PART 8

8.5K 130 0
                                    

POV Pak Dosen (Ezza)
❤❤❤

Namaku Ezza Saputra, anak tunggal dari keluarga Papa Satia Perdana dan Mama Susi Maharani. Aku memiliki istri yang sangat cantik dan menggemaskan, namanya Bunga Cantika. Usiaku dan Bunga terpaut enam tahun, diri ini mulai tertarik kepadanya saat dia baru duduk di bangku kelas sembilan atau kelas tiga SMP. Saat itu kami belum saling mengenal, aku mengaguminya dari jarak jauh dan dapat dikatakan sebagai pengagum rahasia wanita tersebut.

Papaku dan papanya sudah berteman sejak lama, hingga keduanya membangun usaha di bidang yang sama juga. Ketika awal merintis, mereka sangat yakin kalau perusahaan yang dibangun suatu saat pasti akan sukses dan berkembang. Apa yang mereka harapkan benar menjadi kenyataan, usaha itu sangat berkembang pesat dan meningkatkan keuangan keluargaku dan Bunga.

Aku masih sangat ingat saat pertama kali melihat Bunga, kala itu dia masih memakai seragam sekolah putih biru. Dia mendatangi kantor papanya bersama dengan mamanya, dan secara kebetulan aku dan Papa juga harus berkunjung ke sana karena ada sesuatu hal serius yang harus dibicarakan.

"Apa kabar, Sat?" Papanya Bunga menyalami papaku lalu merangkulnya.

"Alhamdulillah baik, Bar," balas Papa.

"Silakan duduk." Aku dan Papa duduk di sofa ruangan papanya. Sementara mamanya juga sudah duduk sejak tadi.

"Ezza udah segede ini, yah, Pah." Mamanya membuka obrolan.

"Iyah, Mah. Padahal kemarin baru juga SMP seperti Bunga, tapi sekarang udah gagah bener," sambung papanya.

"Ezza udah tingkat berapa, nih, kuliahnya?" tanya mamanya.

"Tingkat tiga, Tante," jawabku dengan senyum yang sudah kupersiapkan dari awal kami masuk ke dalam ruangan Om Akbar, ayahnya Bunga.

"Ternyata udah tingkat tiga, toh ... cepat banget, sebentar lagi lulus, yah," lanjut Tante Bella, mamanya Bunga.

"Enak kalau cepat lulus, Bar. Bisa bantu papanya ngurus perusahaan." Papaku membalas obrolan.

"Iya, Sat. Kalau Bunga masih panjang perjalanannya, sekarang aja baru kelas sembilan," ucap Om Akbar.

Saat itu, aku melihat Bunga sangat sibuk dengan gawainya, dia tidak berusaha memperhatikan orang-orang di sekelilingnya. Ketampanan yang kumiliki tidak mampu menembus pandangan Bunga untuk berpaling agar melihat ke arahku.

Padahal banyak wanita di kampus yang ingin berusaha mendekatiku, tetapi diri ini tidak pernah menghiraukan mereka. Ternyata sekarang aku menyaksikan sendiri, seorang gadis cantik yang masih belia, tidak ingin sedikit pun untuk melirik. Aku semakin penasaran ingin lebih mengenalnya.

"Bunga ... kok, asik banget sendiri, beri salam untuk Om Satia dan Mas Ezza," lanjut Om Akbar kepada Bunga.

"Hallo, Om," ucap Bunga, lalu mencium punggung tangan Papa disertai dengan senyumannya yang membuat jantungku berdegup begitu kencang.

OMG ... sama sekali dia tidak melihat ke arahku. Setelah menyapa Papa, dia kembali duduk dan sibuk dengan gawainya.

Oh, Bunga ... mengapa kamu begitu santuy, dan tidak bisakah kamu melihat ke arahku walau hanya sedetik saja? Aku ingin memandang wajah cantikmu.

Kecantikan Bunga adalah warisan, aku katakan seperti itu karena menyaksikan paras cantik yang dimiliki oleh Tante Bella. Bunga adalah gadis cantik, manis, dan imut yang berhasil membangkitkan rasa penasaran. Apa yang terjadi dengan hati dan perasaan ini? Mengapa diri ini sangat memuja Bunga? Apakah yang kurasakan disebut dengan benih-benih asmara? Secepat itukah merasakan getaran untuk Bunga? Inikah rasanya cinta pada pandangan pertama?

DOSEN ITU SUAMIKUWhere stories live. Discover now