“Aku tak mau dan sekalipun aku mau, aku tak bisa. Aku punya tempatku sendiri. Tempat dimana aku harus berada, dan itu bukan disini,” jawab Nurul.
“Bagian mana dari kata-kataku yang kamu tidak mengerti??? Kamu tidak punya pilihan, mahluk kecil tak berdaya!!” suara Tian Long terdengar mengaum keras dan membuat semua hewan-hewan kecil yang berada di sekitar danau ini berhamburan ke segala arah.
“Dunia ini bukan ilusi, tapi juga bukan kenyataan,” kata Nurul.
“Sejak awal, sekalipun semuanya terlihat begitu indah dan seperti surga, tapi di balik itu, semua ini hanya terbentuk dari apa yang suamiku sebut dengan ‘manifestasi intent’. Aku tak bisa menciptakan manifestasi intent, tapi aku tahu apa itu,” kata Nurul sambil meraih kearah lehernya dan dia hanya tersenyum kecil ketika tidak menemukan kalung dengan liontin berwarna hitam pemberian Munding.
Sejak mengalami awakening, Nurul memang memiliki kepekaan luar biasa untuk melihat intent dengan menggunakan mata fisiknya. Karena itu, saat Alit berlari ke arahnya, Nurul curiga jika ada sesuatu yang datang ke rumah ini.
Dan dugaan Nurul benar, Alit melihat sosok naga rakasasa yang membuat dia takut. Nurul tahu kalau sosok naga itu adalah manifestasi intent, sama seperti kalung ataupun gelang berwarna hitam yang diberikan oleh Munding. Tapi berbeda dengan manifestasi intent Munding yang dijadikan ‘perhiasan’, naga itu terlihat seperti mahluk hidup.
Sedari awal, itulah yang menarik perhatian Nurul dan membuat dia mengikuti permintaan Tian Long. Tapi ketika Tian Long mulai menunjukkan niatnya untuk memaksa Nurul tinggal di dalam Tian Di, Nurul dengan jelas menolak.
“Naga, kamu hanya manifestasi intent. Sejak aku menyadari itu, aku tidak takut kepadamu,” kata Nurul.
“Kamu seharusnya takut kepadaku. Di dunia ini, Tian Di, tak ada yang bisa mengalahkanku. Bahkan Cui atau Jian sekalipun!!!” teriak Tian Long dengan suara auman yang keras membahana.
Nurul tak peduli. Dia harus akui kalau dunia ini indah, lebih indah dari kenyataan. Dia tidak lumpuh disini. Dia bisa berjalan dengan kedua kakinya, layaknya orang normal. Dia bahkan bisa terbang melayang di tempat ini. Tapi tak ada Alit dan Munding disini. Jadi dunia ini bukan tercipta untuknya.
Nurul mendekat ke arah Tian Long yang masih mendongakkan kepalanya. Dia mengacungkan jari telunjuknya dan menunjuk ke arah bagian bawah kepala Tian Long yang tertutup oleh sisik tebal berwarna kuning emas. Tian Long yang melihat ulah Nurul terlihat tak peduli.
Seorang petarung lemah seperti wanita di depannya, apa yang bisa dia lakukan kepada dirinya? Sekalipun Tian Long hanya berdiri diam saja, tak akan ada segores pun luka di tubuhnya atau setitik darah keluar dari kulitnya.
“Kata Mas, semua manifestasi intent punya kelemahan. Karena pada dasarnya manusia diciptakan tidak sempurna. Mas juga pernah bilang kalau dia iri padaku…” gumam Nurul dengan tatapan mata menerawang.
“Karena aku bisa melihat semua struktur manifestasi intent dengan mata fisikku,” lanjut Nurul lirih.
Saat itulah ujung jari Nurul menyentuh tubuh Tian Long. Tian Long melirik ke arah ujung jari Nurul dan matanya terbelalak. Seperti permukaan kolam yang tenang lalu terkena celupan sebuah jari, perlahan-lahan, tubuh Tian Long seolah memudar dengan cepat, tepat di titik dimana Nurul menyentuhnya.
Seperti gelombang yang merambat, dimulai dari titik kecil itu, dengan cepat sesuatu yang aneh terlihat menyebar ke tubuh Tian Long. Kulit, daging, sisik, semua yang terlewati oleh gelombang aneh itu seperti terurai dan hilang begitu saja.
Tian Long ketakutan. Ini kali pertama kalinya dia mengalami rasa takut yang luar biasa.
Dengan cepat dia mengaum keras lalu menyembur ke arah Nurul yang berdiri di dekatnya. Nurul tak merasakan apa-apa, tapi sekejap mata kemudian, dia menemukan dirinya berbaring di rerumputan halaman rumahnya.
Tian Long yang masih berada di dalam Tian Di, panik. Sekalipun dia sudah mengirim kembali wanita itu ke dunia nyata, tapi gelombang aneh yang menyerang dan seolah menghapus dirinya masih tetap terjadi, sekalipun agak melambat.
Tanpa bertanya ataupun meminta pendapat Cui dan Jian, Tian Long menarik mereka dan segera meninggalkan tempat ini, sejauh mungkin, secepat mungkin, dari monster wanita yang hampir saja menghapus keberadaannya sejak dia diciptakan.
=====
“Tian Long!!! Apa maksud semua ini??” teriak Jian.
Seekor naga terlihat diam sambil memejamkan matanya. Naga itu terlihat melingkar di atas puncak sebuah gunung dengan sebagian besar tubuhnya tertutupi oleh awan. Cui berdiri di belakang Jian dan hanya terdiam mendengarkan.
“Aku pemimpin Kongzi. Kamu harus menjawabku!!” teriak Jian sambil mengeluarkan sebuah pena kuas yang terlihat kuno.
Tian Long membuka matanya ketika melihat Jian mengeluarkan pena itu. Ada sedikit rasa nostalgia terpancar di sana ketika melihat pena yang dipegang oleh Jian. Pena itu adalah pena yang menjadi kesukaan pencipta Tian Long, pendiri Kong Zi ribuan tahun lalu. Pena yang sekarang dijadikan sebagai symbol pemimpin tertinggi Kongzi.
“Ada seorang petarung yang menakutkan di sana,” jawab Tian Long.
“Ha? Petarung menakutkan?” tanya Jian sedikit kaget.
“Siapa? Aku sama sekali tak merasakan ada ancaman atau apa pun,” lanjutnya.
“Dia bukan siapa-siapa. Lupakan. Aku ingin beristirahat,” jawab Tian Long.
Jian hanya menoleh sebentar ke arah Cui dan terlihat berpikir keras. Tian Long adalah manifestasi intent, untuk apa dia beristirahat, dia tak punya rasa lelah, dia hanya benda mati.
“Tian Long, kau tak…”
Kata-kata Jian tak sempat terucap dan dia sudah berdiri di sebuah ruangan yang rapi. Di sebelahnya, Cui membuka matanya yang terpejam dan tersenyum kecil penuh minta maaf.
“Bedebah itu menendang kita secara paksa dari Tian Di?” geram Jian sambil menggenggam kepalan tangannya.
=====
“Miiii…” Alit tersenyum senang ketika melihat ibunya kembali tersadar.
“Umi, nggak pa-pa Nak,” jawab Nurul, “bantu Umi ambilin kursi roda ya?” pinta Nurul kepada anaknya.
Alit lalu dengan cekatan mendorong kursi roda yang ukurannya jauh lebih besar dari dirinya ke arah ibunya yang berbaring di rumput. Tak lama kemudian, Nurul pun sudah kembali duduk di kursinya sambil memeluk Alit.
Nurul masih terbayang-bayang kejadian yang baru saja terjadi. Dia bukan seorang petarung seperti suaminya atau ayahnya. Semua yang dia lakukan tadi hanya spekulasi belaka.
Nurul memang memiliki kepekaan luar biasa dengan mata fisiknya untuk melihat manifestasi intent, seperti yang dulu pernah dipuji Munding. Nurul bisa dengan mudah melihat dimana titik-titik terlemah dari sebuah teknik atau manifestasi intent yang digunakan oleh seseorang.
Nurul menggunakan logika itu saat menghadapi Tian Long. Ketika berada di tepi danau, Nurul menggunakan seluruh konsentrasinya untuk menemukan kelemahan Tian Long, dan dia menemukannya.
Tapi itu juga yang membuat Nurul masih terbayang-bayang kejadian tadi hingga kini.
Ketika dia memaksa dirinya untuk menemukan kelemahan Tian Long, Nurul melihat semua manifestasi intent yang ada dalam dunia Tian Di secara berbeda. Gunung tak lagi terlihat seperti gunung, pohon tak terlihat lagi seperti pohon, dan Tian Long bukanlah seekor naga rakasasa yang menakutkan.
=====
Author note:
Lama ndak update ya? Wkwkwkwk.
Maafkan saya.
Ini spesial untuk ais_chan, tetap semangat menjalani hidup. Semoga dengan bertambahnya usia, semakin anu apa yang di-anu-kan.
Dah gitu aja.

KAMU SEDANG MEMBACA
munding:utopia
Action(Action) Utopia merupakan sebuah negeri khayalan yang diciptakan oleh Sir Thomas Moore dalam bukunya yang berjudul Utopia. Negeri ini berupa sebuah pulau di tengah-tengah Samudera Atlantik yang memiliki tatanan kehidupan yang ideal, dari semua segi...