Chapter 07 - Pelatih part 3

3.8K 221 39
                                    

Berbeda dengan dua orang yang sudah berpengalaman dan memang memiliki jam terbang tinggi itu. Para remaja yang datang kesini dan berbaris di depan mereka bertiga tentunya tak semudah itu saat merasakan sensasi menakutkan yang baru saja mereka rasakan dari Munding.

Sebagian besar dari mereka langsung tersungkur ke tanah dan muntah. Sebagian yang lain duduk terjengkang ke belakang dengan muka pucat dan tubuh yang gemetaran. Sebagian yang lain langsung pingsan tak sadarkan diri.

Munding hanya tersenyum dan dengan cepat melayangkan pandangan matanya. Dari keempat puluh remaja di depannya ada sekitar 9 orang yang memiliki reaksi tak separah yang lainnya. Lutut mereka gemetaran, keringat dingin membasahi tubuh mereka, tapi mereka tetap berdiri dan menatap Munding dengan tatapan ketakutan.

“Sun, sembilan anak ini lolos tahap pertama. Setelah ini, suruh mereka ke ruangan tempat kita tadi ngobrol. Tinggal satu tes lagi yang aku ingin lakukan ke mereka,” kata Munding pelan ke arah Arya.

Munding lalu berjalan kembali ke ruangan sedangkan Afza sibuk membangunkan beberapa remaja yang tadinya pingsan dan tak sadarkan diri. Arya mendekat juga ke arah rombongan remaja itu lalu berkata pelan, “Kalian bersembilan, ikuti Pelatih kalian ke ruangan itu. Yang lainnya, kalian bisa istirahat dulu di tempat ini bersama Pelatih A,” kata Arya pelan.

Seorang anak yang merupakan salah satu dari sembilan orang yang diintruksikan untuk mengikuti Munding oleh Arya terlihat sedikit ragu dan mengangkat tangannya.

“Maaf Pak, saya minta izin untuk bicara,” kata si anak.

“Ya?” tanya Arya pendek.

“Bukankah kami semua sudah bergabung dengan Biro, lalu kenapa Pelatih tadi seolah-olah melakukan seleksi lagi? Ini tak seharusnya dilakukan kan?” tanya si anak tersebut.

“Betul, kalian semua memang sudah menjadi bagian dari Biro. Pelatih A yang akan mendidik kalian. Itu adalah rencana utama kami, tapi ada yang lebih baik dari itu,” jawab Arya.

Kesembilan orang anak yang diminta oleh Munding untuk mengikutinya mendengarkan Arya dengan seksama.

“Kalau kalian bisa berlatih di bawah bimbingan Pelatih tadi, aku jamin kalian akan menjadi petarung yang jauh lebih kuat dari sekarang,” lanjut Arya.

Mereka semua saling berpandangan dan seolah-olah tak percaya dengan kata-kata Arya. Memangnya siapa si Pakdhe itu? Bahkan seorang serigala petarung seperti Arya sampai berkomentar seperti itu?

“Aku tak akan memaksa kalian. Kalian bisa tetap disini dan menjadi anak didik A. Atau kalian bisa ke ruangan sana dan mencoba nasib baik kalian. Pada akhirnya, kalau kalian gagal disana, toh kalian bisa tetap kembali ke sini lagi kan?” kata Arya.

Dari sembilan anak yang tadinya diminta oleh Munding, 3 orang memutuskan untuk tetap di tempat ini bersama yang lain. Arya hanya menggeleng-gelengkan kepalanya melihat mereka bertiga. Sedangkan keenam orang yang lainnya berjalan dengan pasti ke arah ruangan yang sudah lebih dulu dimasuki Munding.

Tak lama kemudian, ada enam orang yang masuk ke dalam ruangan tempat Munding berdiri dengan kedua tangan terlipat di belakang badannya. Dia tersenyum kecil saat melihat hanya ada enam orang yang masuk ke ruangan ini.

“Hmmm. Hanya enam orang ya?” gumam Munding sambil melihat ke arah mereka semua.

Empat orang cowok dan dua orang cewek, semuanya masih terlihat belia dan muda. Dari keenam orang itu, ada 2 orang serigala petarung tahap awakening dan 4 orang tahap inisiasi. Munding tentu tak tahu, pilihan apa yang mereka buat saat dulu melakukan inisiasi, karena itu, saat inilah dia ingin melakukan seleksi ala dirinya sendiri.

“Aku sebenarnya bukan pelatih kalian. Tugasku di Biro cuma satu, offense,” gumam Munding pelan.

Keenam orang serigala petarung yang ada di depan Munding saling bertatapan mata dengan kebingungan. Mereka sama sekali tak merasakan aura militer dari tubuh Munding, sangat berbeda dengan Afza ataupun Arya. Laki-laki yang menyebut dirinya Pakdhe ini terlihat seperti seorang lelaki biasa yang sering kita temui di pinggir jalan. Bahkan tak ada setitik intent pun yang keluar dari tubuhnya. Itulah yang membuat mereka ragu akan identitas si Pakdhe yang akan menjadi pelatih mereka ini.

“Dan sampai detik ini, Biro hanya punya satu orang anggota saja untuk tim serang. Ketua Biro memintaku ikut menjadi pelatih, karena dia ingin agar aku tak sendirian lagi saat menyerang musuh-musuh kita. Aku menyanggupinya. Tapi dengan syarat kalian layak untuk melakukan itu!” kata Munding sambil mengangkat wajahnya perlahan-lahan dan mulai memejamkan matanya.

Sampai detik ini, keenam orang itu akhirnya menyadari dengan siapa mereka sekarang sedang berhadapan. Mereka semua terlahir dari keluarga yang sangat dekat dengan kehidupan serigala petarung. Sedikit atau banyak, mereka tentu tahu sepak terjang tentang serigala petarung terkuat yang dimiliki oleh Biro.

Serigala petarung yang mampu mendominasi semua oposisi dari kawanan lain yang ada di Asia Tenggara dan membawa Biro menjadi lembaga yang diakui otoritasnya untuk mengatur dan mengendalikan semua serigala petarung di negeri ini.

Sang Legenda, Sang Demon, Munding.

“Kalian siap?” tanya Munding sambil memejamkan mata.

Keenam orang yang tadi begitu terkejut karena mendapatkan surprise yang tiba-tiba dengan cepat mengatupkan rahangnya dan mengumpulkan semua niat dan semangat mereka.

Munding.

Sebuah nama yang sangat melegenda.  Dalam hitungan beberapa tahun saja, sepak terjangnya diceritakan oleh para tetua dan senior dari keluarga mereka. Serigala petarung yang dijuluki Demon karena dominasinya yang tak terpatahkan oleh musuh-musuhnya.

Dan kini, sosok itu sedang berdiri di depan mereka dan juga memberikan kesempatan untuk melatih mereka. Siapakah yang ingin menyia-nyiakan kesempatan itu? Karena mereka tahu, seandainya para senior dari keluarga mereka tahu, kalau mereka mendapatkan kesempatan emas ini tapi menyia-nyiakannya, entah hukuman apa yang akan mereka terima.

Munding lalu membuka matanya.

Ketika keenam orang itu melihat ke arah mata Munding yang berwarna hitam gelap, mereka sangat terkejut sekali. Mata itu sangat menakutkan dan membuat seluruh tubuh mereka bergidik ketakutan. Hanya satu kata yang muncul dalam kepala mereka.

Demon.

Lalu semuanya tiba-tiba menjadi gelap gulita.

Gelap.

Hitam.

Pekat.

Sunyi.

Tak ada suara.

Tak ada rasa.

Dimana ini?

Kenapa aku tak bisa merasakan tubuhku sendiri?

Berapa lama aku disini?

Kenapa semuanya gelap gulita?

Keenam orang itu merasakan hal yang sama. Mereka terperangkap dalam domain kegelapan milik Munding. Tapi, Munding melakukan itu bukan karena dia ingin mencelakai mereka berenam. Dia ingin mengetahui seberapa kuat kesadaran diri yang dimiliki oleh keenam orang itu.

Munding juga melayang dalam dunia kegelapan ini. Tapi tak seperti orang lain, Munding tak merasa asing atau takut. Dia merasa nyaman sekali. Seperti seorang bayi yang berada dalam pelukan ibunya. Seperti seseorang yang berada dalam pelukan kekasihnya.

=====

Author note:

Mohon maaf agak telat updatenya. Baru bangun tidur. Dua hari ini memang agak nyleneh jam saya.

Kemarin tidur gasik, malam bangun sampe pagi karena piket di kantor. Hari ini pun sama, tidur gasik, bentar lagi uka-uka, maksudnya, keliling lingkungan, ronda, maklum saya tinggal di kampung. Wkwkwkwk.

munding:utopiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang