Chapter 2

12 1 0
                                    

Memasuki bulan Oktober, pihak travel tak kunjung memberi kabar kapan aku dan kakak akan berangkat ke tanah haram. Hingga akhirnya pihak travel menjanjikan aku dan kakak akan berangkat di akhir bulan Oktober.

Esok waktu itu akan tiba, tetapi tak ada informasi apapun dari pihak travel. Nyatanya, mereka berbohong, aku dan kakak tidak jadi berangkat.

Mereka menjanjikan, aku akan berangkat di bulan November. Saat waktunya tiba, lagi-lagi pihak travel menbatalkan dengan beragam alasannya. Akupun merasa sedih, kecewa, seperti janji manis manum itu takkan pernah diwujudkan.

Meski begitu, ibu menenangkan, "mungkin memang belom saatnya, sabar," hmm ya, ibu memang wanita positif yang aku miliki.

Bulan Januari, pihak travel kembali menghubungi aku dan keluarga, ia menginformasikan aku dan kakak akan seger berangkat. Informasi yang diberikan kali ini begitu lengkap. Mereka bilang, aku dan kakak harus sudah sampai di bandara pukul 10.00 WIB.

Saat menerima kabar, aku tengah dalam kondisi yang kurang sehat. Tetapi informasi itu membuat aku begitu bersemangat dan gembira. Aku semangat karena aku akan segera ke rumah Allah SWT di tanah haram. Ayahpun langsung membawa aku ke rumah sakit, agar kondisi tubuhku lebih baik.

Keesokan paginya, semua kerabat datang untuk mendoakan aku dan kakak. Doa keberangkatan, azan pun dikumandangkan ayah dan kerabat.

Sesampainya di bandara, aku dan keluarga menunggu jemaah yang lain. Waktu menunjukkan pukul 11.00 WIB, tour leader pun menjelaskan susunan acara.

Tak lama, nama ku dan kakak di panggil untuk memasuki ruang imigrasi. Namun, saat pemeriksaan paspor petugas bilang "siapa mahrom kamu?"

Fyi: aku berangkat bersama kakak, kami masih single. Bagi jemaah umrah yang single dan tidak didampingi orang tua, harus memiki mahrom. istilahnya kayak penanggung jawab gitu loh.

Si kakak aman, karena dia mahromnya sudah ada di saudi. Sedangkan aku, ketika petugas menanyakan aku tidak tau siapa mahrom aku. Tetapi sudah tertera nama marhom di dalam paspor.

"Agung ini mana orangnya? atau sudah di sana juga," tanya petugas kepada ku.

Sontak ada seseorang yang teriak dari belakang, "Aku Agung."

Ternyata, Agung adalah jemaah umrah yang seharusnya berangkat bareng aku dan kakak. Namun, saat itu, aku tidak mendapatkan tiket keberangkatan.

Ohya, Agung ini sudah cukup sepuh loh.

Lantas petugas tak mengizinkan aku berangkat, karena dikhawatirkan akan ditolak petugas di Jeddah.

Air mata sontak saja menetes kepipiku, kakak dan saudaraku yang berhasil lolos imigrasi, menangis. Apalagi kakak, dia hampir saja membatalkan dirinya berangkat. Hingga akhirnya, aku meminta dia untuk melanjutkan.

"Jadi gimana? apa gue batalin aja Cil?" tanya kakak sambil berderai dan memeluk aku.

"Pergi aja, jangan pikirin gue, ibadah yang bener, gue bakal cecer orang travel tenang," sahut aku, Siroh.

Vous avez atteint le dernier des chapitres publiés.

⏰ Dernière mise à jour : Sep 19, 2019 ⏰

Ajoutez cette histoire à votre Bibliothèque pour être informé des nouveaux chapitres !

Senja di Langit Madinah Où les histoires vivent. Découvrez maintenant