Jakarta, Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Sudut pandang Ray
Mobil terus melaju, melalui jalan-jalan yang kacau dan dipenuhi oleh mayat. Dengan lincah, Adam menginjak pedal gas serta sesekali memutar setir yang berada di genggamannya ke kiri dan ke kanan. Terlepas dari kata: 'belum terlalu pandai mengendarai mobil' yang diucapkan olehnya, kurasa sebenarnya ia cukup pandai dalam bidang tersebut. Meski terkadang aku harus merelakan dahiku terbentur bagian dalam mobil. Menurutku, kemampuan mengemudi Adam merupakan penggabungan antara amatiran dan profesional.
Ketika aku tengah memandangi pemandangan yang mengerikan ini, mendadak mataku menangkap sebuah sosok di arah jam 3. Sosok itu semakin mendekat, dan akhirnya kusadari bahwa sosok itu adalah sebuah tentakel.
"Banting setir ke kiri!!! Cepat!!!" perintahku kepada Adam.
Adam tampak terkejut. Namun, ia tak bertanya padaku. Dengan cepat, ia membanting setir ke arah kiri. Tentakel tersebut nyaris menghantam mobil kami.
"Untung saja," ucap Adam sembari tersenyum, meski senyumannya itu tampak terpaksa. "Terima kasih, Ray."
Belum 10 detik berlalu semenjak peristiwa itu, mataku menangkap sebuah bagian aspal yang berbeda dari yang lainnya pada jarak 1 meter di depan kami. Secara otomatis, otakku menerjemahkan apa yang kulihat sebagai pertanda bahaya.
"Banting setir ke kiri!!" Aku berseru dengan keras kepada Adam. Tanpa bertanya, Adam segera membanting setir ke arah kiri, menuruti perintahku. Aku sempat menoleh ke belakang. Bagian aspal yang berbeda itu terangkat dan membentuk sebuah lengan segitiga, persis dengan lengan milik bintang laut. Sekali lagi, kami berhasil lolos dari maut.
Dengan jantung yang masih berdebar-debar, aku menoleh ke kiri dan ke kanan. Mataku menangkap sebuah sosok gurita raksasa.
"Jadi dialah sumber dari tentakel-tentakel raksasa itu," gumamku.
Dua detik kemudian, sosok sang gurita raksasa meluncurkan tiga dari delapan buah tentakel raksasa miliknya ke arah kami.
"Banting setir!!!" Aku berseru dengan nyaring. Dengan cepat, Adam membanting setir ke arah kanan dan berhasil menghindari tentakel pertama. Tentakel kedua dan ketiga pun berhasil kami hindari dengan cara membanting setir ke arah kiri dan kanan.
Aku kagum dengan penglihatan para monster gurita tersebut. Bukankah jarak antara kami sekitar 100 yard? Bagaimana monster gurita tersebut dapat melihat mobil kami? Dan bagaimana mereka dapat mengetahui bahwa kami sedang berada di dalam mini market pada saat itu? Mata mereka seolah dapat melihat benda yang berjarak sangat jauh sekalipun, dan pandangan mereka seolah dapat menembus benda apapun.
Jika mereka bukan alien, maka hanya tersisa dua jawaban dari pertanyaan-pertanyaan ini.
Mereka adalah makhluk yang diciptakan oleh alam, atau makhluk yang diciptakan oleh eksperimen biologis.
"Astaga. Jika aku memiliki penyakit jantung, pasti aku sudah tewas sekarang," ucap Adam. Kulihat tubuhnya basah kuyup oleh keringat dingin akibat tingkat ketegangan yang terlampau tinggi. Kami nyaris diterkam oleh maut sebanyak lima kali, dan itu sangat menyiksa jantung kami. Beruntung jantung kami cukup kuat. Jika tidak, pasti sekarang kami sudah terkena serangan jantung mendadak.
Tiba-tiba, mobil kami terangkat naik dan tertarik ke arah sebuah sosok raksasa. Tak lama kemudian, sosok itu pun tampak dengan jelas. Ia adalah seekor gurita raksasa, dan jarak antara kami dengan mulutnya hanya tersisa 30 yard. Sontak, kami berteriak panik.
"Bagaimana ini, Ray?!" tanya Adam dengan suara keras.
Beruntung, aku memiliki otak yang cukup jenius. Sebuah ide sinting terlintas di pikiranku, membuatku tersenyum cerah.

KAMU SEDANG MEMBACA
Dive Technology - Virtual Become Reality (Slow Update)
Science FictionSegala napas kehidupan berasal dari alam. Seluruh garis kehidupan bermula dari satu garis yang sama, yang dijuluki: 'SAMUDRA'. Alam bagaikan seorang ibu bagi seluruh makhluk hidup. Namun, tak semua makhluk hidup menghargai alam. Umat manusia adalah...