkejut atas tindakan dari lelaki di depannya, lalu mengulum bibir bawah sebelum kemudian bergerak untuk memasukkan seluruh bajunya ke dalam koper besar itu.
       
"Aku pergi." Ujar Hyera di sela-sela kesibukannya—memasukkan seluruh pakaian sebelum lelaki itu membuatnya menangis karena perlakuannya yang terkesan kasar namun juga manis dalam waktu bersamaan—itu sama sekali tidak baik untuk tubuhnya, untuk jantungnya.
       
Namun pada kenyataannya, menahan seseorang untuk tetap tinggal bukanlah perkara mudah, meski terus menampik dengan alasan apapun—hingga ampunan pada hati telah terkikis habis digerogoti penyesalan—nyatanya tidak mengubah apapun yang menjadi keinginan mutlak dari gadis dengan perut yang mulai membuncit dengan isinya yang masih sebesar buah jeruk itu.
      
"Tidak boleh." Seokjin menahan pergelangan tangan wanita yang tengah memasukkan beberapa potong baju ke dalam koper besar hitam—ekspresinya sangat sarat akan penyesalan, lalu bergerak menumpahkan seisi koper ke lantai dengan cukup keras untuk menciptakan debum yang cukup kencang.
     
"Aku akan pulang ke Panti."
     
"Tidak ku izinkan."
     
"Taehyung menunggu."
     
"Kenapa?" Matanya yang menyipit tentu saja memiliki tanda tak senang dengan nama lelaki yang baru saja disebut.
     
"Apa?"
     
"Kenapa harus Taehyung?"
     
"Memangnya kenapa jika Taehyung?"
     
"Aku cemburu." Kim Seok Jin tampaknya menahan amarah dengan kepayahan, terbukti dengan napasnya yang berubah tak teratur dan telinganya yang memerah perlahan.
    
"Kau bodoh Kim Seok Jin."
    
"Kau ingin balas dendam padaku?"
    
"Menurutmu?"
    
"Tunggu—" Seokjin menahan pergelangan tangan wanita yang kembali memungut seluruh pakaian yang terserak pada lantai, "jangan pergi, tolong jangan jauhkan aku dari bayi ku."
     
"Tolong, Jin! izinkan aku untuk beristirahat dari 'kita' sebentar saja." Hyera mendongak memberanikan diri menatap pada iris se-legam jelaga itu. Astaga, bahkan matanya mulai memburam dengan air mata yang telah menumpuk tinggi—meminta dikeluarkan—Seokjin tengah memutar kepala untuk mencari kalimat-kalimat  agar Hyera tetap tinggal, sedangkan Hyera tengah menunggu jawab dengan penuh harap perihal keinginan hati— setengah hatinya yang ingin tinggal dan sisanya yang ingin pergi.
     
Tonjolan pada leher lelaki itu bergerak naik turun dengan payah, untuk kemudian menghembuskan napas pelan dan memejamkan mata. Tangannya terkulai lemas pada sisi tubuh, bahkan bahunya turun seiring dengan wajahnya yang berubah sayu dan menunduk.
      
"Maaf. Aku tahu aku salah, tapi bukankah kau harus mendengarkanku dulu? Sebentar saja, setelah itu—" Seokjin menjeda sejenak, mengepalkan tangan dan memaksakan sebuah senyum getir pada labiumnya, "setelah itu kau boleh pergi meninggalkanku."
    
Sedikit terperangah juga sepertinya, hingga wanita di depannya menatap tak percaya ke arah lelaki yang masih menunduk, tangannya nyaris terangkat untuk mengusap rambut kecokelatan yang begitu dia rindukan—bahkan rambut acak-acakan itu terlihat sangat mempesona saat ini.
    
"Begitukah?" Hyera masih menatap nanar kedua netra milik Seokjin, "apa lagi yang perlu dijelaskan dari caramu bercumbu mesra dengan wanita lain di rumah kita? Apa yang perlu dijelaskan lagi ketika dirimu dengan begitu tega melakukannya tepat di depan mataku?"
      
"Aku—" Seokjin seolah kehilangan seluruh kalimat yang telah menumpuk di kerongkongan, lalu memejamkan mata dan menghela napas pelan— menghempaskan diri ke atas ranjang putih dan menutup wajah dengan kedua tangan.
      
"Jangan khawatir, aku tidak akan menyalahkanmu ataupun menyalahkan wanita itu. Mungkin aku yang salah—" Hyera terduduk tepat di sebelah Seokjin, memandang lelaki itu dengan air yang mulai mengalir dari ekor mata, lalu mereka sama-sama menunduk dalam. Hyera hanya mampu menghela napas sebelum melanjutkan, "mungkin aku yang gagal untuk membuatmu nyaman, mungkin aku yang gagal untuk membuatmu jatuh cinta padaku. Dari awal semua memang salahku. Menerima pernikahan ini padahal aku tahu kalau hatimu masih milik orang lain."
      
"Aku yang salah, Hye. Aku yang terlalu egois, aku yang selalu menyakitimu dengan cara yang tak bisa dimaafkan." Kini, lelaki itu benar-benar meneteskan satu air mata yang telah ditahannya sekian hari, air mata yang terbungkus oleh pilar kata 'semua akan baik-baik saja' menetes seiring dengan air dari langit yang juga mulai turun dengan deras.
       
"Aku jadi ingat, waktu itu kau lembur dan tidak pulang sama sekali, kau bilang ada pekerjaan yang mesti diselesaikan—" Ponsel milik Hyera berbunyi hingga wanita itu harus menjeda sejenak untuk melihat nama yang tertera jelas pada layar, atensinya melirik sekilas pada lelaki yang duduk di sebelahnya sebelum menolak panggilan dan mematikan benda pipih hitam itu.
      
"Waktu itu Myungsuk meneleponku, bertanya apakah kau di rumah karena ponselmu tak bisa dihubungi. Myungsuk berkata bahwa ada dokumen di kantor yang harus kau tanda tangani sekarang juga. Aku bingung, seharusnya Myungsuk tidak perlu mencarimu jika kau benar-benar lembur di kantor. Jadi, sebenarnya kau ini kemana?"
      
"Aku akui kalau aku salah."
      
"Aku tidak butuh pengakuan, aku butuh kejujuran, Kim!"
       
Seokjin mengacak rambut frustasi, mengubah posisi duduk dan menarik satu tangan Hyera hingga wanita itu terduduk tepat di sampingnya. "Saat itu, anak Sheera sedang sakit, aku hanya mengantarnya ke rumah dan memberikan beberapa obat untuknya. Kondisinya sebagai ibu tunggal sangat memprihatinkan. Aku kasihan, sungguh—aku merasa sangat sedih ketika melihat kehidupan Sheera yang begitu menyedihkan." Seokjin menjeda sejenak, lalu menggenggam punggung tangan Hyera erat, takut-takut jika Hyera akan berlari meninggalkannya seperti saat itu.
       
"Lalu, Sheera memintaku menginap. Aku tahu ini salah, tidak seharusnya aku meninggalkanmu di rumah sendirian, tidak seharusnya aku berbohong padamu waktu itu. Aku minta maaf, Hye. Tidak seharusnya aku melakukan itu padamu."
     
"Jadi kalian bersama semalaman?" Hyera tersenyum getir, kepalanya bahkan tidak sanggup untuk memikirkan kemungkinan-kemungkinan menyakitkan ketika Seokjin tidur di bawah naungan atap yang sama dengan mantan kekasihnya.
     
Hyera masih menunggu jawaban, berharap cemas bahwa Seokjin tidak akan mengatakan hal yang membuat hatinya kembali pada kehancuran.
      
"Hm. Kami bersama semalaman, tapi demi tuhan aku hanya ingin membantunya."
       
Hyera menghembuskan napas pelan, merasa sedikit lega namun juga sedikit kecewa di saat bersamaan. "Baik aku mengerti."
      
"Ini sulit, Ra—" Seokjin menjeda sejenak; membenahi posisi duduknya hingga menghadap sepenuhnya pada wanita dengan mata yang memerah, tangannya bergerak menghapus sisa air yang mulai mengering di pipi, "kau tahu siapa perempuan yang bersamaku saat itu?"
      
"Sheera?"
      
Jemarinya beralih menggenggam telapak pucat milik Hyera dengan benda putih keemasan yang masih melingkar sempurna pada jari manisnya. Seokjin hanya menarik bibir—tersenyum tipis kendati melihat Hyera masih memakai cincin pernikahan mereka.
      
"Bagi sebagian orang yang berhasil, melepaskan itu mudah. Tapi bagiku, melepas sesuatu yang telah bersama dalam waktu yang lama itu sulit, sangat sulit."
     
Hyera mendengarkan dengan patuh, masih dengan debaran yang mendominasi jantung akibat jemari hangat yang kini tertaut pada jemarinya yang berkeringat—mengusapnya perlahan dan menggenggamnya kuat.
       
"Maka dari itu aku harus pergi, Jin."
       
"Kenapa harus?"
       
"Aku tidak ingin bertahan pada seseorang yang hatinya meminta untuk dilepaskan, dan—" kedua manik mata wanita itu berputar, pikirannya berhenti pada rotasi dimana air matanya benar-benar akan tumpah jika dia melanjutkan kalimatnya.
        
"Dan?"
        
"Dan..." Hyera menenggak saliva dengan payah dan berangsur melonggarkan jemarinya yang tertaut, kemudian menunduk dan melanjutkan dengan suara pelan—nyaris tak terdengar, " Dan bahkan kau tidak pernah mencintaiku sebesar kau mencintai Sheera."
      
"Aku mencintaimu, sungguh. Aku mencintaimu, Hyera."
      
"Kau berbohong."
      
"Lihat aku!" Seokjin membawa Hyera mendongak, irisnya menatap manik mata Hyera penuh dengan banyak keyakinan; berusaha memantapkan wanita itu bahwa saat ini hanya ada satu wanita yang benar-benar menjadi tempatnya untuk pulang.

"Tahu tidak? Aku dan Sheera berusaha menyelesaikan hubungan kami dengan cara yang paling benar. Bukankah segala hal memang perlu dituntaskan? Aku dan Sheera belum melakukan perpisahan dengan cara yang baik, jadi aku berusaha menyelesaikannya. Dan aku berhasil menyelesaikannya."
      
"Jujur, hubungan kalian yang belum selesai itulah yang paling menyakitiku." Hyera menggigit bibir bawah, wajahnya masih menunduk hingga surai panjangnya menutupi seluruh wajah.
       
"Benar. Aku telah memikirkannya berulang kali, dan aku sangat menyesal kalau itu sangat menyakitimu—" jemari besar Seokjin terangkat dan menyapu rambut legam itu ke belakang telinga, lalu tangannya mengangkat dagu milik sang lawan hingga manik mereka beradu, dan kembali melanjutkan, "Tapi kami sudah selesai sejak hari itu, aku sungguh akan menyudahi semua perasaanku padanya, menyudahi semua rasa sakit yang tak kunjung sembuh akibat hubungan yang pernah terputus di tengah jalan dengannya."
      
"Dan kalian benar-benar selesai?"
      
"Kami telah mencapai final untuk saling melupakan."
      
"Dan kau merasa sedih?"
      
Seokjin tampak berpikir sejenak, "Jika boleh jujur, ya sedikit. Aku sedikit sedih karena rencana kami tak bisa sampai di tujuan yang pernah kami bahas berdua."
     
"Jadi benar, aku-lah pihak yang harus disalahkan." Hyera tersenyum getir, hujan di luar semakin deras dengan langit abu-abu yang semakin pekat, ini nyaris petang dan matahari tidak terlihat sama sekali sejak pagi tadi.
     
"Tidak, kau sama sekali tidak salah." Seokjin meremas kesepuluh jemari wanita itu—hangat—setidaknya itulah yang ada di pikiran Hyera saat ini, "aku mencapai tujuanku sekarang, Hye. Semesta memang memilihkanmu untuk menjadi tujuanku."
      
"Aku tidak tahu dari mana kau mendapatkan kalimat menggelikan seperti itu."
      
"Aku sedang serius, Hyera."
      
"Baiklah baiklah, ada yang ingin kau katakan lagi? Taehyung sepertinya sedang menungguku di luar. Jin-ah" Hyera melirik jam yang melingkar pada pergelangan tangannya.
       
"Ada."
       
"Apa?"
       
"Lupakan Taehyung, aku ingin dirimu malam ini."

[]

       
       

      

PRICELESS | KSJ ✔️Where stories live. Discover now