Tugas 2

22 1 0
                                    

Tugas 2 : Cerpen
Tema : Kesempatan

The Historix

AC dingin dari bus kuning yang ditumpangi oleh dua puluh satu siswa harusnya tidak dinyalakan ketika salju turun. Bising suara percakapan dari segala penjuru, kecuali di sisiku yang kosong melompong. Kaca berembun hingga sulit bagi mata ini menganalisis posisi saat ini. Lagi pula guru sejarah dengan senang hati membuat peta dengan teliti. Tidak asal ambil dari internet, dibuat sendiri lebih seru ketimbang copy paste katanya.

Musim dingin di Scharat, kota penuh dengan mistis katanya. Dalam rangka kegiatan sekolah, aku terpaksa ikut ke sana. Mantel super tebal sudah kupakai, teman-teman masih bertahan dengan cuaca dingin. Iri sekali aku dengan mereka. Seandainya aku tidak begitu sensitif dengan suhu di luar ruangan. Serius, AC ini harusnya diganti jadi penghangat!

"Inikah tempatnya?" bisik-bisik orang di depanku.

Aku sontak menengok ke arah jendela. Gedung putih tanpa noda, kecuali gundukan salju di atasnya. The Historix, museum yang baru dibuka untuk umum setelah lima tahun pembangunannya selesai. Entahlah apa yang membuat bangunan bersejarah ini lama dibeberkan pada publik. Aku tidak begitu tertarik mencari tahu.

"Turunlah dari bus berpasang-pasangan. Kalian boleh memisahkan diri dan mencari tour guide pilihan masing-masing," ujar Mrs Sydney. Wanita muda dengan kacamata merah itu mendekap erat papan dada berisikan papan tulis.

Aku melirik ke samping. Kosong, tidak ada pasangan. Mrs Sydney akan khawatir jika aku pergi sendirian. Namun, bersembunyi di bus pun membuatku tidak nyaman dengan udara dingin AC dan bau keringat bercampur pengharum kopi yang amat tidak cocok. Kali ini aku merutuki Waner, laki-laki itu harusnya bisa menunda demamnya!

"Rachie, semua sudah ke bawah, kenapa kamu tidak? Kamu baik-baik saja?" ujar Mrs Sydney.

Aku menggeleng lemah. "Aku baik, Mrs. Hanya saja pasanganku tidak ada. Bolehkah aku berjalan sendirian?"

"No!" sanggah cepat wanita tersebut, "kalau kamu tidak malu. Jalan saja dengan wali kelasmu ini."

"Maafkan aku, Mrs. Tahu rumor yang beredar tentangku? Aku tidak ma—"

"Aku tidak menerima tolakan dalam hal apa pun. Lagipula Mrs Sydney yang hebat dan cantik ini tahu seluk-beluk The Historix." Aku memaksakan tersenyum. Padahal aku tahu, kecemburuan sosial akan terjadi. Terlebih pada mereka yang menyatakan mataku melihat segalanya, tanganku yang terkutuk atau pendengaranku mengubah segala hubungan yang ada.

Untuk sekarang, aku tidak mau memedulikan hal itu dulu. Kami masuk ke dalam museum dan menjadi perhatian sebagian murid. Mrs Sydney tersenyum, kebiasaannya. Berdongeng bagaimana dan sejarah mengenai apa yang kuperhatikan. Dia begitu ekspresif.

"Rachie, di antara semua artefak yang tersisa. Tahukah kamu apa yang paling berharga dari tempat ini?" tanya Mrs Sydney.

"Emm ...." Aku menggeleng. Percuma saja menerka satu per satu. Bagiku semua yang terlihat sama-sama berharga. Jika tidak, kenapa semua benda-benda itu ada di The Historix.

"Gedung ini dibangun lima tahun lalu untuk mengenang Historix School. Kecerobohan saat menulis, pendirinya masih anak-anak. Percaya?"

"Historix School?"

Mrs Sydney lalu berjalan, aku tidak tahu ke mana. Di tengah-tengah ada dua belas patung anak. Laki-laki dan anak perempuan yang di tengahnya pun menjadi perhatianku dibanding patung lainnya. Entah yang kulihat ini salah atau sebaliknya, tetapi mata Mrs Sydney berkaca-kaca.

Aku memiringkan kepala; adakah yang membuatnya bersedih?

"Saat pembangunan, kesebelas murid Historix School ini menolak untuk dibangun museum. Biarkan itu jadi kenangan mereka saja. Sayangnya, walikota bersikukuh. Museum pun dibuka untuk umum sesuai perjanjian, hari ini.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Nov 21, 2019 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

TUGAS WATNWhere stories live. Discover now