02. Semi Gaham

11.5K 1.9K 229
                                    

Kurapalkan keluhan atas isak diri karena kembali jenuh hari ini, tapi semesta mana mau peduli? Hari yang kukira aku bisa ketemu dengannya di kampus ternyata salah. Aku text dia tapi dia gak aktif. Buat apa coba isi paket internet? Ngeselin. Aku buka ponselku yang kedua kalinya buat text dia, tapi kali ini dia lagi baca.



lucas: aku kesiangan hehe ini baru bangun



Kalau ada pertanyaan seberapa aku kenal dia, aku kenal dia.

"Kamu berantem sama siapa?"

"Hah? Oh, ini? Kejedot."

"Di?"

"Dari motor."

"Hah?"

"Eh? Aku bilang apa tadi? Ini? Ini jatoh dari motor."

"Bohong."

"Ditonjok ayah."

"Ayah kamu dimana?"

"Di istrinya yang laen."

"Maaf,"

"Kok minta maaf?"

"Ibu sakit. Aku bingung harus gimana selain jaga dia."

"Hubungin aku kalo perlu bantuan, ya. Aku bakal langsung dateng."

"Ibu meninggal. Aku harus gimana?"

Aku ingat, aku ingat merah hidung dan matanya. Belum lagi matanya yang begitu bening. Aku ingat bagaimana Lucas nangis dihadapanku sehari setelah pemakaman ibunya. Aku ingat bagaimana bahunya gemetar bersama suaranya yang redup namun meletup.

Di mataku perumpamaannya bak dia ini seseorang yang terjebak didalam kapal ditengah laut. Lalu awalnya air masuk, lama-lama airnya naik sampai setinggi leher tapi dia terjebak gak bisa keluar. Memangnya dia sengaja menyiksa diri?

Aku tau semuanya. Bagaimana Lucas selalu pulang malam karena disambung kerja sepulang kelas. Aku rasain semuanya bagaimana Lucas yang kalau dulu gampang dihubungi, sekarang jadi di waktu tertentu aja aku bisa tau bagaimana keadaannya. Jam kerjanya makin sibuk.

Dia punya adik laki-laki yang tinggal dengannya, awalnya. Tapi setelah ibunya gak ada sekarang adiknya tinggal dirumah bibinya. Pernah kutanya kenapa dia enggak, katanya,

"Aku harus belajar hidup."

Bagaimana bisa aku gak sayang dengan laki-laki yang sanggup terus berdiri diwaktu keadaan mengajari dia dengan cara dijatuhkan berkali-kali. Disaat keadaan tetap begini, yang ada aku gak mau kalau harus jadi jauh dengannya.

Terakhir yang bertahan dengannya adalah motor yang pertama kunaiki di SMA dan rumah beserta furnitur dan dekorasi yang gak berubah. Letaknya di ujung komplek, tapi kabar tentang isinya dulu selalu ramai sampai nyaris keluar komplek. Segalir itu cerat manusia atas perkara hidup orang lain.

"Woy!"

"Ck, apaaaa?"

"Ngelamun mulu. Banyak utang lu?" usilnya.

Aku senyum nanggepinnya. Aku ada pikiran, tau!

"Eh anterin gue cari kado dong,"

"Buat?"

"Buat Mark lah! Buat siapa lagi?"

"Loh emang ulang taunnyaㅡ"

"Seminggu lalu, gue ngeprank dia tapi malah kelupaan!" kata Yeri sambil ngusuk rambutnya sendiri.





🌻




Baskara menggantung manja, nyaris memanggang bumi tapi kasihan katanya jadi gak jadi! Jam dua siang, bersama potongan ayam tepung dan cola dingin bayaran terimakasih Yeri.

"Eh, jam tangan kayak gini gak pasaran 'kan?"

"Enggak kayaknya." jawab Sian.

"Lo pada abis ini langsung balik?"

"Iya kayaknya." kujawab.

"Pada kayaknya mulu, yang yakin dong!" Yeri, si jelas.

Aku terkekeh ringan, jemariku mengetuk layar ponsel. Si cinta sebentar lagi tiba. Tapi aku gak bohong sama Yeri kok, aku emang mau langsung pulang tapi mau ketemu Lucas dulu.

"Sekali lagi thanks, ya. Eh tar malem gue liat resume lo dong, An. Liat doang, gak akan gua copy semua." kata Yeri.

"Belum beres juga lo?" tanya Sian, tapi Yeri mintanya ke aku.

"Liat nanti, kalo copyannya masih ada gue kirim." jawabku.

"Ah," pelan-pelan dia duduk tegak. "Lo gak pasti. Punya lo deh, An." kali ini ke Sian.

"Punya gue juga udah dikumpul, copyannya gak tau ada apa enggak. Tar gue cari."

"Ck! Dah lah, gue balik sekarang." Yeri berdiri tapi langkahnya terhenti.

Aku berbalik dan mendapati laki-laki yang kutunggu dari tadi!

"Lho? Katanya mau balik?" tanya Yeri.

"Emang, gue cuma minta ketemu doang. Lagian Lucas ada kelas kok sejam lagi, iya 'kan?" kataku disambung nanya ke Lucas.

Lucas ngangguk.

"Kalian beneran pacaran?" tanya Yeri.

"Heh? Kemana aja lo?" ini kata Sian.

"Oh, gue gak tau." jawab Yeri.

Entah kenapa semesta mendorong Yeri buat memperlihatkan kunci mobilnya ke orang yang ada di sekitarnya siang itu.

"Gue balik ya An, An." pamitnya, cuma ke aku dan ke Sian.

"Lu kalo jalan dagunya jangan naik!" titah Sian setengah memekik.

Bersamaan itu aku menatap Lucas yang bergeming di tempatnya berdiri. Dia angkat dua alisnya singkat sewaktu matanya menangkap atensiku padanya.

"Duduk sini,"

"Gue juga balik deh, gue mau bareng Yeri." Sian rogoh tasnya sambil berdiri.

"Lo kok buru-buru?"

"Gue hidup dua puluh taun bukan buat jadi nyamuk hari ini." katanya, lantas aku ketawa. "Dah, ya. Duduk sini, Cas. Have fun, guys." katanya disambung pergi berlalu.

"Tiati!"

"Yaaaa!"

"Eh kamu laper gak? Udah makan?" tanyaku sewaktu Lucas duduk.

"Udah, udah. Pesen minum aja, deh. Kamu juga harus tapi."

"Iya, iyaaaa. Di jalan panas, ya?" kutanya dia.

"Iya, motor gak ada ac sih." katanya.

Satu yang kusadari, aku tau perkataan Lucas barusan ada campur tangan atas sikap Yeri beberapa saat tadi.





































masih ada yang mau saya sampaikan,

apabila kalian menemukan kesamaan suatu kejadian yang ada didalam cerita saya dengan cerita orang. itu kebetulan. kalau sangat mirip dan kalian merasa gak nyaman bacanya, kalian boleh berhenti disini daripada terjadi perbandingan yang gak diinginkan tanpa diperkirakan ^^

sebab pasti saya gak sengaja melakukannya dan juga gak direncanakan. dengan penuh sadar dan hormat, saya berterima kasih kepada dan menghargai apa-apa yang jadi inspirasi saya. baik itu cerita dengan konsep sama yang sudah lebih dulu ada, serta teman-teman yang setia membaca.

Sepuluh Ribu SenjaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang