PART 20

4.3K 232 13
                                    

"Lin, aku sudah rundingkan tadi siang waktu jam istirahat. Mereka bakal kasih izin cuti dua semester lagi." Kata Refan sembari masuk ke dalam kamar.

Aku membetulkan posisi, dari yang tiduran, lalu beralih duduk. Refan menyematkan bantal di belakang punggungku. Supaya nyaman, katanya. Suami idaman emang!

"Lalu nanti kalau habis lahiran, aku kuliah, adek bayi siapa yang jagain?"

"Siapa ya? Nanti coba aku atur aja deh. Nanya juga ke Mamah atau Bunda dulu." Kata Refan.

Aku mengangguk setuju. Kalau soal menjaga bayi, memang bukan hal yang bisa gampang di putuskan. Banyak pertimbangannya.

"Lalu kuliahmu gimana?" Aku meletakkan kepala di dada bidangnya.

"Ya lanjut. Bisa lah nanti aku atur. Supaya nggak bentrok."

"Ya sudah, yang penting semuanya lancar."

"Aamiin."

"Adek, jangan nakal-nakal ya di perut Bunda. Kasian, nanti Bundanya kesakitan.", Katanya sambil mengelus-elus perutku, yang kemudian di susul dengan gerak bayi dalam perut. Refan antusias, ia kerap tertawa. Ternyata, hidup bahagia memang bukan hanya tentang harta. Tapi dengan bagaimana kita menjalani dan menerima apapun yang sudah di gariskan untuk kita. Meskipun dari awal pernikahan kami di mulai dengan cara yang salah, tapi Insya Allah kedepannya akan menjadi Wa rohmah.

"Tidur, yuk!" Refan mengambil bantal di belakangku, lalu menaruhnya kembali di. tempat.

"Makasih, Fan."

"Iya, Cintaku."

Malam ini kami tidur damai, hanya beriringan dengan suara jangkrik yang mengalun lembut.

🌼🌼

Empat bulan kemudian, aku sudah melahirkan. Seorang bayi laki-laki tampan dan menggemaskan. Kuberi nama Vandra Putra Bramasta.

Kakeknya senang sekali menggendong. Hampir tiap hari beliau datang. Karena memang sudah waktunya pensiun, dan kini di pindah tangankan ke Rafa. Sedangkan Refan, masih dengan pekerjaan lamanya. Dia tak mau dipercaya memegang anak perusahaan Papah, dan itu membuatku bangga.

"Cucu Kakek, udah bangun? Udah mimi susu belum?" Papah nampak bahagia sambil menggendong Vandra. Mamah setia di sampingnya.

"Papah bawa jemur dulu ya, Lin."

"Iya, Pah."

Mamah menghampiri, lalu duduk di sampingku.

"Gimana? Udah enakan?"

"Alhamdulillah, Mah."

"Pasang KB nggak?"

"Niatnya sih pasang."

"Niatnya? Bukannya seharusnya dari Rumah sakit sudah di pasang?"

Aku menggeleng, lalu menunjuk Refan yang tengah duduk santai sambil memegang gawai.

"Gara-gara anak Mamah, tuh! Kemarin mau di pasang, tapi katanya nggak usah. Biar cepat nyetak lagi, katanya. Dikata Lina ini pabrik kali." Mamah terkekeh mendengar aduanku.

"Ya kan, Refan pengen punya anak banyak, Mah. Buat apa punya lingerie banyak-banyak. Iya nggak, Mah?" Mamah hanya menjawab dengan acungan jempol, dan itu membuatku semakin malu. Anak sama Emak sama aja!

"Oh, iya, Rafa lusa mau ke China. Anterin nggak?"

"Anterin, Mah." Jawabku cepat.

"Ehem, semangat amat, Buk." Kata Refan menyindirku.

"Hehehe, jangan salah paham ah. Nggak baik. Ya, kan, Mah?"

"Iya lah. Lagian Rafa sudah mau Mamah jodohkan."

"Dengan siapa, Mah?" Aku bertanya.

"Metha. Kenal nggak? Tetangga kamu juga, kok."

Mataku membulat, Metha? Metha Apriliani? Teman kecilku?

"Iya, Metha yang itu." Kata Mamah seolah tahu yang ada di pikiranku.

"Mamah kenal Metha?" Tanya Refan.

"Iya, lah. Ibunya dia kan adik kelas Mamah dulu. Dan hubungan kami masih akrab sampai sekarang. Rafa juga kelihatannya mah, kok. Apalagi mereka sudah kenal lama. Katanya dulu sering main bareng kamu ya, Lin?" Tanya Mamah.

Aku hanya mengangguk. Tak mungkin juga kan aku bilang kalau kami dulu sering double date? Bisa-bisa anak kolokan di depanku ngambek!

🌼🌼🌼

Hari yang di tunggu tiba. Kami mengantar Rafa menuju bandara. Nampak Metha juga ikut mengantar. Begitu melihatku, ia menjadi canggung. Namun aku sunggingkan senyuman termanis untuknya. Supaya ia tak salah paham dan tak canggung lagi.

"Mana Rafa, Met?" Tanyaku.

"Di kamar Mandi. Aku kaget lho, waktu fau Refan itu adiknya Rafa."

"Kamu kaget, apalagi aku? Hampir pingsan rasanya. Hihihi,"

"Emm ... Kamu sudah nggak ada rasa apa-apa sama Rafa, kan?"

"Maksud kamu?" Aku menatapnya serius.

"Ya, kamu nggak cinta sama dia kan?"

Sedetik kemudian, aku tertawa. Melihat kekhawatiran di wajah Metha, yang seakan takut kalau aku merebut Rafa darinya.

"Tenang saja, sudah ada Ayahnya Vandra yang bikin aku kelimpungan tiap malam." Kataku sambil mengedipkan sebelah mata.

Metha merasa malu mendengar perkataanku. Mungkin tak menyangka jika aku akan mengatakan hal demikian. Hahaha

"Sayang, gendong Vandra bentar, ya?"

Aku mengangguk lalu mengambil Vandra dari gendongan ayahnya.

"Hati-hati di sana, Mas. Inget, ada Metha di sini, jangan nakal." Kata Refan.

"Alah, sok bijak kamu." Kata Rafa sambil mengacak-acak rambut Refan.

"Aw, Mas! Kebiasaan deh."

Kami semua tertawa. Melihat dua bersaudara yang dulunya berseteru, kini menjadi dekat dan akrab kembali. Semoga, kehidupan kami akan terus seperti ini. Hingga kami tua, dan mempunyai banyak cucu dan cicit. Dan semoga, keharmonisan ini akan terjaga selamanya. Aamiin.

Tamat..

🌼🌼

Terima kasih Admin dan Moderator.

🌼🌼

Terima kasih zheyenk-zheyenkku yang sudah baca cerbung ini. Semoga suka dan tunggu cerbungku yang lainnya.

Terima kasih.

Wassalamu'alaikum wr.wb.

Sekian,

Author Lope.

NIKAH MUDA (THE LOVE STORY)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang