Bagian 1

14 0 0
                                    

Namaku RIZA, umur 16 tahun kelas 2 SMA

Huft .. rasanya aku ingin pergi dari sini. Tapi aku harus tetap disini untuk menghargai cerita dia.

Iya, aku disini bersamanya. Disebuah cafe favorite kami.

Kami adalah dua insan yang dulunya tak saling mengenal dan dipertemukan dikelas 2 dengan jurusan IPA. Aku memang mengetahui dia sejak kelas satu, namun aku tak begitu memperdulikan keberadaannya karena menurutku itu bukanlah hal yang penting,selain dia juga tampak sombong cuek dan dingin, dia juga tidak sekelas denganku lalu mengapa aku harus memperdulikannya, fikirku. Kuakui dia memang menarik dan tampan, tinggi dengan badan tegap atletis seperti atlet, dan memang nyatanya ternyata dia adalah seorang atlet Basket. Dengan begitu tak heran dia cukup famous dan dikenal banyak siswa serta guru walaupun saat itu masih kelas 1.

Waktu kelas satu semester II, dia dikabarkan dekat dengan teman sekelasku namanya Dea. Kabar itu cukup membuat patah hati adik adik kelas yang menyukainya, dan cukup geger juga saat itu. Dia yang tampan bisa jatuh hati sama dea yang orangnya dilihat biasa aja, yang lebih dari Dea dia cukup pintar dan pandai memotivasi dengan kata kata nya yang bijak. Tak heran dia bisa jatuh hati sama dea, mungkin.

Yang kutau, 5 bulan mereka sangat dekat bahkan lebih dekat namun tak berikatan (status). Setelah itu aku mulai mengetahui bahwa hubungan mereka tidak baik baik saja, mereka sekarang sangat jauh, dilihat dari dea yang curhat sambil nangis dengan teman dekatku LILA kebetulan ada aku disana. Aku memang tak begitu memperdulikan cerita dea namun entah kenapa aku penasaran sama sosok pria famous itu.

Lalu saat acara perpisahan mulai tiba, aku terpilih sebagai pemain drama untuk mengisi acara itu. Jika tidak karena nilai aku tak ingin mengisi acara itu. Dan kudapati salah satu pemain dramanya adalah dia, si cowok famous itu. Ketertarikanku mulai muncul terhadapnya seiring kebersamaan waktu saat latihan. Awal awal dia memang begitu menyebalkan dengan sikap dingin dan cueknya, namun ketika sudah mengenalnya, dia baik. Dia memang menarik, namun aku bersikap biasa saja karena saat itu aku sudah berstatus pacaran dengan cowok yang berbeda sekolah bernama Gio

Dan kemudian acara perpisahan selesai. Aku fikir cukup sampai disitu saja aku mengenal dia, ternyata tidak. Setelah masuk sekolah, aku malah jadi sekelas sama dia. Dan ketertarikanku muncul lagi terhadapnya. Akupun berfikir, "mana mungkin aku bisa deketin dia apalagi memenangkan hatinya, itu sangat tidak mungkin" karena apa? Karena dia yang sangat dingin dan suka menyendiri. Apa lagi yang kudapati bahwa dea juga sekelas dengan ku dan dia. Lengkap sudah, takkan bisa.

Awalnya memang terlihat dia memberikan perhatian lebih ke dea, namun dea seakan akan nolak. Aku jadi kasihan sama dia, dia sangat tulus mencintai, itu yang kuketahuin setelah mendengar cerita temanku yang mengatakan bahwa dia nangis nangis karena dea. Aku fikir dea bego, kenapa dia menyia nyiakan pria setulus dia.

Lama lama pria ini sudah mulai berani duduk denganku dan kadang kami berbagi cerita juga. Dia mulai menunjukan siapa dirinya dengan menceritakan beberapa kisah hidupnya padaku. Dan akhirnya kami menjadi teman. Kami sering shering, cerita, curhat dan tertawa bareng, dan aku mulai nyaman dengannya. Aku jadi semakin tertarik untuk memiliki dia saat dia membantuku bangkit saat aku terpuruk karena putus dengan gio, dia memotivasiku saat aku menyerah dan lama kelamaan dia mulai meyakinkanku bahwa dia sayang samaku saat aku berfikir tidak ada yang benar benar menyayangiku dengan tulus saat aku putus asa.

Kedekatan kami semakin dekat saat kami menbuat sebuah group, seperti kelompok main dan hangout gitu. Beranggotakan 4 orang, aku, dia, lila, dan teman baruku Bayu "CRAZY SQUAD" (CS). Saat itu kami mulai sering hangout bareng berempat, makan bareng, dan nongkrong bareng. Seiring kebersamaan kamipun, dia mulai menampakkan bahwa dia menyayangiku dengan selalu mengandeng tanganku.

Hal mengejutkankupun terjadi, saat bergandeng tangan sesekali dia kecup tanganku. Dengan perasaan kaget aku menatapnya, dia hanya berkata "jangan takut ya, aku sayang sama kamu". Aku terdiam, mencoba percaya dengan apa yang terjadi. Tak bisa kupungkiri juga bahwa aku memang menyukainya sejak kelas 2, namun kali ini bisa jadi level aku jadi mencintai dia.

Dengan segala keyakinan dia berikan padaku untuk meyakinkanku bahwa benar dia mencintaiku, awalnya aku memungkiri semuanya dari fikiranku. Aku meyakini diriku bahwa dia hanya temanku, dia kakak terbaikku dan gak akan bisa lebih bahkan tak boleh lebih. Tapi tak bisa kupungkiri semuanya saat dia benar benar menunjukan bahwa dia mencintaiku. Akupun juga mencintainya.

Aku fikir awalnya ikatan tak perlu karena aku masih takut jatuh cinta lebih dalam lagi karena kisah masa lalu ku sebelumnya yang membuatku hancur dan terpuruk atas nama cinta. Memperjuangkan orang yang tidak mencintaiku dengan tulus, gio mencintaiku atas dasar rasa iba karena penyakit kronis yang kuidap sejak smp. Aku takut hal yang sama akan terulang lagi, dicintai dengan rasa iba. Apalagi kami semakin dekat saat dia mengetahui penyakitku. Aku mulai berfikiran aneh aneh saat itu.

Tetapi lama kelamaan, aku mulai tak tahan dengan rasa cemburuku melihat dia dengan yang lain, akupun mulai meminta dia sebuah ikatan, aku mulai memaksa dia. Dia tidak bisa memberikan ikatan karena alasan yang cukup masuk akal sih, dia takut setelah putus lalu jadi musuhan dan jauh, itu yang biasanya terjadi sama orang pacaran, katanya. Karena tak inginkan hal itu terjadi, dia pun memberikan sebuah komitment. Komitment untuk saling sama sama mencintai dan menyayangi. Dia memberikan haknya kepadaku begitupun aku (hak seperti pacaran). Namun tetap status ataupun ikatan tidak ada diantara kami.

Karena aku lelah terus memaksa dia memberikan ikatan, akhirnya aku menyerah, aku tak ingin dia jauh, apalagi pergi. Jadi aku ikuti apa mau dia. Kita berjalan seperti pacaran namun tak berstatus pacaran.

Waktu demi waktu berlalu, semuanya semakin baik bagiku, apalagi saat dia meyakinkanku bahwa aku adalah masa depan yang dia inginkan. Namun ada keraguan muncul saat hari itu.

Dia yang biasa ku sebut "Malaikatku" atau "Komandan", yang biasa ku panggil "Kakakku" walaupun kami sekelas tapi beda umur 1 tahun. Dia bernama Daffa Nugroho. 

KITAWhere stories live. Discover now