5. Rasanya Sakit

1.6K 244 15
                                    

"Kau kelihatan tidak fokus di kelas, ada apa?" Jihoon membuka obrolan dengan Seungcheol.

"Tumben sekali kau perhatian?" Jihoon berdecak melihat respon menyebalkan Seungcheol, padahal dia sedang ingin menjadi sahabat yang baik untuk Seungcheol.

"Ada wanita lain yang datang mengaku jodohmu?" Seungcheol memutar bola mata imajiner mendengar olokan Jihoon. "Atau laki-laki?" Akhirnya Seungcheol memberi jitakan sayang di kepala temannya karena bicara sembarangan.

"Tadi pagi aku dirampok." tutur Seungcheol akhirnya.

"Yang benar? Memang ada yang bisa dirampok darimu?"

"Jangan meledek, aku sedang serius."

"Haha habis kau ada-ada saja, kalau mau ditraktir makan bilang saja tidak perlu pura-pura dirampok." Keduanya kini sudah duduk bersama di kantin kampus.

"Sialan! Teman macam apa kau ini." Seungcheol mengapit leher Jihoon bercanda. "Tapi kalau kau mau menraktirku aku dengan senang hati menerimanya." Lagi pula tidak mungkin Seungcheol berkeluh kesah tentang Ayahnya pada Jihoon, sama saja dengan membuka aibnya sendiri apa lagi tentang para penagih hutang itu. "Aku akan menguras isi dompetmu."

Seungcheol menyelesaikan makannya dengan cepat, lalu ijin pergi pada Jihoon. Tiba-tiba saja muncul ide yang cukup cemerlang di kepalanya.

"Kenapa buru-buru sekali, makanku saja baru habis separuh."

"Maaf, ada yang harus ku lakukan sekarang. Traktirannya makasih ya, aku akan menggantinya lain waktu."

"Tidak perlu memaksakan."

"Sialan kau, Lee."

Keluar dari kantin, Seungcheol bergegas menuju ruang kemahasiswaan untuk bertemu dengan pengurus uang beasiswanya. Dia bermaksud untuk bertanya, apa bisa dia mengambil uang beasiswanya bulan depan hari ini juga.

"Bukannya uang beasiswamu baru cair hari ini?" tanya wanita pengurus setelah Seungcheol mengutarakan maksud kedatangannya disana.

"Ada kebutuhan yang sangat mendesak dan uang beasiswa saya bulan ini belum bisa menutupi. Apa anda bisa membantu saya mendapatkannya hari ini?"

"Saya tidak janji uangnya bisa keluar hari ini, anda harus membuat surat pernyataan dan mendapatkan persetujuan lebih dulu dari dewan untuk bisa mencairkan uang bulan depan."

"Kalau begitu baiklah, maaf sudah mengganggu waktu anda. Selamat siang."

=======

Sore itu, Seungcheol berjalan was-was menuju kafe tempat kerjanya, sekarang dia sudah merasa seperti maling yang sedang ketakutan aksinya akan dipergoki. Dia bahkan mencari jalan memutar mencoba menghindar dari mata-mata lintah darat yang pasti sedang menunggunya entah dimana.

"Menghindari kami Choi Seungcheol?"

Fuck!

"Maksudmu?"

"Ini sepertinya bukan jalan yang biasa kau lalui untuk pergi ke tempat kerjamu."

"Memang ada larangan menggunakan jalan lain, aku sedang ingin lewat sini, apa tidak boleh?" Elaknya.

"Kau banyak bicara Choi, tidak berbeda dengan Ayahmu yang pengecut itu." Seungcheol menggertakan giginya tertahan. "Sekarang dimana uang kami?"

"Aku sudah menyiapkannya, kau pikir aku mau ingkar janji?" Seungcheol mengambil amplop dalam tas lalu menyerahkannya pada salah satu penagih hutang. Saat orang itu sedang membuka amplop, Seungcheol melarikan diri dari tempat itu hingga membuat para preman suruhan itu mengejarnya. Namun setelah beberapa kali berhasil menghindari mereka akhirnya Seungcheol terkepung juga.

"Yang benar saja Choi Seungcheol." Preman itu menyeringai congkak.

"Ada apa lagi? Aku sudah membayarnya, kenapa kalian mengejarku?"

"Satu juta? Kau pikir kami bisa dibodohi? Dimana uang yang lainnya?"

"Besok aku akan beri sisanya, sekarang cuma itu yang ku punya."

"Kau pikir kami akan percaya dengan penipu kecil sepertimu? Cepat geledah dia!" Seungcheol pasrah saat orang-orang itu merebut tasnya namun dia dengan cepat menata buku dan barang lainnya yang dihamburkan oleh mereka.

"Sudah ku bilang aku cuma punya itu, besok aku akan beri sisanya." Seungcheol menatap garang pada lelaki yang sepertinya ketua mereka. "Apa yang kau lakukan?!!!" Teriak Seungcheol mendapati salah satu dari mereka mulai merogoh saku celana dan tubuh. Merasa risih lalu tanpa segan Seungcheol memberinya sikutan.

Tak disangka gerakan itu justru membuat mereka mengeroyok Seungcheol, memukul dan menendangnya tanpa ampun.

=========

Han terlihat mondar-mandir di ruang tengah apartemen, berkali-kali dia menatap pintu. Kedua tangannya terkepal ingin sekali rasanya menghancurkan pintu tersebut. Hatinya sangat kalut, tidak tenang dan dia ingin berlari menuju tempat Seungcheol sekarang dimanapun lelaki itu berada. Tapi Seungcheol sudah melarang Han keluar dan Han sudah menyetujuinya, Han tidak boleh mengingkari itu atau Seungcheol akan marah padanya.

Akhirnya air mata Han keluar, dia menangis karena tidak bisa lagi menahan kegalauan yang ia rasakan sejak pagi. Kalau sekarang ada di dunianya, mungkin Han bisa melihat keadaan Seungcheol sangat mudah dengan kekuatan yang dia miliki, sayangnya Sang Bulan membatasi kekuatan makhluknya sejak mereka memutuskan keluar gerbang dari dunianya.

Baru pertama kali ini Han merasakan hal yang seperti ini. Han hanya bisa memukul dadanya sambil berharap itu bisa meringankan sesak yang dia rasakan. Karena rasanya amat sangat menyakitkan.

"Jodoh itu siapa?" Han kecil bertanya pada ibunya.

"Jodoh adalah dia yang akan selalu bersamamu selamanya, kalian akan mempunyai perasaan yang kuat satu sama lain. Kau merasa bahagia saat dia bahagia begitu pun sebaliknya, saat dia sedih kau akan merasakannya juga. Bahkan saat dia sakit kau bisa merasakan sakit yang sama, tubuhmu mungkin baik-baik saja, tapi disini. Hatimu akan sangat menderita. Hal itu akan jauh lebih terasa saat kau sudah melakukan penyatuan dengannya."

"Penyatuan itu apa?" bocah itu mengerjap penasaran, lucu.

"Kau terlalu banyak tanya, sayang. Ini sudah sangat larut, kau harus tidur karena besok kau akan belajar dengan teman-temanmu."

Seungcheol... kenapa disini sakit sekali.

Tbc

Wkwkwkkwkwkkw
kacaaaaaaaauuuuuuuuuuuuuu~~~
Terimakasih buat vomenter squad yang masih mau baca ini.... love you alll

My Fairy MateTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang