Perasaan apa ini

1.2K 105 0
                                    

Dari ujung lorong rumah sakit terdengar deru nafas yang tersengal-sengal di iringi suara langkah ribut.

Jarga berhenti berlari sesaat tiba di hadapan Deisha di depan pintu ruangan yang digunakan untuk menangani Nyonya Terral.

Saat itu raut wajah Jarga menyimpan banyak pertanyaan namun mulutnya terlalu kelu barang mengeluarkan satu kalimat. Tidak ada yang bisa di lakukannya selain turut merasa gelisah karena melihat Deisha yang terus terisak.

Di samping Jarga berdiri sosok Reyan yang sama khawatirnya, dia juga merasa sangat bersalah karena jika dia tidak menahan Jarga saat itu, mungkin Nyonya Terral baik-baik saja. Tetapi posisinya pada saat itu Karol memintanya untuk menjaga Jarga, lantas niatnya hanya untuk menjalankan tugas.

Setelah menunggu hampir tiga jam lamanya, Dokter keluar dari ruangan dengan raut wajah yang sangat tidak di inginkan Deisha dan Jarga lihat. Bahkan helaan nafas berat sang dokter mampu menjelaskan semuanya.

Tangisan Deisha semakin pecah, kemudian datanglah anggota keluarga yang lain dan langsung menenangkan Deisha dan beberapanya lagi mengurus surat dan acara pemakaman Nyonya Terral.

Disaat semuanya sibuk dengan urusan masing-masing, Jarga memilih untuk pergi setelah mengetahui bahwa nyawa Nyonya Terral tidak dapat di selamatkan. Reyan tentu saja tidak membiarkan sosok Jarga pergi seorang diri, di kejarnya sosok itu yang berlari menuju taman yang letaknya tak jauh dari rumah sakit.

Jarga berhenti sembari meremat kuat pagar besi yang membatasi antara darat dan air danau, kepalanya menunduk berniat untuk melepaskan tali yang seolah mencekat kerongkongannya. Dia ingin sekali berteriak namun lagi-lagi hal itu tidak dapat di lakukannya.



BRAKKK




Di tendangnya pagar besi itu dengan sangat keras, beruntung sekali tidak sampai merusaknya.

Rahangnya mengeras dengan urat leher yang menonjol, terlihat jelas bahwa dirinya sedang mencoba untuk menahan amarah. Otaknya memutar kilas bagaimana dia habiskan waktu bersama Nyonya Terral, moment yang takkan pernah terlupakan olehnya. Hanya Nyonya Terral yang mengerti bagaimana kelam kehidupannya.

Tak sadar bulir bening menetes dari mata onyx itu, semuanya terasa sangat berat untuk menerima kenyataan.

"Maaf..." Suara lirih Reyan mengalihkan atensinya, Jarga menatap dari jarak yang cukup jauh kemudian berjalan dengan langkah yang cepat.

Satu tangannya meremas dan menarik pakaian Reyan begitu juga dengan tangan yang lain siap mendaratkan satu pukulan kalau saja Reyan tidak reflek memejamkan mata.

Jarga tentu saja marah dan kecewa pada Reyan namun entah mengapa sangat sulit baginya mendaratkan satu pukulan yang mungkin dengan senang hati Reyan terima.

Perlahan kepalan tangan itu turun dan Jarga sedikit mendorong tubuh Reyan agar terdapat jarak diantara keduanya. Berbalik badan menatap luasnya danau di taman itu.

"BAJINGAN!!!!"

"BRENGSEK SIALAN! ARGH!!"

"FUCKING ASSHOLE!"

Jarga  akhirnya berteriak mengeluarkan seluruh amarah dan kesedihan yang sedari tadi ia tahan, sesekali menjambak rambutnya frustasi membuat dirinya terlihat seperti orang gangguan jiwa.

Mencoba untuk menteralkan nafas karena dadanya mulai terasa sesak, dari belakang Jarga rasakan uluran tangan yang perlahan memeluk tubuhnya. Entah setan darimana yang merasuki dirinya sehingga tak terlihat ada perlawanan saat Reyan memeluknya.





  ******



Usai pemakaman Nyonya Terral, Jarga memutuskan untuk segera kembali mansion karena ada hal penting yang harus ia lakukan.

JUSTICE [NOREN]Where stories live. Discover now