Eighteenth

2.4K 411 42
                                    

Famous Empire berakhir sekitar jam satu pagi setelah menembakkan kembang api di langit malam. Kemeriahannya melebihi acara pesta kembang api yang diadakan pemerintah setiap tahun. Bahkan ada pelepasan balon-balon ke udara yang entah untuk apa. Meski temanya selalu berbeda setiap tahun, tapi kembang api dan balon selalu menjadi penutup acara.

Namjoon dan Seokjin diantar pulang Hoseok yang untungnya tidak menyentuh alkohol sama sekali sepanjang malam tadi. Instingnya sebagai manajer tidak pernah lepas bahkan saat waktunya bersenang-senang di pesta penuh makanan mahal dan anggur berkualitas tinggi. Dia tahu kalau nanti tugasnya akan mengantar pulang orang-orang terdekat bosnya. Dan sekarang dia sedang menatap jalan malam, di belakang kemudi, dengan empat orang penumpang mabuk. Mereka berempat di bawah pengaruh alkohol meski Yoongi masih bisa diajak bicara santai.

"Aku dan Jimin akan turun disini," kata Yoongi sembari membuka sabuk pengamannya ketika mobil berhenti di depan gedung apartemen Yoongi.

Hoseok terlihat tidak senang dengan pengumuman itu tapi dia tidak bisa protes. Jadi, dia ikut turun dan membantu Yoongi menarik Jimin keluar dari bangku penumpang belakang. Kemudian Jimin digendong di punggung Yoongi dengan kedua tangan di bawah lutut Jimin agar pria itu tidak jatuh.

"Berat," gumam Yoongi mengeluh lalu membenarkan gendongan Jimin yang melorot.

Hoseok tersenyum kecil melihat tingkahnya. Yoongi selalu mengeluh tapi itu sebenarnya cara dia menyampaikan kepeduliannya. Menyebalkan memang, tapi itu yang membuat Hoseok rindu.

Seharusnya dia tidak bodoh dan menolak Yoongi saat itu. Mereka bisa saja berpacaran saat itu jika dia menerima Yoongi. Bukan mendengarkan Jimin yang mengeluhkan sikap dingin Yoongi yang jarang mau diajak pergi kencan setiap malam minggu.

"Mau kutemani sampai ke atas, hyung?" tanya Hoseok khawatir melihat Yoongi yang agaknya kesulitan membawa Jimin.

"Tidak apa-apa. Dia ringan," jawab Yoongi singkat. "Kau pulang saja. Antar pasangan menikah itu pulang. Nanti Seokjin muntah."

Hoseok tidak bisa berkata apa-apa dan terkejut. Dia langsung menunduk untuk pamit pulang dan berlari ke kursi kemudi. Dia tak mau Seokjin mengotori mobil yang baru dicuci dua hari yang lalu. Mesin mobil pun segera dinyalakan dan melenggang pergi secepat mungkin ke apartemen Namjoon.

Hoseok langsung membangunkan Namjoon yang segera terbangun saat itu juga ketika mobilnya berhenti di depan gedung apartemen. Kepalanya sakit tapi dia harus menggendong Seokjin ke unitnya.

"Biar aku saja yang menggendongnya," ujar Hoseok menawarkan diri, panik melihat bosnya masih setengah pusing akibat alkohol.

"Aku bisa, kok. Kau pulang saja, Seok. Terima kasih sudah mengantar kami. Besok kau bisa libur kalau kau ingin istirahat. Kuyakin kau lelah. Hati-hati." Namjoon tersenyum kecil dan membungkuk kecil sebagai salam.

Seokjin tertidur pulas sekali di gendongan Namjoon. Hembusan napasnya yang bercampur dengan bau anggur kuat sekali tercium hidung Namjoon. Suaminya pasti sudah menghabiskan satu botol anggur sebelum mereka pulang. Dia bahkan tidak bangun-bangun dan mendengkur di bahu Namjoon.

Seokjin langsung dibaringkan begitu mereka sampai di kamar. Namjoon melepas sepatu dan pakaian yang melekat di badan suaminya dengan telaten. Dia juga memasangkan piyama untuk Seokjin agar pria itu bisa tidur dengan nyaman dan menyelimutinya sampai batas dada.

Namjoon jadi teringat satu malam dimana Seokjin mabuk berat tanpa sebab. Dia banyak minum ketika Namjoon bicara tentang acara peragaan busananya yang sukses besar. Dia lalu meracau tentang rekan kerjanya yang menyebalkan, anak-anak yang mulai bertingkah dan bilang lelah berjalan tegap, dan jadwal pemotretan yang sering berganti tiba-tiba ketika dia sudah menyiapkan rencana libur. Dari tingkahnya, Namjoon bisa tahu seberat apa pikiran Seokjin dari banyaknya minuman yang dia teguk dalam satu malam. Kemudian pria itu akan tidur tenang seolah-olah racauannya tidak pernah terjadi.

Namjoon jadi penasaran apa yang sedang dipikirkan Seokjin sampai dia tertidur pulas seperti ini. Dia bahkan tidak bangun saat Namjoon tak sengaja menyentuh bagian yang tidak seharusnya dia sentuh. Seokjin sedang tak sadar, jadi rasanya tidak asik menjahilinya dan memilih memasangkan baju tanpa mengambil kesempatan apa-apa.

Rasanya menyenangkan bisa melihat wajah Seokjin yang tengah tidur. Jika dipikir-pikir, sudah beberapa hari ini dia tidak pulang ke rumah untuk tidur. Wajah yang ingin dia hindari ini ternyata masih mudah membuat hati Namjoon luluh. Padahal semalaman dia bersama Seokjin, tapi setelah melihat wajahnya dia jadi rindu seperti tak bertemu bertahun-tahun.

Melihat wajah Seokjin membuat Namjoon sedih. Pria yang bertahun-tahun dia perjuangkan, ternyata mampu mengkhianatinya. Ekspresinya malam itu membuat Namjoon kecewa bukan main. Dia bahkan mempertanyakan dua tahun pernikahan mereka yang dijalani dengan penuh tawa dan romansa. Masih banyak pertanyaan di kepala Namjoon yang harus dijawab sendiri oleh Seokjin.

"Seokjin-ah..."

Suara Namjoon lirih sekali menyebut nama pria kesayangannya itu. Dia menempatkan diri duduk di lantai, di dekat Seokjin dengan wajah berhadap lurus satu sama lain. Dia lalu menumpu dagunya di atas tangan kanan yang terkepal di atas kasur. Telunjuk jari kirinya bergerak merapikan helaian poni Seokjin yang menghalangi wajah manisnya. Pun tersenyum tipis menatap suaminya.

"Seokjin-ah..."

Nadanya kali ini terdengar sedih dengan bibir yang melengkung ke bawah.

"Tidak bisakah kau bilang padaku kalau ini hanya mimpi?" tanyanya mulai bermonolog sendiri.

"Aku ingin kita kembali seperti dulu. Melakukan semuanya bersama-sama. Aku ingin mendengar semua keluh kesahmu dan memelukmu ketika menangis. Aku ingin terus menjadi sumber kekuatanmu, seperti yang sering kau katakan padaku saat malam. Kau mencintaiku, dan aku menyayangimu. Apa itu tidaklah cukup?"

Namjoon nyaris menangis mengingat kenangan manis yang seketika berubah pahit. Semua yang diingatnya bersama Seokjin tidak lagi menjadi ingatan yang menyenangkan. Hanya ada keraguan dan kekecewaan yang tersisa. 

Namjoon bahkan tak menyangka bisa meragukan kata cinta Seokjin yang selama ini telah diucapkan dengan nada manis bagai candu itu.

"Kau bahkan bukan lagi alasanku pulang ke rumah........."

Kemudian Namjoon menenggelamkan wajahnya di balik lengan, tersedu-sedu dengan suara  tertahan untuk tidak terisak. Dia yakin ini bukan pengaruh alkohol karena tidak terasa pusing sama sekali. Dia sadar sepenuhnya. Rasa sakit di dadanya pun terasa lebih menyakitkan daripada saat dia melihat suaminya berciuman dengan Jung Woo.

"Namjoon-ah..."

Suara lirih Seokjin yang setengah sadar setengah tidur dengan tangan yang mengelus pelan rambut Namjoon, membuat pria itu terkejut. Tapi dia tidak mengangkat kepalanya. Takut Seokjin melihat wajahnya yang kacau dan basah karena air mata.

"Aku tidak pernah bohong saat aku mengatakan aku mencintaimu....... hanya saja......."

Kalimat Seokjin tergantung dengan jeda cukup lama. Membuat Namjoon harus terus menahan napasnya dengan jantung yang semakin cepat berdebar kencang menanti kalimat apa yang akan dikatakan dengan nada ragu seperti itu.

Tangan Seokjin sekali lagi mengelus rambut Namjoon yang masih menyembunyikan wajahnya. Senyumnya mengembang sedih dan matanya kembali tertutup akibat pengaruh alkohol yang masih kuat. Suaranya terdengar lirih membalas perkataan Namjoon, nyaris terdengar seperti orang yang menahan luka perih yang menganga di badannya tapi tak bisa disembuhkan sama sekali meski sudah dijahit sekali pun. 

".....aku tidak bisa meninggalkan Jung Woo......tidak bisa..... Aku mencintaimu....... tapi aku tidak bisa meninggalkan Jung Woo...... Aku tidak ingin ditinggalkan olehmu, tapi aku sadar aku egois........ Jangan pergi, Joon...... kumohon....."

Namjoon tak lagi bisa menahan air matanya dan melipat bibirnya ke dalam erat-erat, menahan raung yang mungkin terdengar. 

Ini bukan pengaruh alkohol. Bukan juga karena dinginnya malam yang masuk ke kamar. Ini murni dari hati mereka yang sama-sama terluka akibat tindakan masing-masing, dan mustahil bisa disembuhkan dengan ratusan kata maaf sekalipun.



.

Good night

[END] Très cher  |  NamjinWhere stories live. Discover now