Tragedi Mochacino Ice

376 57 48
                                    

Kita berhenti, waktu jalan terus. Tidak ada yang bisa bersinkronisasi dengan waktu kecuali kita yang melakukannya. Intinya, manusia tidak ada yang bisa menang melawan waktu, meski dibela-belain sambil merangkak untuk mengejarnya.
===
Upss !
Sebelum lanjut... Author ingatkan supaya gerakin jempolnya buat follow author (dia yang cape2 create cerita ini lho buat dihadirkan ke hadapan kalian semua 🤗)
And then after that.. Gerakin ke arah icon ⭐ pencet yaa.. Kasih Vote. Terus.. Klo ada yg mau dikomen ya komen aja.. InsyaAllah Author gak marah, nerimo dengan hati lapang wkwkkw. Oke kalau gitu dilanjut yaa..
Awasss.. Jgn jatuh cinta sama Ren yaa.. Itu miliknya author 🤣🤣🤣
=====

Ayara melirik jam tangan yang melingkar di lengan kirinya. Aduh! Udah telat nih! Batinnya. Dilihatnya jalanan yang macet sejak sepuluh menit yang lalu dengan perasaan gusar, sementara angkot yang ditumpanginya tak kunjung bergerak maju. Diliriknya lagi jam yang menunjuk ke angka 14.30.

Gawatt!! Desisnya sambil melihat jalanan. Dengan gusar, cewek manis berbulu mata lentik itu menggigit bibirnya dan mendesis-desis galau. Orang-orang yang seangkot dengannya ikut merasakan kegusaran gadis itu.

" Kiri, kiri!" teriaknya, meskipun tujuannya masih agak jauh. Cepat-cepat ia turun membayar ongkos dan setengah berlari, Ayara segera menuju ke sebuah bangunan minimalis yang ditata apik yang terkenal dengan nama kafe Mimosa.

"Busyet, Ra! Lo telat banget. Cepat ganti baju sebelum bos Anti ngeliat. Tadi dia udah nanya-nanya terus tuh! Mana Ayara?? Gitu." cerocos Wita, rekan sekerja Ayara.

"Sst! Diem! Tadi gue ulangan dulu di sekolah dan gue paling terakhir ngerjainnya, terus jalanan macet banget ada demo" cetus Ayara. Wita melirik Ayara.

"Makanya kalo masih sekolah jangan sok freelance disini segala."

Ayara diam saja sambil membenahi bandana oranye motif kotak-kotak dan celemek dengan corak dan warna senada. Baginya pernyataan Wita tentang dirinya yang masih sekolah dan nekat ambil pekerjaan freelance di kafe ini tidak cukup penting untuk ditanggapi. Memangnya kenapa? Ibu Felita Sang owner kafe ini saja mengijinkannya bekerja disini, kok. So what gitu loh!

"Udah rapi belum gue? Cakep ga?" tanya Ayara pada sepupu jauhnya itu. Wita cuma tersenyum kecil. Dalam hatinya bilang, mau rapi kek, berantakan kek, Ayara tetap saja cantik. Emang dasarnya cantik!

"Udah. Cepet anter nih ke meja 2 ya!" tukas Wita seraya menyerahkan baki berisi makanan pesanan tamu.

"Okkee!!"

**

Tak peduli waktu, kafe Mimosa ini selalu ramai pengunjung yang rata-rata mahasiswa. Maklum saja kafe ini letaknya persis di depan universitas swasta terkenal di Bandung. Plus, kafe berlantai dua ini punya fasilitas meja biliar, WiFi dengan koneksi kenceng mampus, colokan listrik setiap meja empat biji, yang bisa dipakai secara gratis. Tuh, gimana gak pada betah berjam-jam disini.

Memang sejak dibuka setahun yang lalu, kafe yang beroperasi dari jam 10 pagi sampai jam 10 malam ini gak pernah sepi pengunjung. Belum lagi suasana yang cozy abis bikin para pengunjung tidak rela meninggalkan kafe ini cepat-cepat.

Kebetulan Wita yang juga saudara jauh Ayara sejak awal udah gabung jadi waitress di sini, sering bercerita tentang Mimosa. Dari Witalah Ayara banyak mengetahui seluk beluk kafe itu sebelum akhirnya tertarik bekerja sebagai tenaga kerja paruh waktu. Awalnya Ayara ingin mengisi waktu liburan, eehh lama kelamaan keterusan.

Abis, kerjanya enjoy banget dan bisa dapat uang tambahan. Selain itu, bisa ngecengin anak-anak mahasiswa Universitas Pratama Mandiri yang..gilaaaa...keren-keren abis!! Mahasiswinya juga cantik-cantik dan modis, bikin Ayara ngiler lihat gaya mereka. Pokoknya, mereka itu versi live aktris dan aktor drakor semuanya deh.

TELAH DITERBITKAN LAFMI (Love At First Moccacino Ice)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang