PART 45 : PERCAYALAH

10.9K 2K 307
                                    

Selamat tersenyum dan bahagia membaca part ini. Dipuasin puasin dulu gemesnya sama couple VaniLate ini buat nemenin Minggu kaleaaaan ^.^

***

"Ja...." Key melempar tatapannya pada Vanila yang baru sampai di ruang tamu. "Vanila abis Ja...Jan di warung Haji Sodik, tapi uangnya kurang. Jadi ngutang lagi, deh. Hahaha. Iya kan, Van?"

Vanila bingung. Antara harus mengiyakan atau menggeleng karena kenyataan yang sebenarnya memang bukan seperti itu. Nyaris ia membuka mulut untuk meralat. Tapi rupanya Brilian tidak sendirian.

"Van, orang baru pulang dari rumah sakit, kok nggak kamu suruh istirahat di dalem?" Cintamy menegur putrinya.

Di samping Vanila Key mengangkat bahu, terlihat juga bingung. Laki-laki itu merasa sudah melakukan hal yang paling tepat. Biar Vanila sendiri yang menyelesaikan urusannya dengan Brilian.

Persoalan hati, harus dibicarakan dari hati ke hati oleh yang bersangkutan supaya tidak terjadi kesalahpahaman.

"Yuk Bri. Mamamu pulang malem, kan? Kamu di sini dulu aja sampai Mamamu balik," tawar Cintamy sembari membantu Brilian berjalan masuk rumah.

Sepasang kakak beradik yang masih mematung di ambang pintu, saling menatap, lalu mendesah lemah bersamaan. Keduanya melangkah mengikuti Brilian yang kini duduk di karpet depan televisi.

"Lo nggak mau rebahan dulu, Bri? Ke kamar gue, gih." Vanila ikut bersila menyebelahi sahabatnya itu.

Sembari mencomot kwaci di dalam toples, ia kembali fokus menyaksikan pertandingan bola di televisi.

"Kamar gue aja, Bri. Lo tahu sendiri biasanya kamar Vanila kayak apa?" tanggap Key seolah berbaik hati.

Padahal sebenarnya, ia hanya tidak ingin hubungan Brilian dan adiknya tetap intens seperti biasanya. 
Melihat keakraban Brilian dan Vanila yang sedang berlomba membuka kulit kwaci, Key jadi membatin sendiri.

Vanila udah punya pacar, jadi paling nggak dia harus bisa jaga perasaan pacarnya, kan? Yah meski Late lagi nggak ada di situ dan nggak liat semuanya.

"Bri, ini kamu makan dulu, ya. Tadi Key beli soto daging di gang depan." Cintamy meletakkan mangkuk makanannya di depan tv.

Melihat penampakan semangkok soto di hadapannya, Brilian mematung sesaat. Terlihat ragu untuk menyentuhnya, apalagi memakannya.

Lalu tiba-tiba sepasang tangan lain menyambar sendok garpunya dari atas mangkok.

"Nih, udah." Tanpa basa-basi Vanila menyendok bagian telur rebus yang berwarna kuning lantas dilahap sendiri.

"Nasinya kurang nggak, Bri?" Cintamy tiba-tiba menoleh. Membuat Vanila seketika tersedak karena tak bisa menelan kuning telurnya dengan lancar.

Dari kecil Cintamy seringkali menegur Brilian yang selalu menyisakan kuning telur tiap kali ia memasak menu serupa. Wanita itu juga hafal, kalau Vanila yang biasanya menyelamatkan Brilian dari omelannya.

"Van..." Cintamy mendesah pelan.

Brilian nyengir, seolah bersiap mendengar ceramah panjang lebar dari Mama Vanila.

***

Seperti yang sudah diperintahkan Key, kamarnya dipinjam Brilian untuk malam ini. Tidak semalaman penuh, sih. Karena biasanya kalau lagi lembur, Mama Brilian pulang kantor sekitar jam sembilan malam.

Imbasnya, kurang lebih selama dua jam kedepan, Vanila harus rela berbagi kamar dengan abangnya.

"Van..." Key yang sedang duduk di atas ranjang Vanila sembari memangku laptop, tiba-tiba membuka obrolan.

VaniLate (SELESAI)Where stories live. Discover now