Tugas 1

43 3 0
                                    

Pilihan tugas yang diambil : PROLOG

-------------------

Ada sesuatu yang memaksa agar aku terbangun dari sunyinya malam. Gelumat riak yang saling beradu, pikirku hanya khayalan saja. Hawa beku menusuk-nusuk di atas permukaan kulit. Aku mulai menggeser badan, mencari selimut lainnya. Namun, yang aku rasakan hanyalah kerikil-kerikil kecil dan kasar di mana-mana.

Tunggu. Ini aneh!

Perlahan mataku terbuka lebar, hingga rasanya bumantara dapat kulihat jelas tanpa cahaya kelap-kelip di atas sana. Biru dongker menguasai langit di atas sana, itu artinya ini malam yang sama. Namun, jelas aku mengingat kalau tubuhku direbahkan di atas kasur, bukan pasir. Gelombang pasang yang saling beradu, sedikit demi sedikit airnya menyapu ke arah kaki telanjangku.

"Ini di mana?" bisikku pada diri sendiri. Aku mencoba bangkit, mengedarkan pandang ke semua penjuru. Hanya ada pohon-pohon berdiri tegak tidak jauh dari sini. Banyaknya tanaman menjulang ke atas, pohon yang sangat dikenal sebagai pohon seribu manfaat. Sebenarnya ini di mana?

Aku mencoba melihat ke tenggara, terdapat pondok kayu kecil. Meski hanya berhiaskan kulit kerang dan beratapkan daun pohon kelapa, pondok itu terkesan indah dan sederhana. Dorongan kuat bagiku untuk menghampiri tempat tersebut.

Kami telah menunggumu.

Aku tersentak. Panas seketika menjalar di sekitar leher. Spontan aku memegangi bagian leher. Sakit, seakan minyak panas baru saja melalui kerongkongan. Semakin suara aneh itu terdengar, semakin kuat minyak panas itu mengalir. Ini menyakitkan.

Dalam gelumat riak, suara langkah kaki bisa aku rasakan semakin dekat. Siapa? Hanya satu kata itu yang diputar berulang-ulang dalam kondisiku ini. Ada sinar yang memancar dari ujung ternggara. Seseorang keluar dari pondok, membawa pedang yang begitu indah, dan sinar itu muncul dari sana.

Kami telah menunggumu. Nadira ... Nadira ...

Ketika suara itu semakin pudar, wajah orang yang yang menghampiriku begitu jelas. Wajah yang begitu familier dalam kehidupanku. Namun, mata hijau dan kulit pucat itu tidak pernah aku lihat.

"Aku menemukanmu." Suara bisikan yang begitu pelan hingga membuat tubuhku merinding ketika sadar mata pedangnya nyaris menempel di permukaan kulitku. Tanpa suara dan tidak aku ketahui kapan dia mengayunkan pedang.

TUGAS WATNWhere stories live. Discover now