4. Setuju

6.2K 615 19
                                    

Saat berjalan pulang kembali ke apartemen, Kakashi terus menerus memikirkan rencana pertunangan kedua muridnya. Ia sangat yakin akan terjadi hal yang baik. Selama menjadi guru bagi mereka, pria itu merasa ada ikatan di antara murid-muridnya. Namun, di sisi lain ia mengingat Naruto. Bagaimana dengan bocah itu? Apakah hatinya tak akan terluka karena gadis yang dicintainya akan menikah dengan sahabatnya sendiri? Aku akan bicara dengannya supaya bocah itu tidak terkejut pada acara pertunangan sahabatnya esok.

Pria itu memusatkan pikiran mencari keberadaan Naruto. Tidak ada hal menjadi kendala karena cakra muridnya itu cukup besar. Ia segera melesat ke tempat pemuda berambut kuning yang mendapat julukan siluman rubah tersebut.

***

Di suatu gang yang sepi, Naruto berjalan santai seorang diri, kedua tangan melipat ke belakang. Ia baru saja mengantarkan sahabatnya karena Sasuke terlihat sangat lelah dan butuh istirahat. Aku merasa ada yang aneh dengan teme, tapi apa, ya? Matanya menatap pada langit yang gelap bertabur bintang, pikiran melayang melamunkan sang sahabat.

"Naruto!"

"Eh, Guru!"

Kakashi menghadang muridnya di ujung jalan. Ia menyandar pada tembok pagar bersedekap dengan mengangkat satu kaki melipat dan bertumpu di dinding. "Ada yang ingin kubicarakan denganmu. Ikutlah aku! Hap!"

Secepat kilat, pria bermasker tersebut melompat meninggalkan Naruto yang terbengong-bengong. Namun, akhirnya pemuda itu pun ikut melesat mengikuti gurunya.

Mereka telah telah tiba dan berdiri di tengah jembatan, menghadap ke arah sungai. Tempat ini adalah favorit bagi tim tujuh jika mereka sedang berjanji akan bertemu. Kakashi sengaja memilih sekalian bernostalgia tentang masa kecil murid-muridnya, beberapa tahun yang silam. Ketika itu, Sasuke, Naruto, dan Sakura sangat kompak satu tujuan dan saling tolong menolong dalam mengerjakan misi. Sebelum si perusuh itu--Orochimaru--merasuki si bungsu Uchiha, murid kesayangannya tersebut adalah yang berjiwa paling welas asih bahkan berkorban nyawa demi tim terutama untuk sahabatnya, Naruto.

Kakashi tersenyum saat mengingat kelucuan, perdebatan tak berfaedah, ulah menggelikan mereka, serta kekonyolan-kekonyolan lainnya ketika mereka masih bersama. Ia menoleh ke muridnya yang paling dikagumi kemudian bertanya, "Naruto! Seberapa besar kau menganggap Sasuke adalah teman?"

"Teman? Haha ... kurasa Guru salah jika mengatakan Sasuke hanya sekadar sebagai teman. Bagiku, Sasuke adalah saudara, belahan jiwaku!" tegas Naruto dengan aura kebanggaan yang tulus, tampak memancar pada pantulan bening pada mata birunya.

Kakashi tercekat karena selama ini telah menganggap Naruto asal ngomong, dipikir hanya bercanda saja. Namun, kenyataannya pria itu menemukan kejujuran di nada suara juga raut wajah muridnya. Ia mendengus seraya memejamkan mata. "Kalau Sakura?"

"Hah Sakura? Ada apa dengan Sakura? Ma-maksudku, kenapa Guru menanyakan perihal Sakura?" Naruto terkejut, gelagapan, mengerjap-ngerjapkan mata lalu menoleh ke gurunya.

"Aku ingin tahu, bagaimana perasaanmu pada Sakura?" Sekali lagi Kakashi bertanya dan semakin menjelaskan perkataannya.

Naruto melongo, bingung untuk menjawab. Ia memalingkan muka kembali menatap ke aliran sungai yang memantulkan cahaya remang-remang karena sinar redup lampu dari jembatan, menarik napas panjang dan akhirnya berkata, "Sakura ... bagiku ... dia ... dia sudah kuanggap seperti saudara wanita."

Sang guru tahu, Naruto berusaha menutupi perasaan sesungguhnya pada satu-satunya murid wanita di tim tujuh. Ia ingin menegaskan lebih banyak lagi karena yang dipikirkannya supaya Naruto bisa menerima kenyataan saat besok menghadiri dan mendengarkan tentang pertunangan kedua sahabatnya.

Genjutsu✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang