Sixth

2.9K 480 29
                                    

"Joon-ah."

Yang dipanggil langsung mengalihkan perhatiannya dari buku di pangkuannya ke arah Seokjin yang berjalan mendekat ke kasur. Pria itu menyibak selimut dan masuk ke dalamnya, lalu mendempetkan badannya sembari melingkarkan lengan di pinggang Namjoon.

"Ada apa?" tanyanya sembari menunduk menatap kepala Seokjin yang tenggelam di dadanya. Namjoon pun menutup buku yang ada di samping badannya dan menaruh benda itu di atas nakas.

Tangan panjang Namjoon pun memeluk bahu Seokjin sembari mengelus kepala Seokjin dengan lembut. Pria dipelukannya semakin mengeratkan pelukannya dan mengusak hidungnya di dada Namjoon. Pergerakan kecilnya ini menciptakan banyak pertanyaan di kepala Namjoon. Dia sepertinya banyak pikiran dan sekarang sedang berusaha menata pikirannya. Apalagi dia sampai bermanja-manja seperti ini dan tak mengatakan apa-apa.

"Nangis?" tanya Namjoon setelah beberapa lama tanpa kata.

Bajunya memang tak basah. Tapi dia hanya ingin memastikan apa Seokjin baik-baik saja. Agaknya khawatir mendapati suaminya yang memilih diam dan membiarkan badannya dipeluk seperti bayi koala. 

Namjoon pun menghela napas panjang. "Mau kubacakan dongeng?"

Seokjin langsung mengangkat kepalanya dan menatap Namjoon dengan tatapan menyipit dan bibir yang melengkung cemberut. "Aku bukan Soobin."

Kalimat ngambek Seokjin membuat Namjoon lega. Dia langsung memberikan kecupan kilat di dahi suaminya dan mencubit kedua pipinya dengan gemas.

"Jadi, kau sekarang ingin tidur dengan keadaan seperti ini? Memelukku tanpa cerita apa-apa?" tanya Namjoon bertubi-tubi tanpa melepaskan tangannya di pipi Seokjin.

Pria itu mengerang kesal karena Namjoon malah membuat bibirnya mengkerut ke tengah karena terlalu ditekan saking gemasnya. "Lepaskan tanganmu atau aku pukul," ancamnya dengan mulut mengerucut dan mata menatap tajam. Namjoon langsung melepas tangannya dan terkekeh sebagai tanda permintaan maaf.

"Aku hanya lelah, Joon," ujar Seokjin menempelkan dagunya di dada Namjoon. Itu membuat mata mereka berdua menatap dengan jarak terlampau dekat.

"Pekerjaan lagi?"

Seokjin mengerucutkan bibirnya sebagai tanda ganti anggukan. "Aku hanya lelah, Joon. Pekerjaanku tidak pernah ada istirahat. Meski manajer selalu membiarkanku tidur di perjalanan, tapi waktunya tidak pernah cukup. Aku ingin liburan denganmu, Joon."

Seokjin kembali mengerutkan pelukannya dan menenggelamkan wajahnya di dada Namjoon, sama seperti yang dia lakukan di awal. Sebagai suami yang baik, Namjoon pun hanya bisa memberikan semangat dengan pelukan dan elusan kepala, karena itu yang Seokjin sukai.

Keheningan kembali menyapa mereka. Seokjin sudah mengganti posisi kepalanya dengan menempelkan pipinya di dada Namjoon, sementara dagu Namjoon di pucuk kepala Seokjin sebagai tumpuan. Mereka berdua sama-sama tenggelam pada pikiran masing-masing. Suatu hal yang jarang terjadi untuk mereka berdua berdiam diri di ranjang yang sama tanpa bicara sama sekali.

Namjoon dan Seokjin sedang melewati masa-masa yang berat. Mereka memilih untuk menyelesaikannya sendiri tanpa harus melibatkan satu sama lain. Dan keterdiaman itu membuat Namjoon kembali ingat dengan kejadian malam itu. Bayangan akan Seokjin yang mencium seseorang membuat Namjoon mengernyit kesal. 

Jujur saja, dia sudah tak sabar untuk bertanya perihal malam itu pada Seokjin. Tapi waktunya tidak pernah pas. Pun saat dia kira waktunya sudah pas, tapi nyatanya Seokjin sedang tidak dalam keadaan yang bisa diajak bicara. Suasana hatinya sedang buruk dan Namjoon tak mau berakhir tidur sendiri malam ini.

Akhirnya Namjoon mengalah lagi dan menunggu sampai Seokjin mau bicara. Tapi yang dia dapatkan hanyalah suara dengkuran halus dari suaminya yang diam-diam terlelap di pelukan. Namjoon nyaris ingin mencubit pipi itu dan membantingnya ke sisi sebelah saking gemasnya. Tapi akhirnya dia hanya menggeser pria itu pelan-pelan dan menyelimutinya sampai batas dada.

Namjoon pun keluar dari kamar setelah memastikan Seokjin tidak akan bangun dan mematikan lampu kamarnya. Dia berjalan ke dapur, mengambil sekaleng bir dingin, dan berjalan ke balkon. Dia duduk di salah satu kursi santai di sana kemudian membuka kalengnya. Bir itu dia teguk tanpa jeda sampai habis seluruhnya. Tangannya meremas kaleng kosong itu sekuat tenaga sampai jantungnya berdetak kencang karena terlalu kuat menahan emosi. 

Namjoon kesal. Dia benci pada dirinya yang lemah seperti ini. Apa lagi coba yang dia tunggu? Seokjin tidak menyangkal. Bukankah itu sudah jelas kalau Seokjin memang mencium pria itu? Dia masih berstatus suami dengan Namjoon, tapi kenapa dia bisa dengan tenangnya mencium pria asing di tempat gelap seperti itu? Bahkan tempatnya tidak tersapu dengan kamera pengintai. Benar-benar direncanakan sekali.

Namjoon penasaran siapa pria yang mampu menarik hati Seokjin di belakangnya. Dia tidak bisa memikirkan siapa-siapa. Namjoon tentu kenal semua teman model Seokjin, tapi tidak ada satupun yang bisa dia jadikan tersangka. Bahkan teman-teman Namjoon di rumah mode-nya juga tak bisa dicurigai.

Bergulat dengan kepalanya membuat Namjoon pusing sendiri. Pikirannya penuh tentang segala faktor yang membuat Seokjin berpaling darinya dan juga menerka-nerka 'sebagus' apa orang yang menjadi pengisi hatinya akhir-akhir ini. Apakah keputusan Seokjin benar sudah menyelingkuhinya atau tidak? Namjoon benar-benar ingin tahu.

Pikiran itu terus menghantui Namjoon sampai pria itu tidak bisa tidur dengan nyenyak. Seokjin sampai bertanya-tanya tentang wajahnya yang terlihat lelah dan lesu. Apalagi kantung matanya yang menghitam lebih dari malam-malam sebelumnya.

"Kau lembur lagi, Joon?" tanya Seokjin khawatir sembari mendekatkan wajahnya pada Namjoon untuk melihat lebih dekat.

Namjoon mendadak mengangkat pandangannya yang sebelumnya tertunduk. Tatapannya tajam sekali sampai kepala Seokjin terhenyak ke belakang. Matanya membuat Seokjin takut. Dia tidak pernah ditatap seperti itu dari Namjoon. 

Suaminya terlihat marah, tapi dia tidak tahu apa penyebabnya...

"Seokjin-ah, kita perlu bicara." Suara Namjoon terlampau datar dan terdengar seperti orang yang ingin meledakkan emosinya.

Seokjin sampai sulit menelan ludahnya sendiri. "Bicara?"

"Ya. Kita bicara tentang malam itu. Sekarang."



.

Gila nggak tuh tiga chapter dalam sehari wkwk jangan lupa komen dan vote ya, namjinist :)

[END] Très cher  |  NamjinWhere stories live. Discover now