Di Ujung Pandang

722 139 21
                                    

Matahari bersinar terlalu terik. Menyengat kulit tanpa izin. Silau. Menusuk mata.

Keringat meluncur turun dari pelipis, menyusuri lekuk rahang pemuda rupawan di tengah hiruk pikuk lapangan yang sungguh luar biasa.

Napasnya panas dan tidak teratur, paru-parunya dipaksa mengambil dan menghembus nafas. Kedua tungkai kaki jenjang terus menopang berat tubuh, berlari menggiring bola sampai di depan garis lengkung three point. Point guard lawan menghadang tiba-tiba; memaksa Jaehyun berkelit melindungi bola sembari membuat kode pada temannya yang luar biasa peka—Johnny—power forward timnya itu mulai membuat gerakan aba-aba akan menangkap, Jaehyun dalam posisi pivot mengangguk.

Decit mengejutkan dari Jaehyun memecah konsentrasi point guard dan center lawan, karena Johnny bergerak seolah akan menerima bola, bersamaan dengan Jaehyun yang memantulkan bola di tangannya satu kali. Memanfaatkan konsentrasi lawan yang kini tertuju pada Johnny—yang sebenarnya hanya Jaehyun jadikan kambing hitam membuka jalan—Jaehyun bergerak lebih ke kanan menjauh dari jangkauan mereka, bersiap melakukan shooting dengan seorang power forward lawan berjaga satu meter di depan ring dan hadangan shooting guard lawan tepat di wajahnya tiba-tiba.

Set

Jaehyun melakukan pivot sekali lagi, dibarengi shooting guard lawan yang terkejut perebutan bolanya digagalkan Jaehyun. Lengah—membuat Jaehyun bebas menembak bola dan berbalik disertai wajah congkaknya. Itu bukan tembakan biasa, itu three point milik Jaehyun, sayang.

Peluit panjang mengudara, pertandingan set ketiga selesai, dan keadaan sementara dipegang tim sekolah Jaehyun dengan skor enam puluh tiga.

Dan dari riuh berpuluh-puluh suara,  hanya satu yang berhasil merebut atensi Jaehyun kini. Satu yang adalah pemuda pirang yang berada di barisan paling depan, yang mengepalkan kedua tangan dan bersorak kegirangan hingga kelopak matanya mengatup gemas.

Lee Taeyong

'Oh, Tuhan. Tolong Jaehyun, kenapa kakak kelasnya satu itu menggemaskan sekali?'

Kedua tim berjalan ke tepian mengambil nafas sejenak. Jaehyun merampas botol minum dari kawan di sebelahnya penuh paksaan dan menenggaknya rakus.

"Gah!" Jaehyun meminumnya terburu.

"Hei Jung! Ada titipan dari pacarmu," dan Jaehyun nyaris mati tersedak mendengar kalimat dadakan barusan, fyi tidak ada Jung lain di timnya saat ini.

'Apa-apaan, aku tidak punya pacar, dasar bodoh!' Jaehyun ingin berkata demikian, tetapi angannya itu harus ia telan bulat-bulat karena lawan bicaranya adalah manager tim basket sekolah yang mulutnya luar biasa nyelekit, Ahn Sora.

Manager Ahn melengos sedikit, "Yah katakan pada Lee Taeyong untuk jadi pacarmu sana. Ini, aku tidak tau kenapa kau masih mau-maunya mengejar manusia pemberi harapan palsu sepertinya, tapi mungkin karena ini," Sora melirik sedikit ke kantong plastik di tangannya sebelum menyerahkannya kepada Jaehyun.

"Karena apa?" Jaehyun mendadak bodoh.

"Karena dia begitu baik padamu. Kuharap kau tidak akan menyesal mengejarnya jika dia tidak berakhir menjadi milikmu Jaehyun," Jaehyun tersenyum miris menatap kantong plastik di tangannya.

Mengingat itu, membuat semangat Jaehyun menurun. Ugh, apa kabar dengan babak selanjutnya nanti?

Padahal, tadi Jaehyun sudah menetapkan bahwa semangatnya telah mencapai ubun-ubun hanya karena melihat kakak kelasnya yang luar biasa menarik itu bersorak kegirangan untuk shoot sombong terakhirnya di quarter ketiga, ditambah dengan kantong plastik ini beserta isinya. Tapi sayang sekali,  Ahn Sora yang luar biasa nyelekit, malah mencetuskan kalimat penghancur perasaannya langsung.

Once In A Blue Moon [JAEYONG]✅Where stories live. Discover now