Live after die (Ekstra Eps.)

343 32 16
                                    

Dixie menarik nafas perlahan, ia sama sekali tidak menyesal dengan keputusannya sepuluh tahun yang lalu. Keputusan yang ia tahu sangat beresiko bagi masa depannya.  Tetapi, lagi-lagi malaikat maut yang mencabut arwah Dixie mengungkit hak tersebut.

"Kau sangat baik, ya? Mau mengorbankan seluruh hidupmu demi dua orang yang kau sayang."

"Mereka itu bagaikan bagian dari tubuh saya. Ibaratnya, jika mereka tidak ada. Untuk apa saya hidup?" Dixie berbalik bertanya pada tuannya.

"Lalu, untuk apa kau bekerja untukku? Mengorbankan 10 tahun akhirat hanya untuk dia. Untuk orang yang bahkan akan melupakan semua kebaikanmu."

Dixie menatap malaikat maut tersebut dengan kesal, "kau hanya mengulang-ulang pertanyaanmu untuk jawaban yang sama."

"Ah, ya ... Bawahanku memberi tahu kalau di gunung De re Chisa ada seorang pertapa muda yang selalu menyebut namamu."

"Bahkan, diketahui, kalau dia bertapa hanya untukmu! Romantis bukan?" Lanjutnya.

Dixie menahan tawa, "romantis? Bukankah itu hal yang aneh?"

"Aneh?" Malaikat maut itu membeo.

"Ya, siapa yang mau mengorbankan dirinya demi diri ku?"

"Hm, kau yakin tak ada?"

"Mungkin, Adikku atau kakakku."

"Mungkin salah satu dari mereka."

"Kalau itu adalah kakakku apakah kamu mau membebaskan aku?"

"Tentu saja tidak, kau sudah berjanji 10 tahun akhirat, dan sekarang belum ada 1 tahun akhirat kamu mengabdi."

"Ba-baik."

Dixie terdiam seraya menatap sayu arah bawahnya. Berharap, pengorbanan yang ia lakukan tidak sia-sia. Tidak ada lagi pertumpahan darah, kebencian, pengorbanan dan apapun itu.

"Ah, ya. Aku harus menjemput jiwa sekarang," malaikat maut itu memberi tahu Dixie.

"Boleh aku tahu siapa itu?"

"Ck, kemarin kau menanyakan apakah aku sudah mengambil nyawa keluargamu atau belum, sekarang kau bertanya lagi?!"

"Ini yang terakhir, aku mohon."

"Clover,"  balas malaikat maut itu dan langsung pergi meninggalkan Dixie.

"Cover," gumam Dixie perlahan.

LilyWhere stories live. Discover now