Bab I

21.7K 949 40
                                    


Namaku Silvana Larasati, seorang mahasiswi keguruan yang sedang pusing memikirkan skripsi. Belum lagi biaya wisuda yang jumlahnya membuat kepalaku terserang migrain seketika.

Aku bukanlah dari kalangan orang berada, Ayah hanya seorang pengrajin kayu biasa, sementara Ibu membuka usaha gorengan kecil-kecilan. Meski begitu, aku tetap bersyukur, kedua orangtuaku masih mampu menyekolahkan empat anaknya meski harus diimbangi dengan lauk goreng tahu dan tumis kangkung.

Hidup bermewah-mewahan bukanlah gaya kami, tak memikirkan untuk beli beras esok hari saja Ibu sudah sangat mengucap syukur.

Hari ini, aku diterima kerja sebagai babysitter di rumah salah satu orang kaya yang tak jauh dari gubuk sederhana kami. Aku harus melakukan itu untuk meringankan beban Ayah dalam mencicil biaya wisudaku. Tak masalah, karena aku hanya bekerja selama beberapa jam saja.

Kulangkahkan kaki melewati gerbang yang menjulang tinggi setelah dipersilahkan oleh seorang satpam, dan aku disambut oleh seorang pria tinggi tanpa ekspresi yang kemarin mewawancaraiku.

"Mari ikuti saya," ucapnya tenang.

Aku mengekor di belakangnya seraya mengagumi keindahan bangunan ini yang terlihat seperti istana. Bahkan, kutebak marmer yang kupijak ini harganya lebih mahal daripada biaya wisudaku.

Kami berbelok menuju halaman belakang yang menyediakan sebuah kolam renang luas berhias taman kecil di sudutnya. Aku terpaku saat mendapati dada telanjang seorang pria yang sedang bersantai di pinggiran kolam. Rambut basahnya mengalirkan butiran halus yang mengalir ke tubuh liatnya. Tanpa terasa, aku menelan ludah susah payah demi membendung jiwa yang resah karena godaan iman di depan mata.

"Tuan, pelayan anda telah tiba," ucap pria itu penuh penghormatan.

Pelayan? Siapa maksudnya? Aku? Tapi, bukankah yang harus kuasuh adalah seorang anak kecil?

"Tunggu dulu, maksud kamu akulah pelayannya?" tanyaku memastikan.

Pria yang membawaku ke sini mengangguk, dan hal itu cukup membuatku terkejut.

"Kau membawa seorang wanita, Jo?" Pria berambut tembaga itu menggeram kasar.

Laki-laki bernama Jo itu menghela napas panjang. "Saya yakin kali ini berbeda, Tuan," sahutnya tegas.

Dengusan keras pria itu sebagai sahutan, sebelum ia kembali bersuara. "Terserahmu, beritahu semua tugasnya, dan jika dia berani berulah, aku akan memenggal kedua kakimu!" ancamnya tajam.

Aku berjengit kaget karena kekejaman pria itu, bagaimana bisa ia mengucapkan hal semengerikan itu tanpa rasa beban. Hatiku mulai gelisah, mengasuh seorang bayi besar saja sudah menjadi masalah tersendiri bagiku, apalagi harus ditambah dengan kekejaman yang tampak nyata ada dalam diri pria yang akan kulayani ini.

Ah, aku merasa sebutan itu terlihat binal sekali, tapi tugasku memang melayaninya 'kan? Meski bukan dalam hal intim seperti yang sering orang lain pikirkan.

"Uhm, apa ... apa aku bisa memikirkannya sekali lagi?" ucapku berusaha menawar, aku harus memikirkannya matang-matang, takut tak akan sanggup menjalani tugas berat ini.

Meski memang, gaji yang ditawarkan luar biasa diluar nalar, hanya dengan bekerja sebulan saja aku bisa melunasi semua biaya kelukusanku. Tapi sayangnya di kontrak itu tertulis, aku harus bekerja selama tiga bulan lamanya.

"Apa kamu lupa telah menandatangani surat perjanjian itu, Nona?" tanya Jo datar, sementara pria bersurai lembab itu menggeram marah.

"Usir saja jika memang dia tak ingin bekerja di sini!" hardiknya kasar.

Aku sampai mundur selangkah karena suara kerasnya. Ya, benar. Surat perjanjian sialan itu telah aku tanda tangani tanpa berpikir panjang karean tergiur gaji yang fantastis. Jika kupikir ulang, akulah yang bodoh. Karena seingatku Jo memang tak menyebutkan seorang anak kecil yang harus ku asuh, ia hanya menjelaskan bahwa aku akan ditempatkan sebagai pengasuh. Itu saja.

Blind HeartTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang