Chapter 1 : Serendipity

41 3 5
                                    

Chapter 1 : Serendipity

"Aku minta putus!"

"Kamu gak selalu ada buat aku, kamu sering bikin masalah. Aku punya seseorang yang lebih bisa ngehargain aku lebih darimu."

"Selamat tinggal Rio. Kamu emang gak seharusnya sama aku."

"Semoga kamu lebih bahagia setelah ini."

*Tiba-tiba ibu teriak

"Rio, bangun!"

Suara yang keras itu membangunkanku dari mimpi buruk yang selalu mengganggu. Suaranya. Kata-katanya. Itu Miu. Ia mantan pacarku dulu yang meninggalkanku karena menemukan yang lebih baik. Katanya. Aku heran kenapa mimpi itu masih sering muncul. Membuat pagi yang seharusnya indah, malah menjadi sendu. Mungkin aku masih belum bisa menerima kenyataan pahit itu. "Sudahlah," pikirku dalam hati.

Tepat di depanku ada laptop yang masih menyala, kebiasaan burukku. Aku kaget setengah mati saat melihat jam sudah menunjukkan pukul 06.30 yang artinya 30 menit lagi sudah harus tiba di sekolah. Ngomong-ngomong, sekolahku jaraknya cukup dekat dari rumah, letaknya di tengah kota, di Ibukota.

Sambil mengusap mata, aku langsung loncat dari kasur dan lari menuju kamar mandi. Dalam hati, kupikir tidak apa-apa kalau memulai sekolah hanya dengan menggosok gigi tanpa mandi. Langsung kuambil sikat gigi beserta odol nya, dan mulai menggosok gigi dengan kecepatan penuh. Setelah itu, kumintai tolong adikku yang namanya Rara, anak SMP kelas 3 yang wajahnya cantik rupawan, mungkin karena turunan dari Ibu yang juga emang berparas cantik. Ia menyiapkan seragamku supaya setelah mandi sudah siap dan tinggal dipakai.

Langsung kupakai seragamku dari ujung kaki sampai ujung kepala, lalu melihat kearah jam lagi. Ternyata jam menunjukkan pukul 06.50.

"Bisa ini mah kalo ngebut," gumamku dalam hati.

Tanpa memperdulikan sarapan, aku langsung berangkat secepatnya ke lokasi sekolah, segera kutancap gas menggunakan sepeda motor milikku, melewati akses jalan yang paling dekat. Dan sesampainya di sekolah, terlihat Guru BK ternyata udah menjaga gerbang sekolah.

"Ah, sial. Aku telat." Sambil melihat gerbang.

Langsung kuparkirkan motor dan mengharap guru BK yang sedang menjaga. Ternyata itu Bu Monik

"Kemana aja kamu?" Ucap Bu Monik.

"Maaf bu telat bangun, hehe."

"Yaudah entar pas pulang pengabdian yaa."

Sialnya, ada inspeksi kepatuhan siswa yang mengharuskan celana model pensilku kena juga. Kali ini anggota OSIS yang memeriksanya, tapi karena mereka semua temanku, alhasil aku bisa lolos dari jeratan masalah kali ini.

Ya, itulah sedikit dari perjalananku, perjalanan seorang lelaki bernama Rio Fernando. Inilah awal masalah seorang siswa yang agak nakal, tapi bisa dibilang cerdas di kelasnya yang saat ini duduk di Kelas 2 SMA. Paras yang Good-Looking, berasal dari keluarga yang lumayan berada, serta punya wawasan yang luas menjadi anugrah yang selalu kusyukuri pada Tuhan. Apalagi di barengi dengan teman-teman yang sangat baik, semakin menambah kenikmatan duniawi yang dirasakan olehku sampai pada detik ini.

*Kringggggggg

Bel istirahat berbunyi. Para siswa langsung berhamburan keluar kelas entah untuk nongkrong, pacaran, makan, atau mungkin kegiatan lainnya. Aku? Aku hanya nongkrong bersama teman-teman setelah melahap makan siang yang langsung kubeli setelah bel istirahat. Begitulah, pasti banyak yang bingung kenapa orang yang almost perfect seperti diriku tidak punya seseorang yang cukup spesial untuk mengisi hati ini. Sejujurnya mereka cuma tidak tau cerita dibalik itu semua.

Dulu, aku pernah punya seseorang yang sangat spesial, Miu namanya. Cinta pertamaku saat SMP. Tentunya akan tertanam dalam hati tentang apapun yang sudah pernah dilakukannya, cintanya, kebaikannya, termasuk kesalahannya juga. Semua janji cintanya, semua komitmen yang telah kita buat saat SMP, hancur saat kita harus pisah sekolah di SMA. Seseorang yang sangat kucintai itu, ternyata tidak bisa memegang janjinya. Ia pasti dibutakan oleh lingkungan barunya sehingga tiba-tiba menyukai orang lain dan tega selingkuh dibelakangku.

Ahh, kenangan pahit itu, sangat sakit dan begitu murni. Sudah pasti meremukkan hati sampai membuatnya hancur berkeping-keping. Masih membekas di pikiran, tentang rasa sakit yang luar biasa itu, but life must go on. Begitu pikirku. Kepedihan itulah yang sekarang membuatku seakan akan membuat tembok yang sangat besar untuk melindungi hati yang sudah pernah tersakiti ini. Sehingga cukup sulit untuk membuka hati bagi orang lain. Mungkin karena aku takut kejadian lama terulang lagi. Tapi satu hal, aku percaya suatu saat tetap akan ada orang yang akan menembus tembok menuju hati ini. Atau setidaknya memaksaku untuk membongkar tembok itu untuknya.

"Jam pelajaran telah usai," bunyi mic dari pendopo pengumuman.

Ya, pengumuman itu menjadi pertanda bahwa kegiatan di sekolah telah usai, dan siswa diperbolehkan kembali ke rumah masing-masing. Aku langsung saja badmood begitu mengingat karena terlambat tadi harus menemui bu Monik untuk melakukan pengabdian.

"Paling juga Cuma bersih-bersih, gampang ini mah," kataku dalam hati.

Langsung kugerakkan kaki menuju ke ruang BK, mengabaikan kerumunan siswa yang antusias menuju rumah mereka masing-masing. Kupikir, aku cukup sial karena harus melakukan ini dan bukannya pulang kerumah. Ternyata cukup banyak juga yang terlambat, untunglah gak sendiri pikirku. Pembagian pun dilakukan oleh bu Monik, ada yang disuruh merapikan ruang BK, menyapu halaman, sedangkan aku, disuruh merapikan ruang UKS.

"Kamu sama dia yah," kata bu Monik sambil menunjuk ke salah satu siswi.

Entah kenapa, pandangan pertamaku kepadanya seakan memberi gradien warna baru dalam tatapan mata ini. Rambut pendek sebahu, paras yang bisa dibilang cantik, dan pribadi yang sepertinya malu-malu itu, membuatku ingin menarik lagi pikiran bahwa disuruh pengabdian adalah suatu kesialan.

Ya, aku disuruh merapikan UKS bersama Dia. Aku sendiri kurang begitu kenal. Mungkin karena dia jarang berkomunikasi dengan orang sekitar. Sambil mengambil langkah canggung aku pun pergi bersama dia ke ruang UKS. Tentunya sangat awkward mengingat aku sebagai cowok harusnya memulai percakapan agar kegiatan pengabdian ini tidak terlalu membosankan.

Disela-sela kegiatan aku merasa cukup terkejut.

"Namamu Rio kan?" Ujarnya.

Aku yang sudah lama tidak mengakrabkan diri dengan wanita lain setelah kenangan pahit itu, kaget setengah mati, apalagi kalo bukan karena orang yang tidak kukenal, seorang cewek cantik, memulai percakapan dan sudah mengetahui namaku duluan.

"Ehh, i..i..ya. kok tau?"

"kamu terkenal sih." Jawabnya .

Aku kaget dan terdiam tanpa tau harus berkata apa sembari mencoba melanjutkan percakapan yang telah ia mulai. Dan ternyata, ia juga bisa merespon dengan baik dan kurasa kita cocok dalam pembicaraan ini.

Kami melanjutkan percakapan tersebut sampai kerjaan kami selesai dan kini waktunya untuk kembali ke rumah. Cukup lucu mengingat tadinya aku menggerutu karena hal ini, tiba-tiba ada rasa yang ada dihatiku dimana aku mau pengabdian ini lebih lama lagi.

"Mungkinkah ia telah mencuri hatiku? Mungkinkah dia orangnya?"Gumamku dalam hati.

Mungkin masih terlalu dini untuk memikirkan itu, mungkin aku tidak perlu terlalu memikirkannya. Terlebih, aku masih belum menanyakan siapa namanya. Benar-benar terbawa suasana membuatku sampai lupa menanyakan hal yang paling penting itu.

Satu hal yang pasti hari ini. Pertemuan ini, adalah kebetulan yang baik.

Beautiful LieWhere stories live. Discover now