03

2K 457 88
                                    

"Hey, kenapa kau tidak masuk kerja?" suara lembut mengalun dari seberang

¡Ay! Esta imagen no sigue nuestras pautas de contenido. Para continuar la publicación, intente quitarla o subir otra.

"Hey, kenapa kau tidak masuk kerja?" suara lembut mengalun dari seberang. Memberi efek penenang pada Yebin yang otaknya sudah panas seakan ingin meledak.

Ya, dia yang bodoh juga sih.

Masa menghadapi hal seperti ini menggunakan otak rasional? Tentu saja tidak ketemu titik terangnya. Terlalu rasional juga tidak bagus. Kadang kala kita harus berpikir sedikit imajinatif untuk membangun jalan keluar dari suatu permasalahan.

"Aku lelah. Padahal baru bangun tidur. Otakku serasa akan meledak, Hyun. Ada hal yang lebih penting dan aku harus menanganinya secepat mungkin."

Hyunjin yang menghubunginya, lelaki itu mengangguk disela pembicaraan walau Yebin tak bisa melihatnya. "Kau sakit? Yasudah kalau begitu. Mau aku temani?"

"Aku tahu kau sedang menggodaku. Cukup diam dan bantu aku sekarang juga."

"Wow, wow. Baiklah nona, apa yang bisa pemuda tampan ini lakukan untukmu?"

"Argh, mulai. Menggelikan."

Jungwon masih ada di apartemen Yebin, dia sedang berjalan-jalan di ruang televisi, mengamati sekitar. Entahlah, mungkin dia butuh adaptasi dengan efek samping yang akan ia alami karena sudah melintasi dimensi.

Untung saja Yebin penikmat genre fantasi, makanya bisa berpikir sejauh sana walau otak rasionalnya masih mengambil alih.

Bocah SMA itu tercenung. Dia sedikit bingung dengan pajangan lukisan kesayangan Yebin yang digantung tepat diatas televisi. Mata bundarnya yang bagai kucing mengerjap lucu lalu berpendar dengan kepolosan nyata, mencari makna dibalik banyaknya goresan warna kasar tanda kemarahan besar.

Yebin yang melukisnya dengan tangannya sendiri saat ia sedang marah. Makanya campuran warna dan goresannya bisa begitu.

"Jadi begini, Hyun. Oke aku memang jarang bercerita padamu tapi aku sungguhan bingung dengan kejadian yang baru saja一 hey bocah! Jangan sentuh lukisanku seenaknya!" tegur Yebin saat tangan nakal Jungwon meraba-raba lukisannya. Merasakan tekstur cat minyak dengan seksama.

"Maaf, aku hanya penasaran." Jungwon mengusap tengkuknya, sebuah pelampiasan rasa gugup yang muncul karena Yebin memberinya begitu. Pokoknya yang ada di diri Jungwon itu ada karena Yebin. Jungwon tidak mungkin membuat karakternya sendiri.

Jungwon itu seperti robot, kalau di dunia manusia. Nasibnya, tugasnya, dan karakternya, sudah ditentukan oleh pemiliknya alias Yebin sendiri. Tapi hatinya tidak, perasaan Jungwon bukan Yebin yang mengendalikan. Pikirannya juga tak bisa dijangkau. Makhluk yang dibalut sosok anak SMA dengan paras super manis itu memiliki kendali yang cukup tinggi atas dirinya sendiri.

Dia memang Jungwon, tapi ada yang berbeda. Auranya berbeda ketika ia menjadi manusia. Bukan lagi bocah lelaki polos yang mudah dibodohi. Dia seperti... sudah berpengalaman menjadi manusia?

UNREALDonde viven las historias. Descúbrelo ahora