First Meet?

20 3 2
                                    

Sore ini masih sama. Aku tersenyum sembari menatap ke arah jendela. Langit senja memang menawan. Tetapi bukan itu yang menjadi pusat perhatianku. Tepat di seberang sana, ada seorang gadis yang—entah kenapa membuatku tak bosan memandangnya. Dia tampak cantik dengan sweater biru muda yang selalu dia kenakan.

Sudah satu minggu sejak aku memperhatikannya. Dia selalu sendiri. Kenapa aku tak coba untuk menghampiri?

"Hei?" Dia tampak bingung melihatku yang tiba-tiba duduk di hadapannya.

"Boleh aku duduk disini?"

Dia menatapku sejenak kemudian tertawa pelan. "Kau sudah melakukannya bukan?" jawabnya.

Aku memalingkan wajahku ke arah jendela. Merutuki kebodohanku sendiri yang telah bertanya seperti tadi.

"Hari ini cerah ya.." gumamku sembari melihat ke jendela. Tidak—lebih tepatnya melihat pantulan wajah gadis itu yang terbentuk di kaca jendela. Dia mengangguk setuju. Di ikuti dengan senyum tipis menghiasi wajah cantiknya.

Aku berbalik menghadapnya. Dia menatapku yang juga menatapnya. "Siapa namamu, Nona?"

"Ren—panggil saja, Ren"

"Baiklah, Nona Ren.." Aku menghela napas sejenak. Kemudian melanjutkan perkataanku. "Perkenalkan namaku Al—"

"Aldriano Pratama Hardiwijaya." Dia menyebutkan nama lengkapku dengan sempurna. Aku terbelalak. Pasalnya aku jarang sekali memakai nama 'Hardiwijaya' ketika menyebutkan namaku.

"B-Bagaimana kau bisa tau namaku?"

"Apakah kita pernah bertemu sebelumnya?"

Hening. Tak ada suara. Tangannya menggenggam gelas kopi hitam yang ada di atas mejanya. Senyum tipis masih menghiasi wajah cantiknya. Namun kali ini sorot matanya berubah sendu.

Satu yang kutau, aku dan gadis ini pasti pernah bertemu.

Dari sekian banyaknya hal-hal yang aku ingat. Mengapa aku tak bisa mengingatnya?

Manik mata kecoklatan itu. Rambut panjang dengan poni ke samping kiri itu. Senyuman tipis itu.

Mengapa aku bisa lupa?

"Maaf.." Tanganku terangkat menyentuh sudut matanya yang berair.

"Maafkan aku karena telah melupakanmu.."

Gadis ini—dia masih saja tersenyum. Padahal dalam hatinya sedang kecewa. Dia bersedih. Dan itu semua karena ulahku.

Aku baru mengenalnya. Baru saja menemuinya.

Tetapi mengapa melihatnya seperti ini membuat dadaku terasa—sesak?

Senja perlahan mulai pergi. Kami sama-sama menyaksikan mentari yang menghilang di balik rimbunnya pepohonan. Digantikan oleh langit malam yang menghitam.

"Aku harus pergi." Bisiknya padaku.

"Sekali lagi maaf—maafkan aku karena benar-benar tidak mengingatmu."

"Tidak apa jika kau lupa." Dia meraih tangan kananku. Kemudian menaruh sesuatu disana.

"Setidaknya kau tidak melupakan janjimu untuk menemuiku dan menghabiskan senja bersamaku."

Aku terdiam. Masih mencoba memahami apa yang baru saja kudengar. Hatiku geram. Mengapa kata-kata tadi begitu familiar?

Dadaku kini benar-benar terasa sesak. Setelah tau apa yang ada dalam genggaman tangan kananku. Gelang tali berwarna biru muda dengan dua mutiara di masing-masing ujungnya. Serta sobekan kertas binder yang di lipat. Terdapat tulisan tangan yang di tulis acak-acakan.

--

ini gelang buat Reni

maafin Aldi yaa Aldi janji ga akan buat Reni nangis lagi

Aldi sayang Reni

--

Dan kalian tau?

Tulisan acak-acakan yang ada di kertas binder itu adalah tulisanku.

Dari sekian banyak hal yang ingin aku lupakan..

Mengapa aku begitu mudahnya melupakan gadis kecil yang aku sayangi itu?


□□□□□□□

Masih penasaran bagaimana kelanjutan ceritanya?

Vote and comment kuy:D Btw ini oneshoot yaa~ jadi ceritanya cuma satu part atau dua part gitu tapi semua oneshoot saling berhubungan kok:)

Enjoy with my story~~~

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Sep 19, 2019 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Unforgettable?Where stories live. Discover now