5. Rumah Ibu

4.9K 284 19
                                    

Alhamdulillah masih berkesempatan buat update. Semoga suka, ya😚

HappyReading❤


"Kalau mau pulang, telepon aku. Nanti aku minta Pak Edi jemput kamu," ucapnya setelah kami sampai di rumahku.

Aku mengangguk sebagai jawaban. "Mas hati-hati di jalannya, jangan ngebut." Mas Nazar memang membawa mobil sendiri. Dikarenakan Pak Edi, sopirnya itu sedang ada keperluan pribadi dan baru bisa bekerja nanti siang.

"Aku masuk dulu, Mas," pamitku seraya mencium punggung tangannya. Setelah itu aku turun dari mobil lantas melangkahkan kakiku ke dalam rumah.

"Assalamu'alaikum," salamku ketika aku sudah di dalam rumah.

Dari arah dapur terlihat Ibu berjalan menghampiriku. Buru-buru saja aku mengulurkan tangan untuk menyalaminya. Namun Ibu langsung menepis kasar tanganku yang cukup meninggalkan rasa sakit.

"Mau apalagi kamu datang ke sini?!" sentaknya tak lupa dengan tatapan tajamnya.

"Sarah mau silaturahmi saja, Bu. Dan juga Sarah kangen Ibu dan rumah."

Cuih

Ibu meludahi wajahku. "Saya tidak sudi dirindukan oleh perempuan seperti kamu?! Kamu sudah mengambil kebahagiaan putri saya."

Aku segera menghapus kasar air mata yang dengan lancangnya keluar. "Sebenarnya apa salah Sarah, Bu?" tanyaku seraya memegang kedua tangannya.

Ibu mendorongku dengan kencang. "Salah kamu adalah karena hadir di dunia ini?!"

"Sarah?" panggil seseorang yang aku hafal suaranya seraya menghampiriku yang duduk di lantai.

"Berani sekali kamu memasuki rumah saya?!" bentak Ibu dengan kasar tatkala mendapati Mas Nazar yang sekarang ada di hadapannya.

"Kamu nggak apa-apa?" tanya Mas Nazar mengindahkan bentakkan Ibu. Aku hanya bisa menggeleng lemah.

Ia membantuku untuk bangun. "Kita pulang sekarang," tegasnya yang tak bisa dibantah.

"Pergi kalian dari hadapan Saya! Jangan pernah kalian menginjakkan kaki kalian di rumah ini. Termasuk kamu wanita murahan yang sudah mengambil kebahagiaan anak saya?!" sentaknya menunjuk wajahku.

Mas Nazar yang melihat itu langsung memegang tangannya yang menunjuk ke arahku. "Jangan pernah Anda menunjuk istri saya seperti itu?!" geramnya.

Aku menarik ujung bajunya agar Mas Nazar melepaskan pegangannya itu pada tangan Ibu. "Mas..." ucapku mengingatkannya karena bagaimanapun beliau adalah Ibuku.

Mas Nazar menyentakkan tangan Ibu dengan kasar lantas menarik tubuhku agar keluar dari rumah ini.

Selama dalam perjalanan Mas Nazar membungkam mulutnya rapat-rapat. Aku bingung harus berbicara apa. Namun jika aku ikut diam, Mas Nazar tidak akan bicara. Sifatnya yang sedang marah itu tak akan bicara terlebih dahulu.

"Mas?" panggilku akhirnya karena tak tahan dengan keterdiamannya.

"Lain kali kamu tidak usah datang mengunjungi Ibu lagi."

"Mas, bagaimana pun beliau Ibu aku. Memang Ibu selalu kasar sama aku, tapi kan..."

"Kedatangan kamu tidak pernah diinginkan di rumah itu, Sarah. Kamu ngerti nggak sih?" ucapnya memotong ucapanku.

Ucapannya kali ini seolah menyadarkan aku yang bertahun-tahun membutakan penglihatanku terhadap keluargaku. Aku seolah tak melihat ketidak sukaan Ayah dan Ibu atas kehadiranku. Aku selalu merasa baik-baik saja. Namun nyatanya tidak. Dan dari ucapan Mas Nazar membuatku sadar akan kenyataan yang sebenarnya.

Sadar akan perubahanku yang langsung terdiam, Mas Nazar mengalihkan pandangan yang semula ke jalanan kini menatapku setelah sebelumnya menepikan mobilnya.

"Sarah?" panggilnya.

"Aku emang terlalu bodoh, Mas. Aku terus berpura-pura seolah-olah keluarga itu tak membenciku. Dan ucapan kamu telah menyadarkanku atas semua kebodohan ini," lirihku.

Mas Nazar meraih jemariku yang terletak di atas pangkuanku. "Maaf, aku nggak bermaksud bicara seperti itu. Aku cuma nggak mau kamu disiksa kayak tadi."

"Sarah cape, Mas kayak gini. Sarah pengen tahu penyebab Ayah dan Ibu benci Sarah itu apa." Akhirnya air mata yang sedari tadi aku tahan meluap begitu saja. Kesedihan yang aku tahan bertahun-tahun akhirnya keluar tanpa bisa aku tahan. Ada rasa kesal dalam diri ini karena tak bisa mengeluarkan semua unek-unek. Bahkan pada Kak Siva sekali pun. Karena di hadapannya, aku akan menjadi Sarah yang baik-baik saja dan menerima perlakuan Ibu.

Mas Nazar menarikku ke dalam pelukannya. "Ada aku di sini buat kamu. Kalau kamu butuh sandaran, aku siap."

"Sarah cape, Mas..."

"Kalau kamu mau bertemu Ibu kamu lagi, nanti aku temenin. Jangan kayak tadi lagi. Kamu ngerti, kan?" Aku mengangguk paham dalam pelukannya.

Entah sampai kapan aku mengambil Mas Nazar dari Kak Siva. Karena bagaimanapun, Mas Nazar sangat mencintai Kak Siva. Aku tak mau menjadi penghalang bagi mereka berdua. Sudah cukup keduanya menerimaku. Mungkin aku akan melepaskan Mas Nazar ketika dia memang benar-benar ingin keluar dari kehidupanku ini.

Tbc❤

Tinggalkan jejak berupa vote ataupun komen🖤


MLS [4] : Different [SUDAH TERBIT]Where stories live. Discover now