[3] KAHLEA

163 33 4
                                    

" Hi," sapaku saat sudah sampai dirumah dan mendapati genta sedang sibuk mencuci motornya di halaman. Ia melakukannya sambil bersiul dan mengarahkan selang untuk membilas bodi motor yang masih penuh busa.

" Haloo, how was your day? Gimana kelas hari ini?" aku berjalan mendekat kearah dinding pembatas yang tingginya hanya sebahuku lalu menyandarkan dagu disana.

Hari ini seperti biasanya, melelahkan.

" Kata satrio, rasanya kayak dipinggir neraka." keluhku dan genta tertawa. Moodnya jelas sedang baik hari ini.

" Muka satrio emang kayak calon calon penghuni neraka sih, gak heran."

“ ada murid baru juga, dan karena gaada bangku kosong dia duduk dibangku kamu. Bu Harnah bilang kalo kamu udah dateng besok, bisa bantuin dia ngangkat kursi sama meja dari ruang tata usaha.” Jelasku dan Genta hanya mangut-mangut. Ia mengambil  kanebo untuk mengeringkan motornya.

“ murid barunya cowo ato cewe?”

“ cowo.”

“ hmm, berani banget duduk di bangku aku.. Belom tau yang punya siapa." katanya lalu terkekeh sendiri.

“ Ibu Harnah yang nyuruh! Jangan suka cari masalah lagi, kita udah kelas 12!" aku membalas dengan nada seolah olah marah tapi genta hanya angkat bahu cuek.

" Kamu besok ke sekolah, kan?"

“ Oh iya dong, jelas. Makanya aku nyuci si Blecki hari ini biar dia keren maksimal. Btw, murid baru itu namanya siapa?"

Kulihat genta berjalan mundur dan menatap blecki untuk memastikan bahwa bagian depan motor itu sudah benar-benar kering.

“ Antares.. namanya Antares.” Jawabku dengan suara yang berbisik tapi masih yakin jika Genta bisa mendengarnya.

Sekon berikutnya aku menyesali keputusanku untuk menjawab pertanyaan itu karena Genta langsung berdiri membeku dan menjatuhkan selang air yang mulai digulungnya.

Ia berbalik dan aku bersumpah bahwa-- pandangan genta saat ini seperti sedang berapi-api.

“ jangan bilang..” bisiknya.

“ jangan bilang kalau Antares yang ini namanya Antares Elno Yogaswara?”

“ apa orang yang duduk disini namanya Genta? Magenta Cakrawala?”

Kuingat lagi pertanyaan antares yang serupa dengan genta saat ini. Jika antares bertanya dengan nada curiga, genta mengatakannya dengan suara yang jijik. Ia bahkan mengeryitkan hidungnya saat menyebutkan nama lengkap murid baru itu dengan benar.

“ nggak—ngga tau juga. Namanya mirip nama bintang jadi aku kira namanya Antares. Kayaknya aku yang salah.”

Aku tidak tahu kenapa aku mengelak dan berbohong. Mungkin karena aku tidak ingin melihat genta marah, atau mungkin.. untuk alasan yang sendirinya tidak kuketahui.

Genta sudah menjadi tetanggaku selama dua tahun dan aku cukup hapal kebiasaannya. Ia tipe orang yang bertempramen sebesar jari kelingking. Emosinya mudah tersulut dan karena itulah ia sering sekali terlibat perkelahian.

Genta dikenal oleh semua guru disekolah. Terutama guru BK dan ditakuti oleh adik kelas. Bahkan teman seangkatan kami memilih untuk tidak cari masalah dengannya.

Lingkungan pergaulannya juga luas sekali dan tidak jarang ia kembali kerumah dengan penuh luka karena habis berkelahi. Aku tidak akan kaget kalau-kalau suatu hari nanti genta terlibat perkelahian dengan geng mafia. Itu adalah hal yang bisa diduga dan dimaklumi.

Dan aku selalu tidak tahu apa pokok permasalahannya. Genta tidak pernah menyinggungnya. Disaat-saat seperti inilah genta dan satrio selalu bekerja sama. Satrio akan membuat rencana dan genta yang akan melakukannya. Kalau sudah berkelahi, dua orang ini ahlinya.

ANTARESWhere stories live. Discover now