6. Taman Bermain

4.8K 295 26
                                    

Terima kasih sudah membaca cerita ini❤

HappyReading ❤


"Mas, bangun sudah subuh," ucapku membangunkan Mas Nazar yang masih setia dalam tidurnya.

Mungkin dia kecapean karena semalam. Jika kalian pikir kami melakukan hal 'itu' jawabannya adalah tidak. Aku mengaku jika kami pernah melakukannya. Tapi itu kalau Mas Nazar yang memintanya, karena kewajiban istri memang melayani suami, bukan?

Jadi setelah mengantarkan aku pulang, Mas Nazar langsung pergi ke kantor karena ada meeting. Ia baru tiba di rumah sekitar pukul sepuluh malam karena ia harus lembur. Walau pun sudah lembur, setibanya di rumah, Mas Nazar melanjutkan kembali pekerjaannya. Aku kasihan melihatnya seperti itu. Takut Mas Nazar kecapean dan sakit.

"Mas, shalat subuh dulu, yuk! Nanti lanjut saja tidurnya kalau Mas masih ngantuk."

Aku bukan orang suci. Kadang shalat lima waktu pun aku terlewat. Namun setelah menikah, aku tidak melupakan kewajibanku yang satu itu. Di tambah aku yang sudah tak bekerja membuat hari-hariku santai.

Akhirnya Mas Nazar bangun dari tidurnya. Tangannya masih sibuk mengucek matanya, mungkin merasa ada kotoran.

"Mas mau sekalian mandi? Nanti biar Sarah siapkan air hangat untuk Mas mandi."

Terlihat Mas Nazar yang menggeleng. "Nggak usah. Aku mandi air dingin saja."

Aku mengangguk menurut. Setelah Mas Nazar masuk ke dalam kamar mandi, aku menyiapkan baju ganti untuknya. Aku juga menggelar sejadah yang akan kami gunakan untuk shalat subuh.

Sekitar sepuluh menit menunggu, akhirnya Mas Nazar keluar dari kamar mandi. Dia memang tak membutuhkan waktu lama hanya untuk membersihkan diri.

"Baju aku mana, Sar?" Buru-buru aku berikan baju koko berwarna putih tulang padanya juga sebuah sarung kotak-kotak miliknya.

Tak lama dari itu, Mas Nazar menghampiriku dengan pakaian yang kini sudah lengkap. Melihat Mas Nazar berpakaian seperti itu membuatnya semakin terlihat tampan.

Mas Nazar mengambil posisinya di depanku. Takbir mengawali shalat kami. Lantunan ayat suci Al-Quran yang keluar dari bibirnya membuatku makin merasa bahwa dia memang lelaki terbaik untukku.

Setelah selesai shalat, Mas Nazar langsung naik ke atas ranjang. Sepertinya ia memang benar-benar mengantuk.

Aku berjalan menghampirinya setelah melipat dan menyimpan mukenaku. "Mas mau Sarah buatkan sarapan apa?"

Mas Nazar yang saat itu akan memejamkan matanya, terpaksa harus membukanya kembali.

"Kamu nggak usah masak, kita diundang buat sarapan di rumah temanku."

Aku mengangguk. "Iya, Mas."

***

Sesuai dengan apa yang Mas Nazar ucapkan, kini kami berdua sudah berada di depan rumah yang mewah. Rumahnya dua kali lipat lebih besar dari rumah Mas Nazar.

Pintu besar di hadapan kami terbuka dengan lebar. Sebelumnya Mas Nazar sudah menekan bel yang disediakan tepat di samping pintu.

Orang itu menatapku bingung, namun dengan cepat ia ubah dengan raut wajah bahagia ketika melihat Mas Nazar.

"Akhirnya kalian datang juga," ucapnya dengan senyuman yang ia suguhkan pada kami.

MLS [4] : Different [SUDAH TERBIT]Where stories live. Discover now