MSN : 1

134 13 4
                                    

Anggara mengedarkan pandangannya kesegala sisi. Di depan matanya kini tampak sebuah rumah indekos yang Rean dapatkan atas suruhannya beberapa hari yang lalu. Rumah itu tidak terlalu besar, tidak juga terlalu kecil, ada dua lantai, pagarnya cukup tinggi artinya tingkat keamanannya terjamin, di atas rumah itu ada rooftop yang ternyata bisa untuk bersantai. Yah, lumayan pikir Angga.

"Gimana?" tanya Rean. Cowok itu yakin sekali kalau Anggara akan suka.

"Lumayan."

Senyum Rean sumringah. "Punten ..." Rean langsung membuka pagar rumah itu. Dilihatnya ada pria muda yang umurnya mungkin tidak jauh berbeda dengannya datang menyapa mereka.

"Mangga." Dia Kang Juan, pengurus indekos ini. "Ini yang mau ngekost? kebetulan, tinggal satu kamar."

"Gar, tinggal satu kamar tuh," bisik Rean.

Anggara hanya manggut-manggut, kemudian ia langsung saja nyelonong masuk ke dalam rumah indekos itu. Namanya juga turunan sultan, Anggara menaikkan sebelah alisnya saat melihat ruang tamu yang mungkin hanya seukuran kamar mandi di rumahnya. Lantas ia melangkah lagi, di depannya kini ada koridor yang kanan dan kirinya berjajar pintu-pintu dengan nomor 1 hingga 8.

Pemandangan yang bikin matanya terbelalak saat di depan pintu kamar itu bukan hanya ada rak sepatu, namun juga pakaian dalam wanita hingga handuk di jemuran besi. Dari sekian banyak kamar, hanya satu kamar itu yang dengan semberononya menjemur pakaian dalam di luar kamar.

34B, lumayanlah.

Anggara bergeleng cepat, menanggalkan pikiran mesumnya saat melihat bra berenda-renda putih di depannya, kemudian ia menoleh pada Rean. "Kamar yang kosong mana?"

"Kamar nomor 4," sahut Juan. "Sebelahan sama si Neng yang body-nya aduhay macam gitar spanyol," kemudian Juan berbisik, "tapi galak."

Angga menyengir, "cantik, enggak?"

Juan mengangguk cepat. "Banget!"

Angga makin penasaran, "punya pacar?"

Juan menggeleng, "enggak pernah liat bawa cowok ke sini."

"Ok, gue sewa satu kamar."

Kang Juan langsung sumringah, "sip atuh! Saya berani jamin, kosan ini menjaga privasi penghuninya." Kemudian Kang Juan membuka pintu kamar nomor 4.

Semerbak aroma pinus menusuk indra penciumannya, kentara sekali ruangan ini baru dibersihkan. Angga mengedarkan pandangannya kesegala arah, kamar yang cukup nyaman walau berada di gang sempit. Tidak mewah seperti apartemennya, namun segala yang Angga butuhkan ada di kamar itu.

Angga meletakkan backpacknya, "Re, setidaknya di samping kamar gue ini cewek, bukan batangan!"

"Eleuh ... sia teh! Kalau udah punya pacar, kumaha?"

"Ya, gue suruh putusin."

"Ganteng lo? Dakjal!"

Suara ponsel Angga berdering, ada nama adiknya di layar ponselnya. "Iya, adik Abang yang manis?"

"Abang, kata Mami mau pindah ke kosan?"

"Iya, sayang."

"Oh, Mami beli kosan buat Abang, gitu?"

Angga lantas bingung, "enggak, Abang sewa kamar."

"Sewa? Apaantu?"

Angga mendesah lelah, "sewa itu pinjam, jadi Abang bayar per bulan sama yang punya, gitu."

"Oh. Ngapain sewa? Kan Mami bisa beli."

Rean yang samar mendengar perkataan Dinar langsung menyambar ponsel Angga, "Dinar manis, di dunia ini teh enggak semuanya bisa dibeli."

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Nov 10, 2020 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

My Shit Neighbor!Where stories live. Discover now