Accident

817 84 15
                                    

Blind - 14 (Accident)

Kamu tau apa yang aku suka darimu? Karena itu kamu.

"Halo Igna, aku udah di roti bakar 55. Kamu ada di mana?" Camel mengangkat tangan kirinya yang dihiasi dengan jam tangan, ia sudah sampai di sini 15 menit yang lalu. Namun tidak ada tanda tanda Igna akan segera sampai.

Camel mengernyit saat mendengar suara grasak-grusuk di seberang sana, "Iye iye, nyantai. Gue masih di lampu merah bunderan ini." Lalu Igna mematikan teleponnya.

Temannya ini.... Menyebalkan sekali.

Camel memilih untuk masuk kedalam kedai roti bakar tersebut duluan. Memesan makanan yang menarik perhatian.

Tak lama setelah ia memesan makanan, Igna datang sambil mengipasi wajahnya, "Gila. Gak lagi lagi gue siang siang naik motor. Luntur skincare gue."

Camel menggeleng berkali kali melihat kelakuan sahabatnya, "pesen sana. Tadi aku udah"

"Dan lo gak mesenin gue?!" Igna berteriak kesal.

***

"Jadi Camel, setelah mie gue abis dan lo masih gak mau cerita?" Igna menggeser mangkok yang sudah tidak ada isinya menjauh.

Camel mendesah. Ini terlalu berat. Camel ragu. Igna memang sahabatnya, namun bukan berarti Igna tidak akan mengkhianati Camel, kan?.

"Jadi... " Camel menggaruk tengkuknya. Camel juga butuh cerita pada seseorang, ini terlalu berat. "Aku.. Gitu" Camel menggerutu dalam hati. Kenapa ini terlihat sulit. Ia hanya tinggal menceritakan apa yang terjadi, kan?.

"Lo.. " Igna menunjuk Camel kesal, "Bayarin makanan gue kalo gak jadi cerita. Udah minta ketemuan mendadak karena ada yang mau di ceritain, dan sekarang lo cuma diem?" Igna melempar Camel dengan tissue bekasnya.

"Ini.. Susah, na. Aku..takut" Camel mengedarkan pandangan ke sekelilingnya. Ia merasa seperti ada yang memperhatikan dirinya dalam diam. Namun Camel tidak tau di mana orang tersebut.

Igna memutar bola matanya kesal, "Apa yang lo takutin, Mel? Tinggal cerita, gue gak akan nyebarin sekalipun itu aib lo" Igna berucap lembut.

Camel meminum air dari es batu yang telah meleleh, ia memandang Igna ragu lalu kembali mengedarkan pandangannya. "Aku mau nikah."

"LO GILA?!."

***

"LO GILA?!" Igna memukul meja sehingga menimbulkan kebisingan di tengah kesunyian.

"Ssstt.. " Camel berdiri, mengusap bahu Igna yang naik turun berlebihan, lalu meminta maaf pada orang yang memperhatikan mereka dengan pandangan mencela.

"Lo gila?!" Igna kembali berbicara dengan berbisik.

"Ngga atuh, jadi gini.... "

Setelah menghabiskan waktu selama setengah jam, akhirnya Camel selesai menceritakan kejadian semalam.

Seharusnya cerita itu bisa selesai lebih cepat jika saja Igna tidak menyela ucapan Camel dan berhenti berteriak tidak jelas.

"Lo gak ngerasa aneh sama orang itu?" Tanya Igna sambil memakan roti bakarnya yang baru ia pesan.

Camel mendesah, "Aneh lah. Orang itu tiba tiba datang dan ngajak aku nikah."

Igna mengangguk, "Lo yakin belum pernah ketemu dia?."

Camel mengangguk semangat, "Yakin, Na. Tapi dia bilang gak mau nunggu aku lagi. Apa coba kan maksudnya. Terus juga aku yakin dia bukan orang asli sini. Dia gak ngerti bahasa kita, Na."

Igna mengernyit, "Terus lo ngomong sama dia pake bahasa apa?."

Camel menarik piring roti bakar milik Igna dan melahapnya dalam satu kali suapan, "Inggris dong. Tapi dia pake earphone penerjemah gitu, jadi walaupun aku ngomong pake bahasa Indonesia dia tetep ngerti."

Igna mengangguk angguk, "Gue lupa kalau lo pinter." Igna nyengir, "Lo yakin dia orang baik baik?."

Camel mengangkat bahu acuh, "Nggak. Hari pernikahan aku nanti, kamu bantuin aku kabur ya, Na." Camel memegang tangan Igna erat. Menatapnya memohon.

"Sebenarnya, aku juga bisa membantumu kabur, honey."

***

Karena terlalu asik berbicara dan meminta masukan, Igna dan Camel tidak sadar jika ada orang asing yang berdiri dengan marah di samping meja mereka.

Awalnya mereka kira itu hanya pelanggan biasa yang sibuk mencari tempat duduk. Karena walaupun masih sore, tempat ini sudah di penuhi dengan pelanggan yang kelaparan atau hanya sekedar kumpul menyambut liburan.

Igna dan Camel sontak menoleh saat seseorang berbicara dengan bahasa asing di samping mereka.

Camel melotot ketakutan, sedangkan Igna melotot tidak percaya saat melihat pria dewasa yang sialan tampan berdiri di sampingnya.

Mata Igna jatuh ke tangan pria itu. Tangannya sangat besar dan panjang dengan urat urat yang tercetak jelas.

Otak Igna langsung berantakan. Membayangkan kalau bagaimana tangan tersebut menjalar di tubuhnya dengan sentuhan halus, lalu ke bawah dan berhenti di --- oke hentikan.

Igna menutup mulutnya yang terbuka tanpa ia sadari. Lalu mengubah ekspresi oonnya menjadi wanita dewasa yang elegan.

"Maaf, apa ada yang bisa kami bantu?" Igna bertanya sopan, namun pandangan matanya begitu menggoda.

Axelle -- Pria yang berdiri di samping mereka menoleh menatap Igna. Axelle memperhatikan Igna dengan meremehkan. "Tutup mulut baumu itu."

Igna melotot. Orang ini...

29 Mei 2020

BLINDWhere stories live. Discover now