19ㅡPerubahan

2.6K 350 31
                                    

Hai! selamat hari selasa!
Vote dan komen jangan lupa?
terimakasih^^

[]

Langit siang ini serupa dengan warna air laut. Biruㅡdan begitu terang. Tidak ada awan yang menghiasi bentangan langit di atas sana. Tapi, itu bukan masalah, sepertinya.

Ruangan sunyi dengan puluhan guci berisi abu jasad menjadi saksi bagaimana Jungkook akan memulai harinya. Lelaki itu mengenakan kaus putih tanpa motif di balut dengan hoodie hitam serta celana training hitam kebesaran dan bunga krisan dalam genggaman. Ia menatap pantulan tubuhnya pada kaca bening yang menjadi tempat abu sang ayah di letakkan.

“Selamat pagi,” sapanya dengan sebuah senyum tipis. “Maaf baru berkunjung.”

Jungkook membuka pintu kaca itu lalu meletakkan bunga krisan di sebelah bingkai foto ayahnya, kemudian menutupnya kembali. “Aku mendapat libur yang cukup panjang makanya berkunjung kemari.”

Sekarang, kalau di lihat dari jarak sedekat ini, ternyata perasaan rindu begitu terasa menusuk. Jauh berbeda saat berada di rumah. Mengingat ayahnya saja tidak.

Jungkook bukan tipikal pria yang senang menangis tersedu-sedu karena sebuah perpisahan. Bukan gayanya sama sekali. Lelaki tersebut lebih memilih membisu dan mengubur kenangan sedalam mungkin. Itu berlaku untuk semua hal.

Tapi, mempertahankan miliknya adalah sesuatu yang mutlak. Nyawa saja tidak bisa di tukar.

Saat kembali menatap wajah sang ayah, sekelibat kenangan masa lalu menghantam kepalanya. “Banyak yang berubah beberapa hari belakangan. Aku sulit menangani.” Jungkook menahan nyeri yang tiba-tiba naik kepermukaan. “Kau tahu, Yah? Kesedihan dan juga rasa sakit bisa menjadi sebuah hal yang begitu memuakkan.”

Kalau dipikir secara logis, Jungkook sama sekali bukan lelaki dewasa yang dapat menyelesaikannya masalah dengan sekali berpikir. Ia membutuhkan banyak waktu untuk dapat menyelesaikan masalahnya sendiri. Maka dari itu, jalan pintas terbaik adalah menceritakan pada Ye Seo dan mendengar saran yang gadis itu berikan.

“Aku ta-takut Yoongi hyung merebut Ye Seo dariku.” Jungkook menunduk, “Tapi aku juga yakin tidak akan bisa berada lebih unggul di atasnya. Ayah dulu juga bilang demikian.”

“Yoongi sulit mengendalikan emosi kalau terus berada di dekat Jungkook. Ia akan melalukan apapun untuk melindungi adiknya.” Seorang dokter spesialis berbicara cukup serius dengan keluarga Jeon itu.

Jungkook terkekeh miris. Pelupuk matanya terasa berat sebab saat ini ia berusaha membendung genangan air yang dapat jatuh pada detik kelopak matanya berkedip.

Mengingat bagaimana masa lalu begitu menyekik hatinya. Jungkook hampir gila kalau harus terus mengingat itu semua.

“Memang itu salahku? Aku menyayanginya, dia juga bilang hal serupa. Dulu kami baik-baik saja kok.”

“Aku sudah membiarkannya mendapatkan apapun yang ia ingin dan Ibu inginkan. Aku juga tidak mendapat banyak perhatian dari Ibu, itu bukan masalah besar. Tapi Kang Ye Seo? Aku tidak bisa membiarkannya mencuri apa yang sudah aku jaga dari dulu.”

Lelaki itu kembali menatap wajah ayah dengan pipi yang mulai basah, “Katakan padaku. Siapa yang salah? Siapa yang egois?” Satu detik. Dua detik, tidak ada jawaban. Jungkook mendengus bersamaan dengan air mata yang kembali menetes, “Tidak bisa jawab ‘kan?”

“Hidup tidak akan pernah serupa dengan sebatang cokelat yang sering di konsumsi Ye Seo. Ayah bilang begitu, dulu. Tapi aku tidak mengerti apa-apa makanya hanya tertawa renyah. Sekarang? Semua ucapanmu satu-persatu seakan menimpuk kepalaku.”

That SmileWhere stories live. Discover now