Cold

2.3K 202 45
                                    

Semilir angin menerpa tubuh tinggi yang berdiri kaku di sebuah halte, menunggu bus dihari sedingin ini adalah hal yang buruk yang tak pernah Yeonjun bayangkan.

Jaket hangat berbulunya tertinggal di meja kelas, dan ia keluar hanya dengan jas almamater yang membungkus tubuh atletisnya. Ia memeluk buku tebal dipelukannya erat, berharap buku itu bisa menyerap rasa dingin yang ia rasakan.

Pemikiran yang bodoh, Yeonjun.

Mata rubahnya memperhatikan setiap ban yang melewatinya. Mulai dari yang beroda empat, dua, dan bahkan enam;misalnya truk kontainer besar yang jalannya lambat yang baru saja lewat. Namun ia tak kunjung melihat kendaraan beroda empat yang jadi transportasinya sehari-hari.

Dahinya mengkerut kesal. Apa hari ini semua supir bus libur karena cuaca yang terlalu dingin? Atau seluruh badan bis membeku karena cuaca dingin?

Ia bergidik kedinginan kala angin kembali menerpa dirinya, kali ini lebih kuat, membuat tubuh kurang fokusnya oleng dan buku dalam pelukannya terjatuh.

Yeonjun mendecih, sebelah tangannya mengusak surai birunya kesal lalu meraih buku yang tergeletak di trotoar.

Namun ia dibuat heran dengan tangan yang juga meraih bukunya. Ia mendongak menatap sosok yang mengambil bukunya. Sosok itu tersenyum padanya, lalu menyodorkan buku itu pada Yeonjun.

"Terima kasih." Yeonjun sedikit membungkuk pada lelaki itu. Tangannya terulur untuk menerima bukunya kembali.

"Kembali." Lelaki itu kini tersenyum lebar.

Yeonjun sedikit melirik sosok itu, sosok yang mungkin umurnya tidak beda jauh dengannya. Terlihat dari pakaian yang dikenakannya, seragam yang sama dengannya dan mantel gelap tebal yang menyembunyikan seragamnya.

Mantel sialan, aku tidak bisa melihat nametagnya.

"Aku Choi Soobin, sepertinya kita satu sekolah."

Lelaki yang mengaku bernama Soobin itu mengulurkan tangannya. Yeonjun menjabat tangan itu, rasa dingin kentara juga menyertai ketika ia menggenggam tangannya.

"Choi Yeonjun," ucapnya.

"Tanganmu sedingin es."

Yeonjun menggernyit, apa yang dia katakan?

Soobin memajukan sedikit wajahnya, memindai wajah Yeonjun dengan seksama.

Ia menunjuk tepat di hidung Yeonjun, "Wajahmu pucat, apa kau hipotermia?"

Telunjuknya beralih pada bibir Yeonjun, "Bibirmu sedikit ungu, kau seperti mayat hidup."

Yeonjun mengerjap beberapa kali, masih belum menangkap apa yang dikatakan Soobin.

"Um... maaf?"

Soobin menatap nyalang mata Yeonjun dan membuatnya meneguk ludah. Seram juga kalau melotot.

"Bagaimana bisa kau membiarkan dirimu kedinginan, huh?"

Soobin meraih kedua tangan Yeonjun, menggeseknya bersamaan dengan tangannya. Sering kali ia meniup-niup celah kecil diantara kedua telapak tangan besar itu.

Sedangkan Yeonjun terdiam. Bibirnya terkatup rapat entah mengapa.

Kedua tangannya kini menghangat, namun ia bisa merasakan detak jantungnya tidak normal;berdetak dengan kecepatan yang sama dengan mobil yang baru melintas beberapa detik yang lalu.

"Kau seharusnya memakai sarung tangan, atau minimal jaket. Kau sepertinya tak tahan dingin."

Soobin tersenyum lebar hingga matanya menyipit dan deretan giginya terlihat. Manis sekali. Yeonjun akan periksa gula darahnya setelah ini, takut-takut ia terserang diabetes mendadak.

Soobin menunduk, menatap telapak tangannya yang masih mengapit telapak tangan Yeonjun. Ia dengan sengaja menyatukan jarinya dengan jari Yeonjun, lalu tersenyum simpul. Wajahnya merona manis sekarang.

"Apa hangat?" Yeonjun lalu mengangguk.

"Bus sudah datang, kau pulang ke arah mana, Choi Yeonjun?"

Belum pernah dirinya mendengar namanya melantun begitu indah ketika diucapkan seseorang.

"Gangwon-do," ujarnya sedikit terbata.

Senyum pemuda Choi itu kini secerah lampu jalanan.

"Kita satu arah!"

Soobin yang masih menggenggam tangan Yeonjun menariknya kedalam bus.

"Uh, maaf, Soobin -ssi."

"Ya?"

Yeonjun menatap tangannya, "Bisa kau lepaskan tanganku?"

Soobin menoleh kearahnya, "Tidak."

Ia memalingkan wajahnya. Yeonjun yang mendengar kata 'tidak' itu terkejut.

"Kenapa?"

Soobin kembali menoleh, "Agar kau tidak terserang hipotermia."

Selanjutnya Yeonjun hanya tersenyum melihat wajah lelaki manis itu merona. Tsundere yang manis.

Sepanjang perjalanan dihabiskan dengan canda tawa; Soobin terus menceritakan sesuatu yang membuat Yeonjun lemas karena terlalu banyak tertawa.

Yeonjun tahu, Soobin sudah menghangatkan tangannya yang sedingin es, dan juga hatinya.


End

Yeonbin StoriesWhere stories live. Discover now