Part 15

11.8K 175 55
                                    

❤❤❤

Seminggu telah berlalu, saat ini kami sedang berada di kamar dan rebahan di tempat tidur yang sama. Aku merasa canggung karena jarak di antara kami sangat dekat. Malam ini tidak seperti biasanya, karena dulu saat belum mengetahui perasaan ini, aku meminta tidur terpisah. Selama dua tahun lebih kami harus menjalani rutinitas seperti itu.

Walaupun sudah seminggu yang lalu, kata cinta itu keluar dari bibir Mas Ezza, tetapi tidak tahu kenapa diri ini belum siap harus tidur seranjang dengannya. Namun, malam ini perasaan bersalah menyelimuti hati dan pikiran. Aku merasa sudah sangat keterlaluan terhadap laki-laki tersebut.

Aku sedih kalau mengingat hal itu, sungguh teganya diriku melarang suami sendiri untuk tidur bersama. Rasa ego jauh lebih besar daripada rasa naluri saat itu. Pantaskah aku disebut sebagai istri? Tidak terasa bulir bening keluar dari pelupuk mata.

"Maafin aku, Mas." Aku meminta maaf kepada Mas Ezza karena menyesali perbuatanku.

"Kenapa harus minta maaf, Dek?" Dia masih tetap dengan sikap lembutnya.

"Aku jahat dan kasar sama kamu, Mas."

"Siapa bilang istriku jahat dan kasar? Istriku tetap yang terbaik bagiku." Aku semakin tidak kuat mendengar penuturannya.

"Ka-mu ter-la-lu baik untukku, Mas."Aku terbata-bata karena isak tangis.

"Kok, nangis?" Dia bergeser dan menatap wajahku. Dia mengusap air mataku, lalu mendaratkan sentuhan di dahi ini.

"Aku sering nggak peduli padamu, aku tidak pantas disebut sebagai istri."

"Sssttt ... jangan pernah ngomong seperti itu lagi. Kamu istri terhebat untukku, kamu sangat sempurna bagiku. Kamu adalah wanita pertama yang menggetarkan cinta dalam hati ini." Dia menempelkan jari telunjuk kanannya di atas bibirku.

"Tapi, Mas ...." Sebelum melanjutkan apa yang ingin kukatakan, dia memotongnya.

"Jangan pernah berpikir dan merasa kalau kamu itu jahat. Kamu adalah wanita idamanku, imut, cantik, manis, dan manja. Semua yang ada pada dirimu adalah indah bagiku." Aku sangat terharu mendengar pengakuannya.

“Terima kasih atas cinta dan kasih sayang yang kamu berikan padaku. Tunggu aku, ya, Mas. Aku akan segera menyerahkan jiwa dan raga ini hanya untukmu.”

“Aku akan tetap sabar untuk menunggumu.”

Aku kembali tersanjung dan terpesona dengan sikap yang ditunjukkan Mas Ezza. Dia adalah laki-laki berjiwa besar dan sangat sabar. Aku ingin segera memberikan cinta ini untuk pria itu. Menyerahkan jiwa dan raga dengan ikhlas kepada suami yang sangat mencintaiku. Akhirnya malam ini kami pun tidur dalam satu ranjang dengan jarak yang sangat dekat.

“Kenapa kamu tidur di sampingku? Sana!” Aku terkejut setelah terbangun subuh, mendapati diriku seranjang dengan Mas Ezza.

“Kamu kenapa, Dek?” Mas Ezza akhirnya terbangun.

“Jangan sentuh aku!” Aku mendorong tubuh Mas Ezza hingga terjatuh dari tempat tidur.

“Auh!” Laki-laki itu merintih.

Aku tiba-tiba tersadar dan langsung duduk. “Kamu nggak apa-apa, Mas?” Aku turun dari tempat tidur dan membantu Mas Ezza untuk berdiri.

“Kenapa kamu marah subuh-subuh? Padahal semalam baik-baik aja.” Mas Ezza melontarkan pertanyaan setelah kami duduk di tempat tidur.

“Maafin aku, Mas. Aku benar-benar kaget karena biasanya tidur sendiri. Aku heran melihat kamu tidur seranjang denganku.” Aku menyusun sepuluh jari dan meminta maaf kepadanya.

===============

DOSEN ITU SUAMIKUWhere stories live. Discover now