Bab 9

2.4K 458 91
                                    

Sengaja tidak ingin mengikat, karena takut terjerat untuk selamanya. Padahal kita ini hanyalah dua orang yang disatukan dalam rasa yang fana.

Natya diantarkan oleh pelayan restoran khas lombok, dengan bahan utama ayam, untuk menemui konsumen yang sudah menunggunya sejak tadi. Restoran yang Natya pikir sederhana ini, ternyata bagian dalamnya cukup luas dan bisa memanjakan kedua matanya. Padahal dari luar terlihat sangat sederhana bahkan bisa dikatakan biasa saja. Namun setelah masuk ke bagian dalamnya, Natya menarik kata-katanya kembali.

Restoran ini luar biasa. Dia bahkan bisa melihat banyaknya pengunjung yang mendatangi tempat ini.

Semua gubuk-gubuk sebagai tempat makannya, penuh oleh orang-orang yang datang untuk menikmati menu yang paling terkenal di Lombok ini.

Sejujurnya Natya sendiri belum pernah makan di tempat ini. Maka dari itu, dia tidak akan sungkan-sungkan jika nantinya diajak makan oleh konsumennya itu.

"Di sana ya Mbak tamunya." Pelayan perempuan itu menunjuk ke arah gubuk yang cukup besar dibandingkan pada bagian tadi.

Dari posisinya kini, Natya bisa melihat wajah konsumennya sedang berbicara dengan seseorang yang duduk membelakanginya kini.

Walau baru pertama kali ini Natya bertemu langsung dengan konsumennya, namun sudah beberapa kali dirinya melakukan video call, bersama sang bos tentu saja, dalam membicarakan kerja sama mereka.

"Selamat siang."

Natya tersenyum. Dia berjalan mendekati, dan berniat ikut gabung dalam gubuk tersebut.

"Siang, mbak Natya, kan?"

"Ah, iya."

Iya terus tersenyum, sembari duduk sebentar untuk membuka alas kakinya terlebih dahulu.

Akan tetapi ketika ia ingin bersalaman dengan konsumennya, tidak sengaja Natya melirik seseorang yang sejak tadi berbicara serius dengan konsumennya itu.

Antara percaya atau tidak, kedua manik matanya membulat. Bahkan balasan dari tatapan orang itu juga sangat kaget. Gerakannya langsung cepat berdiri, menyambut kedatangan Natya yang tidak pernah dia duga sebelumnya.

"Mbak Natya, kenalin dia sahabat saya, Min... eh, maksud saya Ye Jun." Katanya sedikit terbata karena diberikan tatapan mengerikan dari laki-laki yang tidak berhenti terpanah melihat kedatangan Natya.

"Halo."

Aluran tangan Natya disambut hangat oleh Ye Jun. Dia terus tersenyum, lalu sedikit tertawa melihat Natya juga gugup sepertinya.

"Kalian enggak saling kenal, kan?"

"Ah.... " Ye Jun dan Natya kompak salah tingkah. Jika Ye Jun mengalihkan kondisi malunya dengan menggaruk lehernya, sedangkan Natya malah malu-malu memainkan yang berbentuk dress selutut.

"Wow, ada apa ini?" tanya sahabat Ye Jun penuh curiga. "Duduk dulu. Ayo mbak Natya duduk dulu. Kita ngomongin sambil duduk biar enak."

Masih malu-malu, Natya mencoba untuk duduk tenang. Walau hatinya tidak mungkin akan diam saja ketika melihat Ye Jun kembali. Apalagi rindu yang dia bawa dari Korea setiap harinya semakin menumpuk hingga Natya bingung bagaimana caranya untuk menghilangkan rindu tersebut.

"Mbak Natya pesen makan dulu aja. Pasti capek kan perjalanan dari Jakarta ke sini." kata Putu, laki-laki yang menjadi konsumen Natya di Lombok ini.

"Lo juga, makan dulu. Sebelum kerja, kita senang-senang dulu." Sambungnya kepada Ye Jun yang masih saja tersenyum penuh arti.

Putu tahu ada sesuatu antara Natya dan Ye Jun. Namun laki-laki itu sengaja menunggu moment yang tepat untuk menemukan jawaban atas rasa penasarannya ini. Secara jarang sekali Ye Jun tersenyum seceria ini pada seseorang. Kecuali orang itu sudah memberikan sesuatu yang Indah dan tak terlupakan kepadanya.

A Man With Dimple'sWhere stories live. Discover now